Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
.
‘AGAMA’ Ahmadiyyah (LAGI)
.
Pada tanggal 16 April 2008, Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) memutuskan bahwa kelompok Ahmadiyyah menyimpang dari Islam, harus dilarang dengan SKB tiga menteri dan Ahmadiyyah harus menghentikan seluruh aktivitasnya. Keputusan tersebut diambil setelah Ahmadiyyah diberikan jangka waktu 3 (tiga) bulan -terhitung 15 Januari 2008- untuk membuktikan 12 poin pernyataan tentang aqidahnya.
Yang menarik, tanggapan masyarakat (khususnya muslim) terhadap keputusan Bakor Pakem di atas amat beragam, antara pro dan kontra. Padahal sikap Islam terhadap jenis kepercayaan seperti Ahmadiyyah ini amatlah jelas. Ambillah missal kejadian serupa pada Lia Aminudin (Lia Eden) dan Ahmad Mushaddeq. Ketika itu umat Islam Indonesia (baik yang bener-bener, maupun yang cuma “KTP”) sepakat dan satu suara (kecuali para pengikut ajarannya dan pendukung JIL) dalam menyikapi bahwa kedua kelompok tersebut sesat dan harus dilarang/dibubarkan. Adanya pro kontra dalam menyikapi keputusan Bakor Pakem terhadap Ahmadiyyah di atas patut dipertanyakan.
Saya ingin mengajak antum (anda) –saudaraku sesama muslim-, untuk bersama-sama berpikir. Jika kita cermati tiga kelompok di atas (Ahmadiyyah, Ahmad Mushaddeq dan Lia Eden), dapat kita simpulkan bahwa akar kesesatan mereka adalah sama, yakni MENGAKUI ADANYA NABI SETELAH NABI MUHAMMAD Shollallohu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam. TIDAK SAMAR LAGI AKAN HAL INI kecuali orang-orang yang dibutakan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Perbedaan Ahmadiyyah dengan dua kelompok lainnya (Lia Eden dan Ahmad Mushaddeq) yang selama ini telah banyak menipu dan rancu di masyarakat (terutama muslim) adalah mereka masih mengakui Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam sebagai Khotamun Nabiyyin. Sementara Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mursyid (imam), pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Sifat pembawa berita gembira dan pemberi peringatan tidaklah dilekatkan kecuali kepada para Nabi, sebagaimana disebutkan di banyak tempat dalam Al-Qur’an. Lihat QS. Al-Baqarah: 119, Al-Maa-idah: 19, Al-A’raaf: 188, Huud: 2, Al-Isra’: 105, Al-Furqan: 56, Saba’: 28, dan Faathir: 34.
Pernyataan kelompok Ahmadiyyah bahwa Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam adalah Khotamun Nabiyyin perlu diklarifikasi. Apa maksud perkataan mereka tentang Khotamun Nabiyyin itu ?
Pada kajian rutin Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat di Krukut, Gajah Mada, Jakarta Pusat, pada bulan Maret 2008 yang lalu, beliau menceritakan dialog empat mata antara beliau dengan seorang anggota Ahmadiyyah. Orang tersebut menyatakan dalam dialog bahwa dia meyakini bahwasanya Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam adalah Khotamun Nabiyyin sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Ahzab: 40. Namun kalimat Khotamun Nabiyyin tersebut dia tafsirkan dengan Cincin/Perhiasan Para Nabi, karena salah satu makna khotamun dalam Bahasa ’Arab adalah cincin atau perhiasan (Lihatlah kesesatan yang timbul akibat memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa mengikuti metode pemahaman para shohabat rodliyallohu ’anhum jamii’an dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. BAGAIMANA SEHARUSNYA ?). Dengan demikian, menurut dia Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam memang Khotamun Nabiyyin, bukan PENUTUP PARA NABI tapi PERHIASAN PARA NABI.
Oleh karena itu kita dapat memahami bahwa sesungguhnya Ahmadiyyah masih mengakui adanya Nabi setelah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam, walaupun mereka menyangkalnya. Karena istilah Nabi itu telah mereka samarkan dan mereka pelintir dengan istilah mursyid (imam), pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
Wahai kaum muslimin, bukankah hal ini jelas-jelas menunjukkan kesesatan pengikut Ahmadiyyah YANG SUDAH TEGAK HUJJAH ATASNYA, sebagaimana sesatnya para pengikut Musailamah Al-Kadz-dzab dan Al-Aswad al-'Ansyi yang telah diperangi oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq Rodliyallohu ’anhu ?
Seandainya Ahmadiyyah dengan tegas menyatakan kelompoknya sebagai suatu AGAMA/ALIRAN KEPERCAYAAN yang TERPISAH DARI ISLAM, masalahnya akan berhenti di sini. Toh negara kita, Indonesia, juga telah menjamin dan melindungi kebebasan beragama dan memeluk kepercayaan terhadap semua warga negaranya.
Janganlah antum (anda) menyatakan bahwa Ahmadiyyah masih merupakan suatu aliran dalam Islam sebab sama-sama meyakini kenabian Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam dan Al-Qur’an sebagai kitab suci. Kita umat Islam pun masih meyakini Nabi Musa dan Nabi ’Isa ’alaihimash sholaatu wassalam sebagai nabi serta Taurat dan Injil yang diturunkan Alloh kepada keduanya sebagai kitab suci. Namun apakah hal tersebut berarti Islam merupakan salah satu aliran dalam agama Yahudi atau Nashrani ?
Satu hal lagi yang perlu kita cermati, bahwa Ahmadiyyah di Indonesia telah terbagi menjadi dua macam aliran, AHMADIYYAH QODIYAN dan AHMADIYYAH LAHORE. Berbagai penjelasan di atas lebih cenderung tertuju kepada Ahmadiyyah Qodiyan.
Untuk Ahmadiyyah Lahore, berdasarkan penjelasan di situsnya, aliran Ahmadiyyah yang ini masih mengakui Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam sebagai Nabi TERAKHIR, dan TIDAK ADA Nabi lagi sesudahnya. Sedangkan Mirza Ghulam Ahmad hanyalah seorang Mujaddid (?). Melihat penjelasan dari situsnya tersebut, SEPINTAS aliran Ahmadiyah Lahore memang belum menyimpang dari prinsip pokok Islam. Namun cukuplah kesesatan aliran yang satu ini dari pena’wilannya kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah berdasarkan pendapat mereka sendiri (Antum bisa buktikan langsung di situs mereka), tanpa mengikuti pemahaman yang shohih. Hal ini akan tampak bila kita mencermati artikel yang membahas keyakinan mereka terhadap Mirza Ghulam Ahmad, maka kita akan menjumpai bentuk penyimpangan aqidah lain yang SAMA FATALnya.
Penyimpangan tersebut antara lain terdapat pada aqidah mereka bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Al-Mahdi yang dijanjikan Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam dalam haditsnya. Bagaimana mungkin keyakinan seperti itu bisa timbul setelah kita mengetahui latar belakang Mirza Ghulam Ahmad ? Kita juga mengetahui bahwa yang dimaksud Al-Masih dalam hadits yang dimaksud jelas-jelas adalah Nabi ’Isa ’alaihish sholaatu wassalam. Apakah Mirza Ghulam Ahmad itu Nabi ’Isa ?
Di samping itu, aliran Ahmadiyah Lahore juga berkeyakinan bahwa Nabi 'Isa 'alaihish sholaatu was sallam telah meninggal dunia 2000 tahun yang lalu (?) dan dimakamkan di Srinagar, Kashmir (?).
Aqidah ini jelas-jelas menyelisihi aqidah Islam yang berasal dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shohih. Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah mengabarkan di berbagai tepat dalam Al-Qur'an, juga dalam berbagai hadits Nabi Shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam yang shohih, bahwasanya Nabi 'Isa 'alaihish sholaatu was sallam telah diangkat ke langit oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala (saat orang-orang Yahudi merencanakan makar membunuhnya), masih hidup hingga sekarang serta di akhir zaman kelak akan turun untuk membunuh Al-Masih Ad-Dajjal.
Masalah ini serupa dengan realita yang terjadi pada umat Kristen Protestan dan Katholik di Indonesia. Keduanya dipandang sebagai dua agama yang berbeda sejak negara Indonesia berdiri. Padahal jika kita mau mencermati, ternyata POKOK AQIDAH MEREKA SAMA, yaitu meyakini bahwa ’Isa Al-Masih ’alaihish sholaatu wassalam sebagai Tuhan (atau Anak Tuhan dalam istilah mereka). Lalu apa yang membedakan keduanya, padahal POKOK AQIDAHNYA SAMA ?
Saya menanyakan masalah ini kepada kenalan saya yang menganut agama Kristen Protestan. Dia menerangkan bahwa salah satu perbedaan antara agama Kristen Protestan dengan agama Katholik adalah aqidah mereka terhadap Maryam, ibunda ’Isa Al-Masih ’alaihish sholaatu wa salam. Di dalam aqidah agama Katholik, Maryam dikultuskan sedemikian agung; sementara agama Kristen Protestan berkeyakinan bahwa Maryam hanyalah wanita biasa (sebagaimana Maria Magdalena) dan tidak mendapatkan pengkultusan tertentu.
Hal di atas akan sama halnya bila diterapkan kepada Ahmadiyyah, baik yang Lahore maupun Qodiyan.
Alangkah baiknya bila aliran Ahmadiyah Lahore ini ikut DILARANG oleh Pemerintah, untuk mencegah aliran yang satunya (Ahmadiyyah Qodiyan) berkembang biak di Indonesia dengan mengatasnamakan AHMADIYYAH LAHORE (Bertaqiyyah/berbohong ala Syi’ah).
Saya berharap sedikit tulisan singkat ini dapat memberikan sedikit pemahaman mengenai hakikat Ahmadiyyah yang sebenarnya. Antum juga bisa mengklik di sini untuk tahu lebih banyak tentang Ahmadiyyah, dari web-sitenya langsung (Ahmadiyyah Qodiyan atau Ahmadiyyah Lahore), atau dari pengakuan salah satu mantan pengikut jama’ah Ahmadiyyah.
Sesungguhnya hanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang berkuasa memberikan hidayah taufiq, dan Dia memberikannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Alloh adalah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
kalo ahmadiyyah dibubarkan, semua ormas islam (NU,MD,LDII,MTA. dst)juga harus dibubarkan, karena semua merasa benar sendiri, dan mengklaim bahwa merekalah yang akan masuk sorga, sedang selain mereka masuk neraka berdasarkan hadis nabi yang mengatakan bahwa islam akan pecah jadi 73, yang benar cuma satu, lainnya salah dan masuk neraka. opo sorga iku duweke mbahe opo?
BalasHapusAliran Islam lain yang menyimpang dan masuk neraka, tidak mengharuskan
BalasHapusmereka kekal di dalam neraka. Mereka akan diadzab (sesuai kadar
kesesatannya) di neraka karena penyimpangannya, sebagaimana seorang
mu'min pun bisa disiksa di neraka karena maksiat yang dilakukannya.
Hanya saja para 'ulama' telah menerangkan beberapa aliran yang
dianggap sudah di luar Islam karena penyimpangan aqidahnya yang amat
parah, antara lain Syi'ah Rafidhah dan Ahmadiyyah Qodiyan.
Mengenai pembubaran Ormas Islam, hal tersebut merupakan kewenangan
pemerintah. Dan yang berpendapat bahwa "kalo ahmadiyyah dibubarkan,
semua ormas islam (NU,MD,LDII,MTA. dst)juga harus dibubarkan, karena
semua merasa benar sendiri" adalah anda sendiri.