Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

08 Agustus 2019

FILE 386 : Rincian Hukum Mendo'akan Orang Kafir

Bismillaahirrohmaanirrohiim            
Walhamdulillaah,      
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi  wa 'alaa aalihi  wa shahbihi  wa sallam            
Wa ba'du 
.... .

Hukum Mendoakan Orang Kafir
.
Dijawab oleh:
Ust. Musyaffa Addariny, M.A. hafidhahullaah

.
Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh

Maaf, saya mau bertanya.
Apa kita tidak boleh mendoakan orang lain selain muslim yang hidup ataupun sudah meninggal? 
Sebab pernah teman berkata, jangan doakan mereka karena tidak akan di-ijabah. 
Terimakasih.
.

Jawaban:

Waalaikum salam warohmatulloh wabarokatuh.
. 
Alhamdulillahi wakafa, was sholatu wassalamu ala rosulihil musthofa, wa ala aalihi wa shohbihi wa maniqtafa. 

Amma ba’du,
.
Mendoakan orang kafir, bisa diperinci menjadi empat:
.

PERTAMA: Mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah
.
Para Ulama telah sepakat (Ijma’) akan bolehnya hal ini. Di antara dalilnya adalah hadits berikut:
.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَدِمَ الطُّفَيْلُ وَأَصْحَابُهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ دَوْسًا قَدْ كَفَرَتْ وَأَبَتْ، فَادْعُ اللَّهَ عَلَيْهَا! فَقِيلَ: هَلَكَتْ دَوْسٌ! فَقَالَ: اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَائْتِ بِهِمْ!ـ

.
Abu Huroirah -rodliyallohu 'anhu- mengatakan: (Suatu hari) At-Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan: “Ya Rosululloh, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam), maka doakanlah keburukan untuk mereka! Maka ada yang mengatakan: “Mampuslah Kabilah Daus”. Lalu beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam mengatakan: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka (kepadaku). 
(HR. Bukhori 2937 dan Muslim 2524, dengan redaksi dari Imam Muslim)

Hadits berikut juga menunjukkan bolehnya mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah:
..

عَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه، قَالَ: كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَرْحَمُكُم اللَّهُ، فَيَقُولُ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
.

Abu Musa -rodliyallohu 'anhu- mengatakan: “Dahulu Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, mereka berharap beliau mau mengucapkan doa untuk mereka “yarhamukalloh (semoga Allah merahmati kalian)”, maka beliau mengatakan doa: “yahdikumulloh wa yushlihabalakum (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan memperbaiki keadaan kalian)” 
(HR. Tirmidzi 2739 , dan yang lainnya, dishohihkan oleh Syeikh Albani)

.

KEDUA: Mendoakan kebaikan dalam perkara dunia
.
Hal ini dibolehkan karena adanya contoh dari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-… lihatlah dalam hadits di atas, beliau mendoakan kepada Kaum Yahudi:
.

يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
.

Semoga Allah memberi kalian hidayah, dan memperbaiki keadaan kalian 

Ada juga ikrar (persetujuan) Rosulullah –shollallohu 'alaihi wasallam– dalam hal ini:
.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ قَالَ 
بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ فَنَزَلْنَا بِقَوْمٍ، فَسَأَلْنَاهُمُ القِرَى فَلَمْ يَقْرُونَا 
فَلُدِغَ سَيِّدُهُمْ فَأَتَوْنَا فَقَالُوا: هَلْ فِيكُمْ مَنْ يَرْقِي مِنَ العَقْرَبِ؟ 
قُلْتُ: نَعَمْ أَنَا، وَلَكِنْ لاَ أَرْقِيهِ حَتَّى تُعْطُونَا غَنَمًا 
قَالُوا: فَإِنَّا نُعْطِيكُمْ ثَلاَثِينَ شَاةً 
 فَقَبِلْنَا فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ: الحَمْدُ لِلَّهِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، فَبَرَأَ وَقَبَضْنَا الغَنَمَ 
قَالَ: فَعَرَضَ فِي أَنْفُسِنَا مِنْهَا شَيْءٌ فَقُلْنَا: لاَ تَعْجَلُوا حَتَّى تَأْتُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
قَالَ: فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَيْهِ ذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي صَنَعْتُ، قَالَ: وَمَا عَلِمْتَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اقْبِضُوا الغَنَمَ وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ

.
Abu Said al-Khudri mengatakan: (Suatu saat) Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- menugaskan kami dalam Sariyyah (pasukan kecil), lalu kami singgah di suatu kaum, dan kami meminta mereka agar menjamu kami tapi mereka menolaknya. 
Lalu pemimpin mereka terkena sengatan hewan, maka mereka mendatangi kami, dan mengatakan: “Adakah diantara kalian yang bisa meruqyah sakit karena sengatan Kalajengking?”. 
Maka kujawab: “Ya, aku bisa, tapi aku tidak akan meruqyahnya kecuali kalian memberi kami kambing”. 
Mereka mengatakan: “Kami akan memberikan 30 kambing kepada kalian”. 
Maka kami menerima tawaran itu, dan aku bacakan kepada (pemimpin)nya surat Alhamdulilah sebanyak 7 kali, maka ia pun sembuh, dan kami terima imbalan (30) kambing.
Abu Sa’id mengatakan: Lalu ada sesuatu yang mengganjal di hati kami (dari langkah ini), maka kami mengatakan: “Jangan tergesa-gesa (dengan imbalan kambing ini), sampai kalian mendatangi Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-.
Abu sa’id mengatakan: Maka ketika kami mendatangi beliau, aku menyebutkan apa yang telah kulakukan. Beliau mengatakan: “Dari mana kau tahu, bahwa (Alfatihah) itu Ruqyah? Ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya”. 
(HR. Tirmidzi [2063] dengan redaksi ini, kisah ini juga diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori [2276] dan Shohih Muslim [2201])

Hadits ini menjelaskan bolehnya kita me-ruqyah orang kafir agar sakitnya sembuh, dan ini merupakan bentuk dari tindakan mendoakan kebaikan untuk mereka dalam urusan dunia.

Di antara dalil dalam masalah ini adalah dibolehkannya kita menjawab salamnya orang kafir, walaupun bolehnya hanya sebatas “wa’alaikum“, sebagaimana sabda Nabi –shollallohu alaihi wasallam-:

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ
.
“Jika seorang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah dengan ucapan: “Wa’alaikum“. 
(HR. Bukhori [5788], dan Muslim [4024])

Ada juga contoh dari salah seorang Sahabat Nabi dalam masalah ini:
.

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ: أَنَّهُ مَرَّ بِرَجُلٍ هَيْئَتُهُ هَيْئَةُ مُسْلِمٍ، فَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ: إِنَّهُ نَصْرَانِيٌّ! فَقَامَ عُقْبَةُ فَتَبِعَهُ حَتَّى أَدْرَكَهُ. فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالك، وولدك
.
Uqbah bin Amir al-Juhani -rodhiallohu anhu- menceritakan: bahwa dia pernah berpapasan dengan seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, maka ia pun menjawabnya dengan ucapan: “wa’alaika wa rohmatulloh wabarokatuh”
Maka pelayannya mengatakan padanya: Dia itu seorang nasrani!
Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga ia mendapatkannya, maka ia mengatakan: “Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu” 
(HR. Bukhori dalam kitabnya Adabul Mufrod 1/430, dan di-hasan-kan oleh Syeikh Albani)

Banyak ulama yang memberi batasan: bahwa orang kafir yang didoakan kebaikan, harus bukan dalam kategori kafir harbi (yakni kafir yang memerangi Kaum Muslimin). Dan ini sangatlah tepat. Syeikh Albani -rohimahulloh- mengatakan: 
.

ولكن لا بد أن يلاحظ الداعي أن لا يكون الكافر عدواً للمسلمين
.
Akan tetapi, orang yang mendoakan kebaikan harus memperhatikan, bahwa orang kafir tersebut bukanlah musuh (perang) bagi Kaum Muslimin. 
(Ta’liq Kitab Adab Mufrod 1/430)
.

KETIGA: Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir 

Para ulama telah sepakat (Ijma’) bahwa hal ini diharamkan:
.

قال النووي رحمه الله : وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع
.
Imam Nawawi -rohimahulloh- mengatakan: “Adapun menyolati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka ini merupakan perbuatan haram, berdasarkan nash Alqur’an dan Ijma’. 
(al-Majmu’ 5/120)
.

وقال ابن تيمية رحمه الله: إن الاستغفار للكفار لا يجوز بالكتاب والسنَّة والإجماع
.
Ibnu Taimiyah -rohimahulloh- juga mengatakan: Sesungguhnya memintakan maghfiroh untuk orang-orang kafir tidak dibolehkan, berdasarkan Alqur’an, Hadits, dan Ijma’. 
(Majmu’ul Fatawa 12/489)
.

Dan dalil paling tegas dalam masalah ini adalah firman Allah ta’ala:
.

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
.
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim. 
 (QS. at-Taubah: 113)
.
KEEMPAT: Mendoakan agar diampuni dosanya ketika mereka masih hidup
.
Hal ini dibolehkan dengan dalil hadits berikut:
.

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بن مسعود: كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي نَبِيًّا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ ضَرَبَهُ قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
.
Abdullah bin Mas’ud mengatakan: “Seakan-akan aku sekarang melihat Nabi Muhammad-shollallohu alaihi wasallam- bercerita tentang seorang Nabi yang dipukul oleh kaumnya hingga bercucur darah, dan ia mengusap darah tersebut dari wajahnya, tapi ia tetap mengatakan: “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. 
(HR. Bukhori 3477)
.

Memang Hadits ini tidak tegas mengatakan bahwa Nabi yang mendoakan ampunan tersebut adalah Nabi Muhammad –shollallohu alaihi wasallam-.Namun ada riwayat lain yang tegas mengatakan bahwa doa tersebut juga diucapkan oleh Nabi kita Muhammad –shollallohu alaihi wasallam– kepada kaumnya yang masih kafir:
.

عن سهل بن سعد قال: شهدت النبي – صلى الله عليه وسلم – حين كُسِرت رباعِيتُهُ وجُرح وجهه وهُشمت البيضة على رأسه، وإني لأعرف من يغسل الدم عن وجهه، ومن ينقل عليه الماء، وماذا جعل على جرحه حتى رقأ الدم؛ كانت فاطمة بنت محمد رسول الله – صلى الله عليه وسلم – له تغسل الدم عن وجهه، وعلي- رضي الله عنه- ينقل الماء إليها في مِجنَّةٍ، فلما غسلت الدم عن وجه أبيها أحرقت حصيراً، حتى إذا صارت رماداً أخذت من ذلك الرماد، فوضعته على وجهه حتى رقأ الدم
ثم قال يومئذ: اشتد غضب الله على قوم كلموا وجه رسول الله – صلى الله عليه وسلم. ثم مكث ساعة، ثم قال: اللهم! اغفر لقومي؛ فإنهم لا يعلمون
.
Sahal bin Sa’ad -rodliallohu anhu- mengatakan: 
Aku telah menyaksikan Nabi -shollallohu alaihi wasallam- saat gigi serinya patah, wajahnya terluka, dan helm perang di kepalanya pecah. Sungguh aku juga tahu siapa yang mencuci darah dari wajahnya, siapa yang mendatangkan air kepadanya, dan apa yang ditempatkan di lukanya hingga darahnya mampet. 
Adalah Fatimah putri Muhammad utusan Allah yang mencuci darah dari wajah, dan Ali -rodliallohu anhu- yang mendatangkan air dalam perisai.Maka ketika Fatimah mencuci darah dari wajah ayahnya, dia membakar tikar, sehingga ketika telah menjadi abu, ia mengambil abu itu, lalu menaruhnya di wajah beliau, hingga darahnya mampet.  
Ketika itu beliau mengatakan: “Telah memuncak kemurkaan Allah atas kaum yang melukai wajah Rosulullah”. Lalu beliau diam sebentar, dan mengatakan: “Ya Allah ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. 
(HR. Thabrani, dan Syeikh Albani dalam Silsilah Shohihah [7/531] mengatakan: Sanadnya Hasan atau Shohih)
.

Di antara dalil dalam masalah ini adalah Mafhum Mukholafah dari firman Allah berikut:
.

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (*) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
.
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.  
(QS. at-Taubah: 113-114)
.

Ayat ini mengaitkan “larangan memintakan ampun untuk Kaum Musyrikin”, dengan keadaan “sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka”. Sehingga sebelum jelas menjadi penghuni neraka, boleh dimintakan ampun
. 
Dan telah shohih dari Ibnu Abbas, bahwa maksud dari firman Allah yang artinya: “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah” adalah “setelah mati dalam keadaan kufur”. Sehingga sebelum kematiannya, masih boleh dimintakan ampun.
.
Berikut Atsar dari Ibnu Abbas tersebut:
.

عن سعيد بن جبير قال : توفى أبو رجل ، وكان يهوديا ، فلم يتبعه ابنه ، فذكر ذلك لابن عباس ، فقال ابن عباس : وما عليه، لو غسله ، واتبعه ، واستغفر له ما كان حيا. ثم قرأ ابن عباس (فلما تبين له أنه عدو لله تبرأ منه) * يقول : لما مات على كفره
.
Sa’id bin Jubair mengatakan: Ada salah seorang ayah meninggal, dan dia seorang yahudi, sehingga putranya (yang muslim) tidak mengikuti (jenazah)nya, lalu hal itu diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka beliau mengatakan: “Tidak sepatutnya ia melakukannya, (alangkah baiknya) apabila ia memandikannya, mengikuti (jenazah)nya, dan memintakan ampun baginya ketika masih hidup. Kemudian Ibnu Abbas membaca ayat (yang artinya): “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, ia pun berlepas diri darinya”, maksudnya: “ketika ia mati dalam keadaan kafir”. 
(Mushonnaf Abdurrozzaq 6/39)
.
Dan kesimpulan bolehnya memintakan ampun bagi orang-orang kafir selama masih hidup ini, juga banyak dinyatakan oleh para ulama, di antaranya:
.
Imam At-Thobari –rohimahulloh-, beliau mengatakan dalam tafsirnya:
.

وقد تأول قوم قول الله: {ما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ولو كانوا أولى قربى}… الآية، أن النهي من الله عن الاستغفار للمشركين بعد مماتهم، لقوله: {من بعد ما تبين لهم أنهم أصحاب الجحيم} وقالوا: ذلك لا يتبينه أحد إلا بأن يموت على كفره، وأما هو حي فلا سبيل إلى علم ذلك، فللمؤمنين أن يستغفروا لهم
.
Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah (yang artinya): Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya)… -hingga akhir ayat-; bahwa larangan dari Allah untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir), karena firman-Nya (yg artinya): “sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim”. Mereka mengatakan: “alasannya, karena tidak ada yang bisa memastikan (bahwa dia ahli neraka), kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya, adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yang bisa mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka
(Tafsir Thobari 12/26)
.

Dan inilah pendapat yang dipilih oleh beliau dalam tafsirnya. (lihat Tafsir Thobari 12/28)
.

Imam Al-Qurtubi juga mengatakan dalam tafsirnya:
.

وَقَدْ قَالَ كَثِيرٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ: لَا بَأْسَ أَنْ يَدْعُوَ الرَّجُلُ لِأَبَوَيْهِ الْكَافِرَيْنِ وَيَسْتَغْفِرَ لَهُمَا مَا دَامَا حَيَّيْنِ. فَأَمَّا مَنْ مَاتَ فَقَدِ انْقَطَعَ عَنْهُ الرَّجَاءُ فَلَا يُدْعَى لَهُ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَانُوا يَسْتَغْفِرُونَ لِمَوْتَاهُمْ فَنَزَلَتْ فَأَمْسَكُوا عَنِ الِاسْتِغْفَارِ وَلَمْ يَنْهَهُمْ أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْأَحْيَاءِ حَتَّى يَمُوتُوا
.
Banyak ulama mengatakan: Tidak mengapa bagi seorang (muslim) mendoakan kedua orang tuanya yang kafir, dan memintakan ampun bagi keduanya selama mereka masih hidup. Adapun orang yang sudah meninggal, maka telah terputus harapan (untuk diampuni dosanya). Ibnu Abbas mengatakan: “Dahulu orang-orang memintakan ampun untuk orang-orang mati mereka, lalu turunlah ayat, maka mereka berhenti dari memintakan ampun. Namun mereka tidak dilarang untuk memintakan ampun bagi orang-orang yang masih hidup hingga mereka meninggal”. 
(Tafsir Qurtubi 10/400)
.

Inilah pendapat paling kuat dalam masalah ini, karena bersandarkan dalil dari Alqur’an, Hadits, dan Perkataan Shahabat. Karenanya banyak dari kalangan ulama, memilih pendapat ini.  
.
Namun ada dua hal yang perlu digarisbawahi di sini:

  • Bahwa yang lebih afdhol adalah mendoakan orang yang kafir agar diberikan hidayah masuk Islam. Karena inilah yang sering dilakukan oleh Nabi Muhammad –shollallohu alaihi wasallam-, dan inilah yang telah disepakati bolehnya oleh para ulama.
  • Ampunan yang sempurna tidak akan diberikan kepada orang kafir, selama dia masih kafir. Sehingga arti dari doa meminta ampunan untuk mereka adalah: ampunan dari sebagian dosa selain kesyirikan dan kekafirannya, atau ampunan untuk semua dosanya dengan jalan diberi hidayah dahulu untuk masuk Islam.

Sekian… wallohu ta’ala a’lam… dan semoga bermanfa’at. 

Washollallohu wasallama wabaaroka ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin, ila yaumiddin… walhamdulillahi robbil 'aalamin  

*****

Sumber: konsultasisyariah.com


Subhanakallohumma wa bihamdihi,  
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika   
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin