Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

11 Januari 2008

FILE 7 : Islam = Budaya Arab ... ?

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

.

Islam, Budaya Arab ?

.

Saya ini orang Jawa, apakah harus berjenggot, celana cingkrang, menyuruh berhijab (Jilbab) pada keluarga saya?! Bukankah ini semua adat orang Arab? Bukankah masing-masing punya adat sendiri?”

.

Begitulah tanya seorang penelpon kepada pengasuh dialog agama di sebuah stasiun TV. Sepintas, memang ada benarnya juga. Tapi kalau demikian, tentunya ada Islam Sumatra, Islam Kalimantan, dan Islam lokal lainnya.

Itulah kondisi umat Islam sekarang ini, tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia pada umumnya. Kebodohan terhadap agama karena merasa cukup dengan Islam turunan, memang telah mewabah. Pengetahuan Islam yang di dapat dari TK sampai sekolah lanjutan pertama, dianggapnya memadai untuk bekal kehidupan.

Ironisnya lagi, tidak sedikit dari mereka yang dikenal sebagai kaum intelektual, dengan gelar yang berjajar di belakang namanya, ternyata pengetahuan agamanya tidak bertambah, bahkan sangat mungkin berkurang. Dilupakan atau terlupakan karena kesibukan dunia, atau tidak mengerti bahwa ilmu agamalah yang wajib dituntutnya.

Hanya Islam Saja

Jika ditenggok kembali sejarah Jazirah Arab sebelum Islam datang, tentunya akan didapati suatu kondisi masyarakat yang sangat parah kerusakannya. Masa jahiliyah, demikian julukannya. Berbagai kebiasaan, adat dan budaya yang hanya mengedepankan nafsu, banyak bertebaran. Pembunuhan bayi perempuan, perlakuan semena-mena terhadap manusia dan binatang, penindasan dan pelecehan terhadap wanita merupakan hal yang merajalela.

Setelah Islam datang, kebiasaan-kebiasaan jelek itu, termasuk adat dan budaya sedikit-demi sedikit dikikis habis. Islam datang memurnikan agama Nabi Ibrahim kembali, sekaligus menggantikan kebiasaan-kebiasaan yang merusak dengan yang lebih baik.

Islam datang sebagai rahmat untuk alam semesta. Meliputi semua sendi kehidupan. Tidak perlu penambahan, apalagi pengurangan. Baik itu dari budaya, adat kebiasaan setempat maupun dari ajaran agama lain. Semua jalan yang menuju kebaikan telah diterangkan oleh Rasulullah, demikian pula jalan menuju kejelekan. Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.” (Al-Maidah : 3)

Jangankan masalah peribadahan, masalah kecil dalam kehidupan manusia pun secara garis besarnya sudah diatur dalam Al-Qur’an maupun dijelaskan dalam As-Sunnah. Termasuk pula masalah-masalah yang tampaknya remeh, seperti bagaimana seharusnya wanita berjalan, cara berpakaian, hendak masuk rumah orang lain, cara duduk untuk beberapa orang dan lain-lain.

Muslim meriwayatkan, bahwa ada seorang musyrik bertanya kepada Salman Al-Farisi, “Apakah nabi kalian juga mengajari kalian hingga tata cara buang hajat?”

Salman menjawab, “Ya, benar. Beliau melarang kami menghadap kearah kiblat saat buang hajat, melarang kami istinja’ dengan kurang dari 3 batu, dengan tangan kanan, kotoran kering, atau tulang.”

Jadi, seharusnya seorang yang mengaku muslim, mengetahui apa-apa yang telah diatur oleh agamanya. Selain itu harus masuk ke dalamnya secara keseluruhan. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah : 208)

Menurut Thawus dan Mujahid, makna masuk Islam secara keseluruhan adalah masuk dalam semua perkara agama. Sedangkan dalam Tafsir At-Thabari disebutkan, menurut Abu Amr bin Al-Ala’, ayat ini merupakan seruan kepada orang-orang mukmin, agar tidak menyimpang dari jalannya. Seruan kepada kaum mukmin berarti seruan yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman kepada Nabi, yang membenarkan Beliau dan apapun yang Beliau sampaikan.

Lebih lanjut At-Thabari menjelaskan makna kaffah disini merupakan sifat dari Islam. Takwilnya, masuklah kalian dalam pengamalan seluruh makna-makna Islam. Janganlah kalian menyia-nyiakan sebagian darinya wahai orang yang beriman kepada Muhammad dan apa yang disampaikannya.

Yang perlu dicatat, Islam tidak boleh dibelenggu dalam satu sektor kehidupan tanpa sector-sektor yang lain. Tidak boleh dibelenggu dalam satu sisi kehidupan, tanpa sisi yang lain. Makna sempurna dalam ayat di atas dapat dimaknai dengan pencakupannya terhadap segala aspek kehidupan. Tidak perlu ditambah dan dikurangi.

Semua yang disyariatkan Allah merupakan kewajiban bagi seluruh pemeluk agama Islam. Bukan adat orang Arab saja. Sebab, ada perintah dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Rata-rata umat Islam tahunya hanya Al-Qur’an saja yang berisi perintah dan larangan. Sedangkan As-Sunnah, mereka keliru dalam memahaminya. Sunnah nabi, jika dilakukan hanyalah suatu keafdhalan. Mau mengerjakan dapat pahala, kalau tidak tiada berdosa.

Padahal pengertian sunnah yang semacam ini, merupakan istilah yang digunakan para ahli fiqih dalam membagi tingkatan-tingkatan hukum Islam. Seperti haram, makruh, wajib dan mubah. Sedangkan As-Sunnah sendiri, merupakan penjelas Al-Qur’an dan pedoman kaum muslimin. As-Sunnah bisa mempunyai hukum haram, sunah, makruh, maupun mubah. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; danbertqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr : 7)

Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang pada keduanya: Al-Qur’an dan Sunnahku. Keduanya tidak akan berpisah hingga menemuiku di Haudh (telaga).” (HR. Al-Hakim dan Malik).

Jikalau semua adat dan budaya local dapat menjadi syariat Islam, yang terjadi adalah banyaknya perpecahan, bukan persatuan. Contohnya berhijab (jilbab) bagi wanita, jika dianggap adat orang Arab saja maka banyak yang tidak akan menjelankannya. Mereka beralasan bahwa di sana iklimnya panas, sehingga perlu pakaian seperti itu. Bukannya hijab (jilbab) dibela atau dijalankan, tetapi malah banyak yang mencemooh atau bahkan menghujatnya di kalangan umat Islam sendiri.

Sedangkan perpecahan umat ini menjadi kelompok-kelompok dan pembagian menjadi golongan-golongan merupakan hal yang dicela Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Al-Ahzab : 31-32).

Menuntut Ilmu

Kebodohan terhadap ilmu agama akan menyebabkan berbagai macam kerusakan dan kesesatan. Bodoh terhadap ilmu-ilmu yang bermanfaat merupakan penghalang terbesar menuju pada hal-hal yang lurus dan ahlak yang agung. Allah memberitahukan pendustaan kebanyakan orang terhadap para rasul, muncul karena kebodohan mereka terhadap agama ini. Contohnya seperti kasus penanya itu. Sehingga, menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim. Dalam hadits disebutkan, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang muslim.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Ilmu di sini adalah ilmu agama, yaitu bagaimana muamalah hamba terhadap Rabb-Nya. Menurut Ibnu Qudamah (wafat tahun 742H), muamalah disini meliputi tiga macam. Yaitu keyakinan, perbuatan, dan apa yang harus ditinggalkan. Ilmu agama yang wajib diketahui oleh setiap muslim salah satunya adalah apa-apa yang menjadi kewajiban hamba kepada Allah. Tanpa mengetahui ilmunya, tidak akan bisa melaksanakan kewajibannya dengan benar.

Orang beramal tanpa ilmu dan berilmu tetapi menyeleweng adalah dua golongan yang sangat merepotkan. Sulit diatur dan melelahkan orang yang mau meluruskannya. Sampai-sampai Ali bin Abi Thalib berkata, “Patahlah punggungku gara-gara dua orang, yaitu orang berilmu yang menyeleweng dan orang bodoh yang rajin ibadah.”

Kebodohan merupakan pangkal keburukan, apalagi justru kebanyakan manusia itu bodoh dalam hal agama. Benarlah firman Allah yang mengecam manusia, “(Sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Mereka) hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Ar-Rum : 6-7).

Ibnu Katsir mengatakan dalam menafsiri ayat yang ke-7 surat ini, “Maksudnya, kebanyakan manusia seakan tidak punya ilmu kecuali ilmu dunia dengan segala ragamnya. Dalam masalah ini, mereka mahir tetapi lalai (bodoh) terhadap perkara-perkara agama, dalam hal-hal yang bermanfaat bagi mereka di akhirat. Mereka dalam hal agama dan akhirat ini bagai orang dungu yang tak punya nalar dan akal pikiran.”

Mengetahui ilmu atau memahaminya sangat penting untuk menghindari kesesatan, bid’ah, khurafat, tahayul dan syirik, seperti sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah pahamkan dan dalam ilmu agama.” (HR. Bukhari).

Kebaikan merupakan lawan dari keburukan yang di antaranya adalahkesesatan. Dengan ilmu itu, kesesatan diberantas sebab ilmu agama merupakan warisan para nabi. Oleh karena itu pewaris ilmu tersebut atau para ulama merupakan pewaris nabi. Keutamaan ulama dijelaskan oleh Nabi, “Keutamaan seorang alim (berilmu agama) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu (agama), maka barangsiapa mengambilnya (yaitu mengambil warisan ilmu agama) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (HR. At-Tirmidzi).

Ilmu agama dapat diperoleh dengan cara rajin mengaji dengan bimbingan para ustadz, membaca buku, majalah Islami, atau memanfaatkan teknologi yang ada. Tentunya harus dipilih yang benar cara pemahamannya. Insya Allah, dengannya tidak ada lagi terdengar komentar, “Saya orang sini, bukan orang Arab,” ketika menjumpai syariat agama yang asing di masyarakat.

Sumber:

- Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Pustaka Al-Kautsar, 2002.

- Abu Amsaka. Koreksi Terhadap Dzikir Berjamaah M. Arifin Ilham. Darul Falah, 2003.

- Diketik ulang dari Majalah Nikah, Vol. 2, No. 12, Maret 2004. Hal. 28-30

*****

Sumber : safuan.wordpress.com

.

Baca Juga :

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !