Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

07 Juli 2023

FILE 439 : Mengenal Siapakah Ahlul Bait Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam

Bismillaahirrohmaanirrohiim             
Walhamdulillaah,      
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi  wa 'alaa aalihi  wa shahbihi  wa sallam            
Wa ba'du
...

Ahlul Bait Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Siapakah Ahlul Bait?

Dijawab oleh:
Ust. Ammi Nur Baits hafidhahullaah
 
 

Pertanyaan:

Siapakah ahlu bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, tolong dijelasin. Soalnya saya sering bingung…

Makasih.


Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Kalimat ahlul bait terdiri dari dua kata: al-ahl [arab: أهل] dan al-bait [arab: البيت].

Dalam kamus Lisan Al-Arab, Ibnul Mandzur mendefinikan makna Al-Ahl yang memiliki makna berbeda-beda, sesuai kata sambungannya.

أهل المذهب من يدين به، وأهل الأمر ولاته، وأهل الرجل أخص الناس به، وأهل بيت النبي – صلى الله عليه وسلم – أزواجه وبناته وصهره، أعني عليا عليه السلام، وقيل نساء النبي – صلى الله عليه وسلم -. . .، وأهل كل نبي أمته

Kata Ahl jika digandengan dengan madzhab (ahlul madzhab) artinya orang yang menjadikan madzhab itu sebagai prinsip agama. Jika digandeng dengan kata Al-Amr (Ahlul Amri) artinya orang yang mengurusi masalah tersebut. Jika digandengkan dengan kata si A (ahlu si A) artinya, semua orang istimewa di sekitar si A. Jika digandengkan dengan bait nabi (ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), artinya para istri beliau, putri beliau, dan menantu beliau, yaitu Ali bin Abi Thalib ‘alaihis salam, ada juga yang mengatakan, ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam artinya semua wanita yang menjadi pendamping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam… jika digandengkan dengan nama semua nabi, maknannya adalah umatnya. (Lisan Al-Arab, 11/28).

Kesimpulan dari keterangan makna ahlu bait secara bahasa, bahwa ahlul bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya keturunan Bani Hasyim atau keturunan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, (tetapi) termasuk juga para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Kata Ahlu dalam Al-Qur'an

Ada beberapa ayat yang menyebutkan kata ahlu dalam Al-Qur'an. Dengan memahami ayat ini, kita bisa menyimpulkan makna kata ahlu dalam bahasa Al-Qur'an,

Pertama, kisah Allah tentang Ibrahim

Di surat Hud ayat 69 hingga 73, Allah menceritakan tentang Ibrahim yang kedatangan tamu malaikat. Tamu itu disuguhi daging anak sapi panggang, namun mereka tidak menyentuhnya. Mereka memberitahukan misi kedatangannya dan memberi kabar gembira bahwa istri pertama Ibrahim, Ibunda Sarah akan dikaruniai seorang anak bernama Ishaq. Sarah yang waktu itu ada di rumah merasa sangat bahagia bercampur keheranan, sambil tertawa. Di akhir kisah di rumah Ibrahim, Allah menceritakan jawaban Malaikat atas keheranan Sarah,

قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu (wahai Sarah) merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kalian, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (QS. Hud: 73).

Ahlu bait Ibrahim pada ayat di atas adalah istri beliau, ibunda Sarah radhiyallahu ‘anha. Karena, ketika malaikat ini mendatangi kepada Ibrahim, beliau belum memiliki keturunan dari istrinya, Sarah.

Kedua, kisah Allah tentang Musa, sekembalinya dari negeri Madyan

Nabi Musa dinikahkan oleh orang soleh penduduk Madyan dengan putrinya. Maharnya, menjadi pegawai orang itu selama 8 tahun. Setelah berlaku masa pengabdian kepada mertuanya, Musa kembali ke Mesir untuk membebaskan bani Israil dari penjajahan Fir’aun dan bala tentaranya. Ketika di perjalanan, Musa melihat api. Allah ceritakan,

فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ

Tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan Dia berangkat dengan ahlunya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada ahlunya: “Tunggulah (di sini), Sesungguhnya aku melihat api, Mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”. (QS. Al-Qashas: 29).

Allah sebut, istri Nabi Musa ‘alaihis salam dengan ahlu-nya, ahlu Musa. Karena istri jelas bagian dari ahlul bait.

Ketiga, tentang perintah Allah kepada para istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidak tabarruj dan berdiam di rumah,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-Ahzab: 33)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan,

قوله: { إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ } قال: نزلت في نساء النبي صلى الله عليه وسلم خاصة

“Firman Allah di atas turun khusus terkait para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6:410)

Ikrimah rahimahullah (ahli tafsir generasi tabi'in) mengatakan,

من شاء بأهل بيته أنها نزلت في أزواج النبي صلى الله عليه وسلم

“Siapa yang ingin mengetahui ahlul bait beliau, sesungguhnya ayat ini turun tentang para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6:411)

Tafsir inilah yang ditegaskan oleh As-Syaukani dalam Fathul Qadir,

قال ابن عباس وعكرمة وعطاء والكلبي ومقاتل وسعيد بن جبير: إن أهل البيت المذكورين في الآية هن زوجات النبي – صلى الله عليه وسلم – خاصة

Ibnu Abbas, Ikrimah, Atha, Al-Kalbi, Muqatil, dan Said bin Jubair mengatakan: ‘Bahwa makna ahlul bait yang disebutkan dalam ayat (Al-Ahzab: 33) adalah para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. (Fathul Qadir, 4/321).

 

Ahlu Bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits

Mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutthalib.

Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطِيبًا فِينَا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ ؛ فَحَمِدَ اللَّهَ تَعَالَى وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ : …وَإِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ – فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ – قَالَ : وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي

Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di hadapan kami, di dekat mata air, namanya Khum, antara Mekah dan Madinah. Beliau memuji Allah dan memberi nasehat. Kemudian beliau bersabda, “… Aku tinggalkan di tengah kalian dua hal, yang pertama kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Ambillah kitabullah, dan pegangi kuat-kuat – beliau memotivasi untuk berpegang dengan kitabullah. Kemudian beliau bersabda: “Dan ahlu baitku. Aku ingatkan kalian di hadapan Allah tentang ahlu baitku… Aku ingatkan kalian di hadapan Allah tentang ahlu baitku… Aku ingatkan kalian di hadapan Allah tentang ahlu baitku.”

Setelah menyampaikan hadis ini, Hushoin bertanya kepada Zaid, ‘Siapakah yang dimaksud ahlu bait beliau, wahai Zaid? Bukankah para istri beliau termasuk ahlu bait beliau?’

Jawab Zaid,

إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنَّ أَهْلَ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ.. هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ

Istri beliau termasuk ahlu bait, namun termasuk ahlu bait beliau adalah orang yang haram menerima zakat setelah beliau.. Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas. (HR. Ahmad 18464 dan Muslim 2408).

Ali, Aqil, Ja’far, dan Abbas, semuanya adalah Bani Hasyim.

Sementara dalil bahwa Bani Mutthalib termasuk ahlul bait adalah hadits dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بَنُو الْمُطَّلِبِ وَبَنُو هَاشِمٍ شَيْءٌ وَاحِدٌ

“Bani Mutthalib dan Bani Hasyim adalah satu kesatuan.” (HR. Bukhari 2907, An-Nasai 4067 dan yang lainnya).

Al-Mutthalib adalah saudara Hasyim. Hasyim memiliki anak, namanya Syaibah. 

Hasyim meninggal ketika Syaibah masih kecil. Kemudian dia (Syaibah) dibawa oleh pamannya, Al-Mutthalib ke Mekah. Setelah itu, orang mengenal Syaibah dengan julukan Abdul Mutthalib. 

Syaibah atau Abdul Mutthalib adalah kakek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesimpulannya: Ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para istri beliau, keturunan beliau, Bani Hasyim, dan Bani Mutthalib.

Allahu a’lam.

Ilustrasi, sumber: muslimah.or.id

 

Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Syi'ah

Syi'ah mengaku bahwa mereka adalah pembela ahlul bait. Mengaku kelompok paling mencintai ahlul bait. Tapi, pada kesempatan yang sama, mereka melaknat para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama A’isyah dan Hafshah. Bahkan salah satu bagian syahadat mereka adalah mengutuk A’isyah dan Hafshah, dan menegaskan bahwa mereka di neraka.

Anda bisa simak video berikut:


Tokoh mereka begitu semangat menanamkan kebencian kepada A’isyah radhiyallahu ‘anha. Layaknya A’isyah adalah musuh besar Islam. Anda bisa simak video,

Ceramah yang berjudul Itsbat anna ‘Aisyah Kholidatun fi An-Nar (Sebuah Kepastian bahwasanya Aisyah Seorang Wanita yang Kekal di Neraka) oleh Yasir Al-Habib (ulama Syi'ah)

 

Ahlul Bait, Ahlus Sunah dan Syi'ah

Dalam catatan, para ahlul bait yang dianggap sebagai imam syi'ah saat ini, mereka menikah dengan putri keturunan ahlus sunah. Sebaliknya putri keturunan ahlul bait, juga dinikahkan dengan lelaki ahlus sunah. Sebagian dari Bani Umayyah dan Abbasiyah – (yang) sangat dimusuhi syi'ah –. 

Dan tidak ada satupun dalam catatan sejarah, ahlul bait menikah dengan orang syi'ah yang hidup sezaman dengan mereka. Hingga Dr. Muhammad Utsman al-Khamis dalam salah satu acara televisi, beliau menantang orang syi'ah untuk menyebutkan satu kasus pernikahan antara ahlul bait dengan orang syi'ah yang hidup di zaman imam mereka. Jika benar Imam 12 itu mencintai syi'ah, sebutkan satu kasus pernikahan antara ahlul bait dan syi'ah. 

Anda bisa simak keterangan beliau di video berikut, (Video sudah terhapus dari Youtube -Sa'ad) 

Berikut di antara bukti hubungan pernikahan antara ahlul bait dengan ahlus sunah yang dimusuhi syi'ah,

Pertama, pernikahan Ummu Kultsum bintu Ali bin Abi Thalib dengan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhum.
Ummu Kultsum putri Ali bin Abi Thalib, dari ibu Fatimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu Kultsum dinikahi oleh Umar bin Khattab ketika beliau masih kecil. Beliau menikahinya dengan mahar 10 ribu dinar. (Simak Tarikh al-Ya’kubi, 2/150).

Jika menurut Syi'ah: Umar bin Khattab adalah orang kafir, bagaimana mungkin Ali bin Abi Thalib menikahkan putrinya dengan orang kafir?

Kedua, pernikahan Fatimah bintu Ali dengan al-Mundzir bin Ubaidah bin Zubair bin Awwam

Zubair bin Awwam salah satu sahabat yang sangat dibenci syi'ah. Karena perselisihan beliau dengan Ali bin Abi Thalib hingga meletus peristiwa Perang Jamal.

Di saat yang sama, Ali menikahkan putrinya Fatimah dengan cucu Zubair, yang bernama al-Mundzir.

Ketiga, pernikahan Ramlah bintu Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Marwan bin Hakam dari bani Umayyah. 

Semua syi'ah sepakat, mereka memusuhi Bani Umayyah, terutama pemimpinnya, di antaranya Marwan bin Hakam dan keturunannya. Celaan mereka untuk Muawiyah, Yazid, dan Marwan hampir tidak bisa dihitung, saking banyaknya.

Di saat yang sama, Ali bin Abi Thalib menikahkan putrinya, Ramlah dengan Muawiyah bin Marwan bin Hakam. Jika Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu memusuhi mereka, tidak mungkin putrinya dinikahkan dengan Bani Umayyah.

Keempat, Pernikahan Sukainah bintu Husain dengan Mus’ab bin Zubair

Sukainah adalah putri Husain bin Ali dari istri Rabab bintu Umru’ al-Qois al-Kalbiyah. 
 
Beliau dinikahi Mus’ab bin Zubair dan melahirkan Fatimah. Kemudian Mus’ab dibunuh oleh penduduk Kufah (Irak). Dia pernah mengatakan kepada penduduk Kufah,

يتمتموني صغيرة وأيمموني كبيرة، قتلتم جدي وأبي وعمي وأخوتي وزوجي

“Kalian membuatku yatim ketika aku kecil, dan kalian membuatku janda ketika sudah besar. Kalian membunuh kakekku, ayahku, pamanku, saudara-saudaraku, dan suamiku.”

Kakeknya (Ali bin Abi Thalib) dibunuh orang Kufah (Khawarij).

Ayahnya (Husain bin Ali) dibunuh di Karbala oleh orang Kufah.

Setelah suami pertama meninggal, beliau menikah dengan Abdullah bin Utsman. Setelah Abdullah bin Utsman meninggal, beliau menikah dengan Zaid bin Umar bin Utsman (cucu Utsman bin Affan). (Al-Muntaqa min an-Nasab, hlm. 57).

Andai ada tititk permusuhan antara Husain dengan Utsman, niscaya putrinya tidak akan sudi menikah dengan keturunan Utsman.

Kelima, pernikahan Fatimah bintu Husain dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan.

 
Sebelumnya Fatimah menikah dengan al-Hasan bin Hasan bin Ali. Setelah berpisah, beliau dinikahi oleh Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan

Setelah berpisah dengan suami pertama, beliau dinikahi oleh Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan, dan melahirkan anak Muhammad ad-Dibaj, al-Qosim, dan Ruqayah.

Keenam, orang tua Ja’far as-Shodiq

Ja’far as-Shodiq adalah putra dari Muhammad al-Baqir. Muhammad al-Baqir merupakan imam kelima dan Ja’far merupakan imam ke-6, menurut syi'ah. Beliau hidup sezaman dengan Imam Malik. Siapakah orang tua Ja’far?

Jalur Ayah beliau keturunan Ali bin Abi Thalib: Muhammad al-Baqir bin Ali Zainul Abidin bin Husain bin Ali.

Kakek dan nenek beliau dari jalur ibu, keduanya adalah cucu Abu Bakr as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ada satu ungkapan beliau yang sangat terkenal,

ولدني ابو بكر مرتين

“Abu Bakr melahirkanku dua kali.” (al-Muntaqa min an-Nasab, hlm. 61)

Ketujuh, pernikahan Ali ar-Ridha dengan Ummu Habib, putri khalifah al-Makmun bin Harun ar-Rasyid.

Ali ar-Ridha bin Musa al-Kadzim diklaim sebagai imam Syi'ah Itsna Asyariyah ke-8. Beliau wafat tahun 303 H. Beliau menikah dengan Ummu Habib, cucu al-Makmun bin Harun ar-Rasyid, khalifah Bani Abbasiyah.

Beliau juga memiliki budak wanita bernama Sakan. Dari budak ini, beliau mendapatkan anak bernama Muhammad al-Jawad. Muhammad al-Jawad diklaim sebagai imam Syi'ah Itsna Asyariyah ke-9. Muhammad al-Jawad menikah dengan Ummu Fadhl putri Khalifah al-Makmun bin Harun ar-Rasyid. (al-Muntaqa min an-Nasab, hlm. 64)

Anda bisa perhatikan, betapa dekatnya hubungan mereka dengan kaum muslimin ahlus sunah, baik dari Bani Umayyah maupun Abasiyah, yang dimusuhi syi'ah.

Allahu a’lam.

********
 
 
File terkait:
Subhanakallohumma wa bihamdihi,     
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika      
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin