Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

17 April 2008

FILE 45 : Ayat - Ayat Cinta

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

…… .

AYAT-AYAT CINTA??

Oleh

Al-Ustadz Abu Umar Basyir Al-Maidani*)

.

Film ayat-ayat Cinta meledak! Ini isu terbaru, awal-awal tahun 2008. Begitu saya paparkan, dalam salah satu bab buku terbaru saya, FENOMENA AYAT-AYAT SETAN. Buku ini bukan membahas soal Ayat-Ayat Cinta, dalam versi novel atau filmnya. Tapi membahas betapa banyak ayat (tanda-tanda keberadaan) setan di sekitar kita, yang tidak kita sadari. Film Ayat-ayat Cinta, masuk bahasan dalam buku itu. Namun dalam tulisan ini, saya ingin berbicara secara khusus tentang film fenomenal, calon peraih piala citra tersebut. Maka, izinkan saya mengerucutkan pembahasan sejenak, ke topik penting ini.

Sebelum dan sesudahnya, marilah merunduk patuh pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan mereka …”

.Mari, amati baik-baik ayat ini, mungkin untuk kesekian ratus atau kesekian ribu kali dalam hidup kita. Karena di hadapan masyarakat Indonesia sekarang sedang ditanyangkan sebuah film dengan godaan yang begitu dahsyat, untuk ditonton. Bersiap-siaplah, karena keimana kita akan diuji. Karena, sebagai insan beriman, banyak di antara kita yang mungkin merasa penasaran, “seberapa islami-kah film ini? Berbedakah dengan film-film pada umumnya?”

Rasa penasaran itu akan aman, bila diselipkan dalam benak kita saja, lalu kita lanjutkan dengan duduk ber-tafakkur, sambil membaca ayat di atas. Akan berabe, bila akhirnya memaksa kaki kita bergerak lambat-lambat, menuju bioskop!

Atau, kita pilih cara yang lebih aman. Beli VCD atau DVD-nya, lalu nikmati diam-diam. Wah, ternyata betul-betul berbeda! Dahsyat!

Berbeda, karena dalam film ini segala yang sering menjadi simbol-simbol ketaatan orang beriman diekspos nyata. Ada jilbab, ada cadar, ada pengajian, ada tartil bacaan Al-Qur’an, ada banyak nama Allah disebut-sebut. Berbeda, karena segala simbol ketaatan itu di film ini bisa disandingkan dengan nilai-nilai yang melenceng dari aturan syariat. Para ustadz menyebutnya, kefasikan. Si shalih dan si fasik –meminjam bahasa mas Prie GS dalam SMS-nya kepada saya-, bertemu dalam satu tempat. Wah, seru!

Dahsyat? Ya, dahsyat. Karena film ini bisa menggiring para wanita muslimah berjilbab lebar, bahkan sebagian bercadar, yang biasanya malu-malu berkumpul bersama kaum pria yang bukan mahram, untuk secara senyap-senyap, datang ke bioskop. Setidaknya, itulah yang terlihat pada penayangan perdana film ini, di Istora Senayan Jakarta. Amboi…apa yang sebenarnya terjadi?

Sebenarnya, itu bukan apa-apa. Allah sedang menguji kita, sebagaimana Allah memang selalu menguji keimanan para hamba-Nya. Dahulu, ketika wanita berjilbab syar’i masih langka, ujian itu juga datang bertubi-tubi. Saat ujian yang muncul berupa hujatan, kecaman, hingga didepak dari sekolahan, kebanyakan wanita berjilbab lulus ujian. Kekerasan selamanya akan sulit menggertak kaum beriman untuk beringsut dari ketegaran di atas syariat. Tapi saat jilbab ditoleransi, kaum selebritis ikut-ikutan berjilbab, ada pula wanita berjilbab yang menjadi juara nyanyi, bermain sinetron, dan muncul dalam lokasi-lokasi yang kuyup dengan maksiat, banyak yang akhirnya gagal dalam lulus ujian.

Simbol-simbol ketaatan religius itu kini sedang mendapat ujian baru. Celakanya, ujian itu berupa tayangan hiburan yang memanjakan banyak orang. Saat sekian banyak orang mengapresiasi film setengah kolosal ini, memuji dan menyanjungnya, sebagian bersyukur dan malah bersujud syukur, sebagai juru dakwah, sebagai santri, saya malah melihat banyak hal yang perlu diwaspadai pada film ini. Bisa jadi, ini aji menentang arus. Bisa jadi, sikap ini akan menuai dompratan banyak orang. Tapi izinkanlah seorang santri berbicara, demi kepentingan orang-orang seagamanya. Wahai kaum beriman, waspadalah!

Ayat-ayat Cinta, menurut Kang Abik –penulis novel megabest seller, Ayat-ayat Cinta-, artinya tanda-tanda kehadiran cinta. Tapi saya mengkhawatirkan tema lain yang menyeruak diam-diam di belakangnya, ayat-ayat setan. Karena tanda-tanda kehadiran setan itu begitu jelas dan nyata. Saya berani bersumpah, Kang Abik pasti juga merasakan hal itu. Ia sarjana lulusan Al-Azhar, tentu tahu betul aturan syariat. Ketika novelnya difilmkan, pasti Kang Abik merasa bergelayut di antara dua tali panjang: satu tali berisi pundi-pundi rupiah yang digantung rendah. Satu tali lagi berisi aturan-aturan syariat yang harus beliau gengam erat. Untuk bisa memperoleh pundi-pundi rupiah, dengan sebisa mungkin mencengkeram aturan syariat, Kang Abik harus menghadapi tiga pihak sekaligus: produser, sutradara, dan masyarakat muslim Indonesia. Tapi Kang Abik mengaku gagal. Ia tidak puas dengan film tersebut. Sementara banyak umat Islam yang berusaha menegakkan syariat Islam dan berada di barisan generasi kebangkitan Islam, sudah semenjak lama, dari saat novelnya itu menggeliat di pasar, dan dari saat Kang Abik menyepakati difilmkannya novel tersebut, mereka sudah beranggapan, berkeyakinan dan berpandangan, bahwa Kang Abik sudah terperosok. Bangkitlah Kang. Sejuta umat sedang megap-megap mencari selamat [1]. Tapi ‘penyelamat’ itu kini sedang mampir di tangan Anda. Film “Ayat-ayat Cinta” tak mungkin dibubarkan. Tapi fenomenanya yang membius banyak orang itu, tentu bisa Anda minimalisir ke level yang jauh lebih aman.

“Letak bius yang berbahaya pada film ini justru pada label religius di belakangnya. Bila sebuah film tak diembel-embeli sebagai film religius atau islami, ia akan ditonton sebagaimana film-film lain. Soal film itu begitu bagus, menyentuh dan sangat membangun, itu soal lain. Tapi bila sudah diberi imbuhan kata religius atau islami, maka ia akan dinikmati sebagai produk agama.” begitu di antaranya saya ungkapan, dalam buku saya.

Di sini, saya ingin menegaskan hal itu kembali. Memang, tak ada kata resmi “religius” di lekatkan di judul film ini. Tapi tema itu begitu kental menyeruak dalam pandangan masyarakat umum. Bahkan banyak yang berkata, “Ini film paling religius hingga saat ini.”

Film Di Balik Lindungan Ka’bah yang diangkat dari novel Hamka dulu, masih belum apa-apa dibandingkan reputasi Ayat-ayat Cinta. Untuk soal komersialitas karya, Ayat-ayat Cinta lebih “Hamka” dibandingkan karya Hamka sendiri.

Namun –sekali lagi- justru ini yang semakin mengubah bius itu menjadi candu.

Sekarang, minimal, masyarakat Islam militan harus bersiap-siap untuk menganggap legal sesuatu yang mereka anggap tabu selama ini. Berhati-hatilah terhadap peringatan Allah,

يعلم خآ ئنة الأعين و ماتخفي الصدور

“Allah mengetahui pandangan mata yang khianat. Dan apa yang tersembunyi dalam hati…”.

Tentu, seperti saya ungkapkan dalam buku saya, dengan menyoroti film ini sedemikian rupa, jangan dipandang bahwa saya menganggap bahwa film ini sama sekali tak berisi faidah, hikmah atau pelajaran. Tidak, bukan itu yang saya maksud. Karena pada hakikatnya, dari setiap bergulirnya nyawa kehidupan, selalu ada hikmah. Sebuah adegan maksiat saja seringkali memberi pelajaran buat kita. Saat ibu-ibu yang kecopetan, kita mendapat pelajaran, “betapa perlunya waspada di tengah kerumunan orang banyak” Tapi toh, tak seorangpun di antara kita memilih mendapat tontonan orang kecopetan. Begitu juga dengan film ini. Inilah saat kita menyaksikan kaum militan Islam sedang kecopetan. Begitu kasihan kita melihat mereka. Dan kita berharap, kejadian itu tak perlu terulang lagi.

Sungguh, saya sangat menghargai niat baik di balik pembuatan film ini, dari mereka yang mungkin memandang ini sebagai sebuah kebajikan. Bahkan saya mengistilahkan sebagai sebuah lompatan jauh menuju religiusitas perfilman tanah air. Tapi, kita berbicara hukum yang sifatnya baku. Niat baik tak bisa mengubah yang buruk menjadi baik.

كم من مريد للحفّ لم بصبه

Berapa banyak orang yang berniat baik tetapi tidak mendapatkan kebaikan tersebut."[2]

Begitu diungkapkan oleh Ibnu Mas’ud radliallahu ‘anhu. Kepada mereka yang telah berjibaku untuk mewujudkan film ini sebagai reksi kepedulian mereka terhadap Islam, saya berdoa semoga niat baik mereka tetap diberi pahala oleh Allah. Tapi, doa itu akan saya tambahkan: semoga Allah membuka hati mereka, untuk lebih memahami kebenaran. Semoga, meski dengan langkah yang “keliru”, niat baik mereka dihargai oleh Allah dengan membuka pintu taubat yang seluas-luasnya buat mereka. Buat kita bersama.

((Disalin dari Majalah NIKAH, volume 7, No. 2 Mei-Juni 2008))

.

*) Pengajar Ponpes Al-Ukhuwah, Sukoharjo, Solo. Beliau adalah staf ahli majalah keluarga Islami NIKAH dan majalah remaja Islami Elfata, juga aktif menulis buku-buku Islami. Semoga Allah Ta’ala selalu menjaganya, keluarganya, dan kepada seluruh umat Islam.

.

Catatan kaki:


[1] Alhamdulillah. Sebenarnya, saat tulisan ini saya ketik, dan bahkan semenjak saya menulis Fenomena Ayat-Ayat Setan , saya sudah bersepakat dengan seorang teman karib saya yang juga teman karib Kang Abik saat masih mengajar di Abu Bakar, Furqan al-Hasbi, untuk bertemu. Ada banyak hal yang mau saya bicarakan dengan beliau. Sayang, kami kesulitan menemukan waktu di mana kami bertiga bias sama-sama luang. Sehingga hingga tulisan ini selesai saya ketik, kami belum juga mau bertemu. Padahal Kang Abik sedang bersiap-siap ke Hongkong dan Mesir. Saya berharap, lain waktu bisa bertemu. Tapi melalui tulisan ini, saya menitipkan ’secuil’ dari pesan saudara seiman, yang ingin saya sampaikan langsung kepada beliau. Wallahu a’lam.

[2] Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan-nya nomor 210, dengan tahqiq Abdullah Hasyim Yamani. Sanadnya dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah dengan nomor 2005. Lihat Majma’uz Zawa-id I: 181.

Sumber: abuumar.com

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !