Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
.
.
Bagaimana cara meluruskan shof?
Adapun sifat dan tata cara merapikan shof telah tercantum dalam banyak hadits diantaranya sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rodhiyallohu’anhu, beliau berkata,”Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam pernah menghadap manusia dengan wajahnya seraya mengatakan, Rapikanlah shof-shof kalian (3x). Demi Alloh, kalian merapikan shof kalian, atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan perselisihan diantara hati kalian.’ Nu’man berkata, ’Lalu saya melihat seorang merapatkan bahunya dengan bahu temannya, lututnya dengan lutut temannya, dan mata kakinya dengan mata kaki temannya.” (HR. Abu Dawud no. 662).Hadits-hadits ini menunjukan secara jelas pentingnya merapikan shof dan hal itu termasuk kesempurnaan sholat hendaknya saling lurus dan tidak maju mundur antara satu dengan yang lain, dan saling rapat satu dengan yang lain, dan saling rapat antara bahu dengan bahu, kaki dengan kaki, dan lutut dengan lutut.
Namun pada zaman sekarang, sunnah ini dilupakan, seandainya engkau mempraktekkannya, niscaya masyarakat lari seperti keledai. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Adapun kita sesudah mengetahui tentang perintah ini sudah sepantasnya berusaha sekuat kemampuan melaksanakannya. Tidakkah kita ingin merasakan kelezatan menegakkan amalan ini di dalam hati kita. Serta menjadi pemegang tombak syariat di muka bumi ini. Semoga Alloh subhana wata’ala memberikan hidayah kepada kita semua.Kesimpulannya, merapikan shof meliputi hal-hal berikut:
1. Meluruskan barisan sholat dan merapikannya
2. Memenuhi shof yang masih renggang
3. Menyempurnakan shof yang pertama terlebih dahulu dan begitu seterusnya
4. Saling berdekatan
.
Sholat di antara dua tiang ?Sumber: assunnahsurabaya.wordpress.com
.syhadu a
Larangan Sholat di Antara Tiang-tiang
.
Oleh :
asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani –Rohimahulloh-
كنا ننهى أن نصف بين السواري على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، و نطرد عنها طردا
“Kami dilarang membuat shof di antara tiang-tiang pada zaman Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam dan kami menjauh darinya.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1002), Ibnu Khuzaimah (1567), Ibnu Hibban (400), al-Hakim (1/218), al-Baihaqi (3/104), dan ath-Thoyalisi (1073) dari jalan Harun bin Muslim, haddatsana Qotadah dari Mu’awiyah bin Qurroh dari Bapaknya, ia berkata : lalu ia menyebutkan hadits ini.
Al-Hakim berkata : “Isnadnya shohih”, dan disepakati adz-Dzahabi.
Aku katakan : Harun ini mastur (salah satu jenis majhul, pent) sebagaimana dikatakan oleh al-Hafidz, akan tetapi ia memiliki syahid dari hadits Anas bin Malik yang menguatkannya, Abdul Hamid bin Mahmud meriwayatkannya, ia berkata :صليت مع أنس بن مالك يوم الجمعة ، فدفعنا إلى السواري فتقدمنا و تأخرنا ، فقال أنس : كنا نتقي هذا على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Aku sholat bersama Anas bin Malik pada hari jum’at, maka kami terdesak di antara tiang-tiang, lalu kamipun maju atau mundur, lalu Anas berkata : kami dahulu menjauhi ini (tiang) di zaman Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam”.
Dikeluarkan oleh Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim, dan lain-lain dengan sanad yang shohih sebagaimana telah kujelaskan di kitab “Shohih Abi Dawud” (677).
Aku katakan : dan hadits ini merupakan nash yang jelas tentang meninggalkan shof di antara tiang-tiang, dan bahwa yang wajib adalah maju atau mundur (dari shof di antara tiang-tiang tersebut, pent).
Dan Ibnul Qosim telah meriwayatkan dalam al-Mudawwanah (1/106) dan al-Baihaqi (3/104) dari jalan Abu Ishaq dari Ma’di Karib dari Ibnu Mas’ud bahwa ia berkata :لا تصفوا بين السواري
“Janganlah kalian membuat shof di antara tiang-tiang”.
Al-Baihaqi berkata : “dan ini –Wallohu A’lam- karena tiang akan menghalangi mereka dari menyambung shof”.
Berkata Malik : “tidak mengapa membuat shof di antara tiang-tiang jika masjidnya sempit”.
Dan dalam al-Mughni oleh Ibnu Qudamah (2/220): “tidak dibenci berdiri di antara tiang-tiang bagi imam, akan tetapi dibenci bagi para makmum karena hal tersebut akan memutus shof-shof mereka. Ibnu Mas’ud dan an-Nakho’i membencinya, dan diriwayatkan pula dari Hudzaifah an Ibnu Abbas. Ibnu Sirin, Malik, Ash-habur Ro’yi, dan Ibnu Mundzir memberi rukhshoh (keringanan, pent) dalam masalah ini karena tidak ada dalil yang melarang. Dan diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurroh … (lalu beliau membawakan hadits di atas, pent), dan karena tiang-tiang tersebut memutus shof. Jika shof yang terbentuk itu kecil sebatas jarak antara 2 tiang maka hal tersebut tidak dibenci karena shof tidak terputus dengan tiang”.
Dan dalam Fathul Bari (1/477) : “berkata al-Muhib ath-Thobari : sebagian ‘ulama membenci membuat shof di antara tiang-tiang karena adanya larangan yang datang (dari Rosululloh, pent) tentang hal tersebut, dan sebab dibencinya adalah ketika tempat tidak sempit. Dan hikmahnya adalah baik karena menyebabkan terputusnya shof ataupun karena itu adalah tempat untuk sandal. Selesai nukilan. Dan al-Qurthubi berkata : diriwayatkan tentang sebab dibencinya hal tersebut adalah karena tempat (antara tiang-tiang, pent) itu adalah tempat sholatnya para jin yang beriman.”
Aku katakan : dan serupa dengan hukum tiang tersebut adalah mimbar yang panjang yang memiliki tangga yang banyak, sesungguhnya ini memutus shof yang pertama dan terkadang shof kedua juga. Al-Ghozali berkata dalam al-Ihya (2/139) : “sesungguhnya mimbar memutus sebagian shof, dan shof pertama yang bersambung adalah yang berada di luar mimbar, adapun yang berada di kedua sisi mimbar itu terputus. Ats-Tsauri berkata : shof yang pertama adalah yang di luar kedua sisi mimbar yaitu yang didepannya karena shof tersebut bersambung dan karena orang yang duduk pada shof itu menghadap ke khotib dan mendengarkannya.”
Aku katakan : mimbar akan memutus shof jika mimbar tersebut menyelisihi mimbarnya Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam karena sesungguhnya mimbar beliau hanya memiliki 3 tingkat sehingga shof tidak akan terputus dengan mimbar semacam itu, karena imam berdiri di sisi tingkat yang terendah pada mimbar tersebut. Dan di antara akibat penyelisihan terhadap sunnah dalam masalah mimbar adalah terjatuh dalam larangan yang ada dalam hadits di atas.
Dan yang semisal dengan itu yang memutus shof adalah penghangat ruangan yang diletakkan di sebagian masjid dengan penempatan yang mengakibatkan terputusnya shof, tanpa adanya perhatian dari imam masjid atau salah seorang dari orang-orang yang sholat di sana terhadap larangan ini dikarenakan yang pertama, jauhnya orang-orang dari mempelajari ilmu agama; dan yang kedua, tidak adanya perhatian untuk menjauhi apa-apa yang dilarang dan dibenci oleh pembuat syari’at (Alloh, pent).
Dan sepatutnya diketahui bahwa setiap orang yang meletakkan mimbar yang panjang yang memutus shof atau meletakkan penghangat yang memutus shof, bahwa dikhawatirkan ia mendapatkan bagian yang banyak dari perkataan Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam :
“…dan barangsiapa yang memutus shof maka Alloh akan memutus (rahmat)nya”.
Dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shohih sebagaimana telah kujelaskan dalam “Shohih Abi Dawud” (no. 672).
***
[Diterjemahkan dari Silsilah al-Ahadits ash-Shohihah no. 335]
Sumber : tholib.wordpress.com
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !