Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

20 November 2020

FILE 405 : Tayammum dengan Satu Kali atau Dua Kali Tepuk?

Bismillaahirrohmaanirrohiim             
Walhamdulillaah,      
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi  wa 'alaa aalihi  wa shahbihi  wa sallam            
Wa ba'du
...

Tata Cara Tayammum

Dijawab oleh:
Asatidzah Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Majalah As-Sunnah
 
 

Pertanyaan:

Assalamu’alaikumu warahmatullahi wa Barakatuh

Mana yang lebih rajih: tayammum satu kali tepuk dengan mengusap muka kemudian langsung kedua pergelangan tangan atau dua kali tepuk satu ke muka dan satu lagi ke tangan sampai siku.

Jawab:

Wa’alaikumus salam Warahmatullahi Wabarakatuh

Memang dalam masalah yang saudara tanyakan ada perbedaan pendapat para ulama ahli fikih. Namun pendapat yang lebih kuat adalah sekali tepuk atau tempel ke tanah, sebagaimana dijelaskan firman Allâh Azza wa Jalla :

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu [QS. Al-Mâ’idah [5]:6].

Tayamum ini cukup dengan sekali tepukan. Apalagi didukung oleh hadits ‘Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu 'anhu yang berkata:


بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ، فَأَجْنَبْتُ فَلَمْ أَجِدِ المَاءَ، فَتَمَرَّغْتُ فِي الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا، فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ، ثُمَّ نَفَضَهَا، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Lantas Beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya Beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali tepukan lalu meniupnya. Kemudian Beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. [HR. Al-Bukhâri no. 347, Muslim no. 368].

Dan dalam salah satu lafadz riwayat al-Bukhâri rahimahullah ,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَنِي ، فَأَجْنَبْتُ فَتَمَعَّكْتُ بِالصَّعِيدِ، فَأَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْنَاهُ، فَقَالَ: إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا. وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً

Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku, lalu aku mengalami junub sehingga aku berguling-guling di atas tanah. kemudian kami datangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Sebenarnya cukup untukmu berbuat demikian! Beliaupun mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali tepuk (usapan)”.

Hal ini diperjelas dalam riwayat Imam Muslim rahimahullah :

إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً

Sebenarnya cukup untukmu berbuat demikian! Kemudian Beliau pun menepukkan kedua tangannya ke tanah sekali tepuk

Demikian juga dalam hadits Abu Juhaim al-Anshâri Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:

أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ، فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ، حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى الْجِدَارِ فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ، ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامُ

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari arah sumur Jamal, lalu seorang menjumpai Beliau dan memberi salam, lalu Beliau tidak menjawab salam hingga menghadap ke tembok lalu mengusap wajah dan kedua tangannya kemudian menjawab salam tersebut. [Muttafaqun ‘alaihi].

Pendapat ini adalah pendapat mazhab Hanâbilah[1].

Ilustrasi tayammum

Adapun kewajiban tayammum dengan dua kali tepukan, sekali untuk wajah dan sekali untuk tangan adalah pendapat mazhab Hanafiyah dan satu pendapat dari mazhab Mâlikiyah dan menjadi pendapat mu’tabar dalam mazhab asy-Syâfi’iyah [2] 
berargumentasi dengan hadits ‘Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:

أَنّ عَمَّارا كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّهُمْ تَمَسَّحُوا وَهُمْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالصَّعِيدِ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَضَرَبُوا بِأَكُفِّهِمُ الصَّعِيدَ، ثُمَّ مَسَحُوا وُجُوهَهُمْ مَسْحَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ عَادُوا فَضَرَبُوا بِأَكُفِّهِمُ الصَّعِيدَ مَرَّةً أُخْرَى فَمَسَحُوا بِأَيْدِيهِمْ كُلِّهَا إِلَى الْمَنَاكِبِ وَالْآبَاطِ مِنْ بُطُونِ أَيْدِيهِمْ

‘Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu 'anhu menceritakan bahwa mereka bertayammum ketika mereka bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menggunakan tanah untuk shalat Subuh, lalu mereka menepuk dengan telapak tangan mereka tanah kemudian mengusap wajah sekali usapan kemudian kembali memukulkan telapak tangan mereka ke tanah sekali lagi untuk mengusap tangan mereka semuanya sampai ke pundak dan ketiak dari telapak tangan mereka. [HR Abu Dawud no. 318 dan disahihkan al-Albâni].

Namun disanggah keabsahan hadits ini karena Abaidullâh bin Abdillâh bin ‘Utbah rahimahullah tidak bertemu dengan ‘Ammâr  bin Yâsir Radhiyallahu 'anhu[3]

Seandainyapun dihukumi hadits yang sahih, maka bisa dijawab dengan dua sisi:

  1. ‘Ammâr Radhiyallahu 'anhu tidak menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah mereka berbuat demikian. Beliau hanya menceritakan bahwa kami melakukan ini dan itu. Ketika beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari beliau tata cara tayammum. Sehingga yang menjadi hujjah adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. Dasar jawaban ini adalah ‘Ammâr sendiri mengajari kaum muslimin setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan ketika beliau menjadi pemimpin daerah di masa kekhilafahan Umar Radhiyallahu 'anhu di Kufah bahwa tayammum dengan sekali tepuk untuk wajah dan tangan. [4]
  2. Apabila hal itu terjadi dengan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun, maka tata cara tayammum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelahnya menjadi penghapusnya. Hal ini diutarakan imam asy-Syâfi’i dan selainnya. [5]

Demikian juga berdalil dengan hadits yang berbunyi:

التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ ضَرْبَةً لِلْوَجْهِ , وَضَرْبَةً لِلْيَدَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ

Tayammum dua tepukan, tepukan untuk wajah dan tepukan untuk kedua tangan hingga siku.

Hadits ini diriwayatkan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhumaa secara marfû’ sebagaimana dikeluarkan oleh ad-Darâquthni rahimahullah dalam Sunan-nya 1/180-181, al-Hâkim rahimahullah dalam al-Mustadrak 1/179 dan selainnya dari beberapa jalan:

  1. Jalan periwayatan pertama, ada padanya Ali bin Zhabyân seorang perawi matrûk (lemah sekali).
  2. Dalam jalan kedua, ada Sulaimân bin Arqam juga seorang matrûk (lemah sekali).
  3. Dalam jalan ketiga, ada Sulaimân bin Abi Dawud al-Harâni seorang perawi yang lemah sekali.

Sehingga hadits ini dihukumi hadits yang lemah. 

Ada juga penguat dari hadits Jâbir bin Abdillâh Radhiyallahu anhu dikeluarkan oleh ad-Darâquthni dalam sunannya 1/181, al-Hâkim 1/288 dan al-Baihâqi dalam as-Sunan al-Kubra 1/207. Namun yang benar hadits ini mauqûf kepada Jâbir Radhiyallahu 'anhu.

Demikian juga ada hadits ‘Aisyah Radhiyallahu 'anhuma yang semakna dengannya dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi dalam al-Kâmil 2/442 dan al-Bazâr dalam musnadnya sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nashbur Râyah 1/153 dan Talkhîsh al-Habîr 1/152-153. Namun ada perawi bernama al-Harîsy bin al-Khirît seorang perawi yang lemah, sehingga Abu Hâtim rahimahullah berkata: Ini hadits mungkar dan al-Harîsy bin al-Khirît seorang syaikh yang haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah[6]

Oleh karena itu hadits-hadits ini dilemahkan oleh banyak ulama, di antaranya:

  1. Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berkata: Tidak sah dari Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertayammum dengan dua tepukan dan tidak juga mengusap hingga siku.[7]
  2. Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah, beliau berkata: Hadits-hadits tentang tata cara tayammum tidak ada yang shahih kecuali hadits Abu Juhaim dan ‘Ammâr . Selainnya ada yang lemah dan ada yang diperselisihkan apakah marfu’ sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah mauquf saja dan yang rajih tidak marfu[8]
  3. Asy-Syaukâni rahimahullah, beliau berkata: Kesimpulannya seluruh hadits-hadits yang shahih tidak ada kecuali menyebut sekali tepukan. Semua yang ada tentang dua tepukan tidak lepas dari kelemahan yang menggugurkannya dari derajat i’tibar….Yang benar adalah berhenti dengan yang sudah ada dalam Shahihain dari hadits ‘Ammâr Radhiyallahu 'anhu berupa mencukupkan satu tepukan..[9]
  4. Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam al-Irwâ’ 1/187 dan Silsilah adh-Dha’îfah 3427.

Dengan demikian, jelaslah pendapat yang mencukupkan sekali tepukan adalah pendapat yang rajih (kuat).

Wallahu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XXI/1439H/2017M.  Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

_______

Footnote
[1] lihat al-Mughni 1/320
[2] lihat al-Mabsûth 1/106-
107, al-Istidzkâr 3/164 dan al-Majmû’ 2/186
[3] lihat Fathul Bâri; Ibnu Rajab 2/56-57
[4] lihat Jâmi’ at-Tirmidzi 1/271, al-Ausâth 
2/51-52 dan Ma’âlim as-Sunan 1/86
[5] As-Sunan al-Kubra 1/208, Fathul Bâri ; Ibnu Rajab 2/87-88
[6] lihat al-‘Ilal 1/47
[7] Zâd al-Ma’âd 1/199
[8] Fathul Bâri 1/444
[9] lihat as-Sail al-Jarrâr 1/324-325 dan Nailul Authâr 1/310

******

Sumber: almanhaj.or.id 
 
File terkait:  

Subhanakallohumma wa bihamdihi,    
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika     
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin

11 November 2020

FILE 404 : Apakah Dahi Wajib Menempel Langsung ke Lantai Ketika Sujud?

Bismillaahirrohmaanirrohiim             
Walhamdulillaah,      
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi  wa 'alaa aalihi  wa shahbihi  wa sallam            
Wa ba'du
...

Apakah Dahi Wajib Menempel Langsung ke Lantai Ketika Sujud?

Disusun oleh:
Yulian Purnama hafidhahullaah
 

Pertanyaan: apakah ketika sujud dalam shalat, dahi atau kening harus langsung menempel pada lantai (tanpa ada penghalang)? 

Jawaban dari pertanyaan di atas adalah bahwa dahi atau kening tidak wajib menempel langsung ke lantai. Namun jika bisa menempel ke lantai langsung tanpa penghalang, itu lebih utama. Jika terhalang oleh sesuatu yang muttashil (bersambungan) dengan orang yang shalat, seperti terhalang peci, sorban, ujung kain lengan, atau semisalnya, maka sujudnya sah dan shalatnya sah. 

 

Dalil Pendapat Jumhur Ulama 

Ini adalah pendapat jumhur ulama. 

Berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

 كُنَّا نُصَلِّي مع رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ في شِدَّةِ الحَرِّ، فَإِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَحَدُنَا أَنْ يُمَكِّنَ جَبْهَتَهُ مِنَ الأرْضِ، بَسَطَ ثَوْبَهُ، فَسَجَدَ عليه 

Dahulu kami pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dalam cuaca yang sangat panas. Jika kami tidak mampu menempelkan dahinya ke tanah, maka dibentangkan kain bajunya lalu sujud di atas kain tersebut“ 

(HR. Bukhari no.1208, Muslim no.620)

Juga hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ’anhu, ia berkata:

  لقد رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في يومٍ مَطِيرٍ ، وهُوَ يتَّقِي الطِّينَ إذَا سَجَدَ بِكِسَاءٍ عليهِ يجْعَلُهُ دونَ يَدَيْهِ إلَى الأرضِ إذَا سَجَدَ

Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam ketika turun hujan beliau berlindung dari tanah ketika sujud menggunakan kain yang dibentangkan di bawah kedua telapak tangannya, di tanah ketika beliau sujud” 

(HR. Ahmad no. 2385, dishahihkan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij al Musnad)

Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan:

 ولا تجب مباشرة المصلي بشيء من هذه الأعضاء . قال القاضي : إذا سجد على كور العمامة أو كمه أو ذيله ، فالصلاة صحيحة 

“Tidak wajib orang yang shalat menempelkan semua anggota sujudnya secara langsung (ke lantai). Al Qadhi berkata: jika orang sujud tertutup lipatan sorbannya atau ujung kain sorbannya maka sah shalatnya” (Al Mughni, 1/305). 

Imam an Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan masalah ini beliau mengatakan:

 وقال مالك وأبو حنيفة والأوزاعي وإسحاق وأحمد في الرواية الأخرى : يصح ، قال صاحب التهذيب : وبه قال أكثر العلماء 

“Pendapat Malik, Abu Hanifah, Al Auza’i, Ahmad dalam salah satu riwayat, mereka mengatakan: sujudnya sah. Penulis kitab at Tahdzib mengatakan: ini adalah pendapat mayoritas ulama” (Al Majmu’, 3/397-400). 

 

Jika Rambut Terjurai Hingga Menutupi Kening 

Dari sini, maka jika rambut terjurai hingga menutupi kening, maka tidak mengapa dan tidak perlu ditahan dengan tangan. Karena justru terdapat larangan terhadap hal ini. 

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu, Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

 أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةٍ، لاَ أَكِفَّ شَعْرًا وَلاَ ثَوْبًا 

Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh (anggota sujud) dan diperintahkan untuk tidak menahan rambut ataupun pakaian (ketika sujud)” 

(HR. Bukhari no. 810, Muslim no. 490)

Namun jika ia memakai peci atau semisalnya yang menahan rambutnya sehingga tidak menghalangi, dan keningnya bisa menempel ke lantai, itu lebih utama. 

Imam an Nawawi mengatakan: 

 العلماء مجمعون على أن المختار مباشرة الجبهة للأرض 

“Para ulama sepakat bahwa yang paling utama adalah kening menyentuh lantai secara langsung” (Al Majmu’, 3/397-400). 

Wallahu a’lam.

 
******

Sumber: muslim.or.id

Subhanakallohumma wa bihamdihi,    
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika     
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin