Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

08 Januari 2008

FILE 1 : Ahmadiyah Sesat, Bukan Bagian HAM

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

.W

Berikut ini saya lampirkan artikel yang ditulis oleh Ketua Majelis 'Ulama' Indonesia tentang kesesatan Ahmadiyah, yang dimuat dalam Republika Senin, 7 Januari 2008. Karena masih banyak orang-orang yang mengkait-kaitkan masalah fatwa sesat oleh MUI dengan HAM dalam beragama. Saya berharap, antum yang betul-betul ingin mencari kebenaran dan memegangnya benar-benar merenunginya !

Senin, 07 Januari 2008

Antara Islam dan Ahmadiyah

.

Oleh :

KH A Cholil Ridwan

(Ketua Majelis Ulama Indonesia)

.

Akhir-akhir ini, masalah Ahmadiyah terus menjadi pembicaraan. Masalah ini sudah sangat lama menjadi duri dalam daging dalam tubuh umat Islam. Kasus demi kasus yang menimpa jemaat Ahmadiyah terus terjadi. Sering ada pertanyaan, mengapakah umat Islam sangat keras resistensinya terhadap Ahmadiyah? Mengapakah MUI menetapkan Ahmadiyah adalah aliran sesat. Hal-hal inilah yang seringkali tidak dipahami oleh banyak orang, sehingga ada yang salah paham, bahkan meminta MUI dibubarkan segala macam.

Karena banyaknya pertanyaan semacam itu dari kalangan masyarakat kepada saya, maka semoga tulisan singkat berikut ini dapat menjelaskannya. Salah satu kriteria aliran sesat yang ditetapkan MUI dalam Rakernas bulan November 2007 yang lalu ialah, ''Mengingkari Nabi Muhammad Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam sebagai nabi dan rasul terakhir''. Dengan kriteria ini, maka Ahmadiyah secara otomatis masuk kategori aliran sesat, sebab mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Ahmadiyah juga mempunyai Kitab Suci sendiri, di samping Alquran, yaitu Tadzkirah, yang isinya banyak berupa "pelintiran" dari ayat-ayat Alquran. MUI sudah meneliti "kitab suci" kaum Ahmadiyah ini dengan cermat.

Pokok masalah

Masalah utama yang menjadi perbedaan antara umat Islam dan kaum Ahmadiyah adalah keyakinan tentang status kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Bagi Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad diyakini sebagai nabi dan menerima wahyu dari Allah, sehingga mereka menambahkan sebutan 'alaihis salam' (as) pada namanya. Dia pun diyakini sebagai Isa dan Imam Mahdi sekaligus. Baru-baru ini, seorang tokoh Ahmadiyah menerbitkan buku dengan judul Syarif Ahmad Saitama Lubis, Dari Ahmadiyah untuk Bangsa (2007).

Dijelaskannya di dalam buku ini tentang kepercayaan kaum Ahmadi, yaitu, '''Imam Mahdi dan Isa yang dijanjikan adalah seorang nabi yang merupakan seorang nabi pengikut atau nabi ikutan dengan ketaatannya kepada YM Rasulullah SAW yang akan datang dan mengubah masa kegelapan ini menjadi masa yang terang benderang. Dan apabila Imam Mahdi itu sudah datang, maka diperintahkanlah umat Islam untuk menjumpainya, walaupun harus merangkak di atas gunung salju.'' (halaman 69).

Kenabian Mirza Ghulam Ahmad merupakan ajaran pokok dalam aliran Ahmadiyah. Ditulis di dalam buku tokoh Ahmadiyah tersebut, ''Dalam perkembangan sejarah, pada tahun 1879 Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis buku Braheen Ahmadiyya. Pada saat itu Mirza Ghulam Ahmad a.s. belum menyampaikan pendakwaan. Namun ketika menulis kitab itu, sebenarnya sudah menerima wahyu. 'Kamu itu nabi, kamu itu nabi!' dan diperintahkan mengambil baiat, tapi masih belum bersedia.'' (halaman 70).

Ahmadiyah memandang orang yang tidak mengimani kenabian Ghulam Ahmad sebagai orang yang sesat. Berkata Mirza Ghulam Ahmad, ''Maka barangsiapa yang tidak percaya pada wahyu yang diterima imam yang dijanjikan (Ghulam Ahmad), maka sungguh ia telah sesat, sesesat-sesatnya, dan ia akan mati dalam kematian jahiliyah, dan ia mengutamakan keraguan atas keyakinan.'' (Mawahib al-Rahman).

Oleh sebab itulah, di dalam shalat, orang Ahmadiyah tidak boleh bermakmum kepada orang-orang Muslim, karena mereka dipandang ''belum beriman'' kepada Imam Zaman, yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Dalam shalat jamaah, orang Ahmadiyah-lah yang diharuskan menjadi imam. Tentang masalah shalat ini dijelaskan di dalam buku Syarif Ahmad Saitama Lubis, Dari Ahmadiyah untuk Bangsa tadi, ''Dasar pemikiran mengapa kalangan mereka harus yang menjadi imam, yaitu bagaimana mungkin berma'mum pada orang yang belum percaya kepada Imam Zaman, utusan Allah.'' (halaman 79-80).

Bahkan, menurut kepercayaan Ahmadiyah, musibah demi musibah, bencana demi bencana yang menimpa umat ini, juga disebabkan karena mereka menolak kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Dikatakan, ''Dalam keyakinan Ahmadi, berbagai bencana alam yang terjadi merupakan peringatan dari Tuhan. Satu-satunya cara menghindari bencana menurut mereka adalah dengan mengenal Tuhan lebih dekat dengan cara mengenal seseorang yang sudah diangkat oleh Allah SWT. sebagai Imam Zaman.'' (halaman 73).

Perbedaan keimanan

Dengan keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi, maka kaum Ahmadiyah kemudian menafsirkan ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Rasulullah Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam sesuai dengan keyakinan mereka. Inilah perbedaan yang mendasar dalam masalah keimanan antara Islam dan Ahmadiyah. Muslim tidak boleh menjadi imam shalat bagi orang Ahmadiyah. Padahal semua Muslim memahami bahwa mazhab apa pun dalam Islam, boleh saling menjadi imam satu sama lain.

Bagi umat Islam, sudah jelas kedudukan kenabian Muhammad Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam sebagai nabi terakhir. Sepeninggal beliau sudah tidak ada lagi nabi. Meskipun banyak sekali yang mengaku sebagai nabi, tetap saja, mereka tidak diakui oleh umat Islam, bahkan mereka jelas-jelas sebagai pendusta. Dalam keputusan tahun 1937, Majelis Tarjih Muhammadiyah mengutip hadits Rasulullah Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam, ''Di antara umatku akan ada pendusta-pendusta, semua mengaku dirinya nabi, padahal aku ini penutup sekalian nabi.'' (HR Ibn Mardawaihi, dari Tsauban).

Sikap tegas umat Islam dalam soal ''nabi palsu'' ini selalu dilakukan sejak dulu, demi menjaga kemurnian Islam. Para ulama dan pemimpin negara tidak berkompromi dalam masalah ini. Sayyidina Abu Bakar As-Shidiq RA yang dikenal sangat lemah lembut, berani bersikap tegas terhadap nabi palsu bernama Musailamah Al-Kadzzaab. Sebab, apabila dibiarkan, akan menimbulkan kekacauan dalam agama dan masyarakat. Apabila Mirza Ghulam Ahmad dibenarkan, maka juga harus dibenarkan pula ''pengakuan kenabian'' Lia Eden, Ahmad Mushaddeq, dan lain lain. Padahal Ahmad Mushaddeq dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah-nya telah dinyatakan sesat dan melakukan pidana penodaan agama.

Dalam menghadapi kelompok seperti Ahmadiyah dan Lia Eden, sikap umat Islam dan dunia Islam sudah jelas, yaitu bahwa semua itu adalah aliran sesat. Seluruh dunia Islam juga tidak berbeda. MUI dan berbagai lembaga Islam internasional sudah menyatakan hal yang sama bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat yang berada di luar Islam. Fatwa MUI tentang Ahmadiyah tahun 2005, menjadikan keputusan Majma' al-Fiqih al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI), yang diputuskan tahun 1985. Oleh sebab itu, Menteri Agama Maftuh Basyuni pernah menyarankan agar Ahmadiyah membuat agama baru, di luar Islam.

Umat Islam Indonesia sudah lama dibuat resah dengan statemen Kholifah Ahmadiyah yang ke-4, yang datang ke Indonesia, pada bulan Juli 2000, yang membuat pernyataan bahwa, ''Indonesia pada akhir abad baru ini akan menjadi negara Ahmadiyah terbesar di dunia.'' Kalau MUI memfatwakan sesat terhadap Ahmadiyah, sebenarnya MUI sekadar menjalankan tugas dalam melindungi umat dari ajaran luar Islam yang akan merusak Islam.

Tidak ada hubungannya dengan hak asasi manusia (HAM), MUI sama sekali tidak memasung siapapun untuk memeluk agama apapun, kebebasan beragama adalah hak asasi setiap manusia. '''Laa ikrooha fiddin,'' tidak ada paksaan dalam urusan agama. ''Lakum diinukum waliyadin,'' bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Jangan menanam alang-alang di kebun keluarga, tanamlah di lahan kosong yang masih sangat luas. Kebebasan memeluk agama bukan kebebasan merusak agama orang lain.

Ikhtisar

  • Masalah utama penunjuk kesesatan Ahmadiyah adalah keyakinan akan kenabian Mirza Ghulam Ahmad.
  • Ahmadiyah menafsirkan Alquran dan hadits sesuai keyakinan mereka.
  • Ahmadiyah menganggap sesat orang yang tak mengimani Mirza dan tak mengizinkannya sebagai imam shalat.
  • Umat Islam dan dunia Islam dari dulu bersikap tegas terhadap kesesatan semacam ini.
  • Pemerintah harus bertindak tegas terhadap kelompok yang merusak agama orang lain

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !