Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

13 September 2009

FILE 129 : Sebuah Catatan atas Fitnah Teroris

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

.

Janggal, Temuan Bom di Halaman Rumah Bahrudin

.

Kamis, 23 Juli 2009 | 03:04 WIB

CILACAP, KOMPAS - Penemuan bom di halaman rumah Bahrudin Latif, salah seorang target pencarian Densus 88 Antiteror, di Desa Pasuruhan, Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap, dipertanyakan oleh warga setempat. Apalagi pencarian bom itu dilakukan oleh tim Densus 88 tanpa ada kesulitan apa pun, dan tanpa menggunakan anjing pelacak.

Kejanggalan itu, menurut Kepala Desa Pasuruhan, Watim Suseno, sudah dipertanyakan oleh banyak warga setempat. "Kami pun heran, kenapa tim Densus dengan mudah menemukan lokasi penimbunan bom rakitan itu, seperti sudah tahu tempatnya," katanya , Rabu (22/7) malam.

Watim mengatakan, sejauh ini pihaknya tetap setia mendukung upaya pemerintah memberantas terorisme. Oleh karena itu, dia pun tidak menghalang-halangi maupun menutup-nutupi upaya Kepolisian menangkap Bahrudin yang diduga bagian dari jaringan terorisme.

Namun untuk penemuan bom itu, Watim mengatakan, masih sulit untuk menerimanya. Apalagi Astuti, istri Bahrudin, sangat dikenal tak pernah berbohong. "Semua orang di desa ini tahu, keluarga Bahrudin itu tak pernah berbohong. Mereka sangat jujur, meski sifatnya tertutup," katanya.

Menurut Watim, saat pulang dari Yogyakarta menghadiri hajatan keluarganya, Astuti mengaku, tong plastik tempat menyimpan bom yang ditemukan Tim Densus 88, itu selalu digunakan untuk menyimpan ikan lele. Bahkan saat dia berangkat ke Yogyakarta bersama keluarganya, dua hari sebelum Tim Densus melaksanakan penggeledahan di rumahnya, tong plastik itu masih berada di belakang rumahnya.

"Loh sampai saya berangkat ke Yogya, tong itu masih ada di belakang. Mana mungkin sudah dibenam begitu," kata Watim menirukan ucapan Astuti.

Warga juga menyangsikan kecakapan para intelijen dalam mengintai kegiatan terorisme yang kini dituduhkan kepada keluarga Bahrudin. Hal itu karena Tim Densus 88 malah menggrebek rumah Bahrudin di saat kosong, pada 23 Juni kemarin.

"Kalau mereka itu intel, tentu tahu kapan keluarga itu berada di rumah. Tapi kenapa rumah lagi kosong, malah digrebek. Ini kan jadi aneh," tutur salah seorang warga.

Sumber: http://regional.kompas.com/read/xml/2009/07/23/03040388/Janggal..Temuan.Bom.di.Halaman.Rumah.Bahrudin

………………….

Mencermati berita di atas, saya teringat kejadian sekitar 2 tahun lalu. Ketika itu, saya dan ibu saya menyaksikan sebuah berita di televisi tentang penangkapan seorang “tersangka” teroris. Ketika itu, disiarkan bahwa beberapa orang dekat “tersangkajuga tidak membayangkan (bukan tidak menyangka) jika si “tersangka” merupakan seorang anggota jaringan teroris. Mereka umumnya juga mengenal tersangka sebagai orang yang cukup taat beragama.

Ketika itu saya mengutarakan kepada ibu saya – tentang kekhawatiran saya (yang semoga salah) -, yang kurang lebih begini,”Saya khawatirnya begini lho, Bu. Dia (“tersangka”) itu sebenarnya orang biasa yang mungkin cukup teguh memegang keyakinan agamanya. Kemudian ada sebagian ‘oknum’ intelijen yang menjadikannya sebagai kambing hitam agar kasus terorisme ‘dianggap’ sudah dapat diselesaikan. ‘Oknum’ intelijen sebelumnya memasukkan sejumlah barang yang terkait dengan aksi terorisme (seperti bahan peledak, dll) ke dalam rumah “tersangka” dengan diam - diam, kemudian setelah itu berlagak menggerebeknya.”

Jika apa yang saya pikirkan itu betul – betul terjadi (semoga tidak), maka hampir bisa dipastikan ’pengakuantersangka yang –biasanya- juga disiarkan di media massa, juga merupakan pengakuan yang dibuat-buat (mungkin pula di bawah ancaman).

Umumnya hal tersebut disebabkan penampilan dan perilaku lahiriah ‘tersangka’ yang mungkin identik dengan apa yang masyhur di tengah – tengah masyarakat sebagai ciri - ciri seorang ‘teroris’. Akibatnya masyarakat merasa fobia, bahkan terkadang bersikap ekstrem, terhadap orang yang penampilan luarnya seperti pelaku – pelaku teror yang selama ini disebarkan di media massa secara global. Fakta tersebut dapat dicermati dari penggalan berita koran Jawa Pos dan Kompas berikut:

………….

Jawa Pos tag NUSANTARA

[ Jum'at, 21 Agustus 2009 ]

.

Lelaki Berjenggot Sering Dihubungkan dengan Teroris

.

GIANYAR - Sepak terjang lelaki berjenggot belakangan ini sedikit terbatas. Beberapa daerah menangkap -setidaknya mencurigai- mereka. Seperti yang terjadi di Buleleng dan Gianyar Bali.

Polres Gianyar menginterogasi lelaki berjenggot Rabu malam lalu (19/8). Lelaki yang diketahui bernama Zaenal Abi, 24, asal Surabaya, Jawa Timur (Jatim), tersebut ditangkap saat melintas di Jalan By Pass Buruan, Blahbatuh. Masyarakat yang melihat orang yang mencurigakan itu langsung menghubungi polisi. Zaenal pun dibawa ke kantor polisi.

Pahumas Polres Gianyar Kompol Gede Sujana yang mewakili Kapolres Gianyar AKBP Nyoman Astawa menyebutkan, polisi menanyakan identitas dan tujuan yang bersangkutan datang ke Gianyar. ''Dia mengaku salah arah hingga sampai ke Gianyar. Dia sempat bekerja di Jimbaran, Badung," kata Sujana.

Mantan Kapolsek Ubud dan Kasatintelkam itu mengungkapkan, Zaenal sudah hampir lima bulan berada di Pulau Dewata. ''Dia mengaku dihubungi seseorang dan ditawari bekerja di Gianyar. Saat sampai di Gianyar, dia kehilangan kontak,'' tegasnya.

Sebelum ditangkap polisi, lanjut Sujana, Zaenal sempat berkunjung ke Masjid Agung di Jalan Ksatrian Gianyar. Saat mendatangi masjid di selatan Kodim/1616 Gianyar itu, karena dianggap mencurigakan, Zaenal langsung diusir penjaga masjid. ''Setelah yang bersangkutan dimintai keterangan dan tidak terbukti terlibat jaringan teroris, kami membebaskannya. Kini dia sudah dikembalikan kepada keluarganya di Denpasar,'' terang Sujana.

Sebelumnya, beberapa waktu lalu, jajaran Polres Gianyar membubarkan pertemuan yang kebanyakan dihadiri pria berjenggot di barat Balai Budaya Gianyar. Tapi, setelah dilakukan pemeriksaan, mereka ternyata berkumpul dalam rangka pengobatan.

Pasca ledakan bom JW Marriott dan Ritz-Carlton, polisi meningkatkan pengamanan. Bahkan, kampung turis Ubud terus diamati untuk mengantisipasi serangan teroris yang selalu menjadikan orang asing sebagai target ledakan.

Di Serang, provinsi Banten, kekhawatiran terhadap teroris memunculkan kecurigaan berlebihan yang cenderung paranoid. Itu terjadi di Desa Kibin, Kecamatan Kibin, Serang, Rabu malam (19/8). Warga curiga terhadap sepasang suami-istri yang shalat di Masjid Al Barokah di Kampung Kadinding.

Kecurigaan itu didasarkan pada penampilan pasangan asal Balaraja, Tangerang, tersebut. Sang suami, Daud, mengenakan celana yang panjangnya sebatas mata kaki. Dagunya ditumbuhi janggut. Sementara, sang istri, Kasitri, bercadar. Perempuan itu menggandeng anaknya yang masih kecil.

Di puncak kecurigaan, warga mencecar pasangan tersebut dengan berbagai pertanyaan, setelah keduanya selesai shalat Magrib. Tidak hanya itu, warga juga memeriksa tas bawaan pasutri tersebut.

Tidak puas dengan menginterogasi, warga melaporkan pasangan itu ke Polsek Cikande. Polsek Cikande yang menerima laporan tersebut membawa pasangan suami-istri itu ke Mapolsek Cikande. Kapolsek Cikande Ajun Komisaris Polisi (AKP) Budhi Batara pun membenarkan adanya kejadian yang tidak sepantasnya dialami Daud dan Kasitri tersebut.

Setelah menjalani pemeriksaan, tak lama kemudian Daud dan Kasitri dipulangkan. ''Mereka bukan teroris. Setelah kami cek, mereka memang benar warga Balaraja sesuai kartu identitas mereka,'' tegas Budhi.

Dia menilai, kecurigaan warga tersebut berlebihan. ''Selain pakaian yang dikenakan, warga mencurigainya sebagai teroris karena dua warga yang tinggal di Balaraja itu membawa tas besar. Warga mengira isinya bom,'' katanya.

Kepada polisi, Daud dan istrinya menjelaskan bahwa mereka kebetulan berada di kampung tersebut. Mereka sebenarnya berniat pulang ke Balaraja setelah urusan mereka di Bekasi selesai.

Namun, pengemudi bus ''memaksa'' mereka turun di atas terowongan tol Tangerang-Merak yang berada persis di Kampung Kadinding. Alasannya, sopir bus tidak berani menurunkan mereka di tol Balaraja, mengingat ada petugas Patroli Jalan Raya (PJR).

''Mereka sebenarnya mau turun di Balaraja. Tapi, karena ada patroli PJR, sopir menurunkan mereka di atas terowongan tol. Dan kebetulan sudah petang, mereka salat Maghrib di masjid. Karena dicurigai sebagai teroris, mereka ditanyai warga kampung dan aparat desa,'' tandas Budhi. (don/sur/jpnn/ruk)

*****

Dihadang Warga karena Berjenggot dan Bercadar

Minggu, 23 Agustus 2009 | 06:02 WIB

KOMPAS.com - Sial nian nasib suami-istri Daud dan Kasitri. Hanya gara-gara berjenggot dan bercadar, keduanya dihadang dan diinterogasi habis-habisan oleh sejumlah warga seusai bersembahyang di Masjid Al Barokah Kampung Kedinding, Desa Kibin, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (19/8) malam lalu. Bahkan, keduanya sempat dibawa ke markas polisi.

Peristiwa itu berawal saat pasangan Daud-Kasitri beserta kedua anaknya menumpang bus dari Bekasi, Jawa Barat. Keluarga itu hendak pulang ke rumahnya di Balaraja, Kabupaten Tangerang. Rencananya, mereka akan turun di dekat pintu Tol Balaraja Barat. Namun, sopir bus yang mereka tumpangi tidak mau berhenti karena saat itu ada petugas patroli jalan raya (PJR).

Bus terus melaju ke arah Merak dan baru berhenti di terowongan tol di Kampung Kedinding, Kibin. Rombongan keluarga itu kemudian menuju Masjid Al Barokah karena hari sudah petang. Mereka datang ke masjid untuk bersembahyang dan beristirahat, sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke Balaraja.

Seusai menjalankan shalat magrib, tiba-tiba warga berkerumun dan menghadang Daud dan Kasitri. Warga kemudian menginterogasi keduanya karena mereka mengira keduanya anggota jaringan teroris.

Kecurigaan itu muncul lantaran warga melihat Daud yang berjenggot mengenakan baju koko dengan celana panjang menggantung serta peci di kepalanya. Sementara Kasitri mengenakan gamis panjang dengan jilbab lebar, lengkap dengan cadar yang menutupi separuh wajahnya. Warga bertambah curiga lantaran keduanya membawa tas berukuran besar. Warga mengira tas yang dibawa keluarga itu berisi bom.

Bukan hanya warga, Sekretaris Desa Kibin Juhdi pun sampai turun tangan. Ia turut mencecar pertanyaan kepada Daud yang terus mengelak tuduhan warga.

Meski sudah menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP), keduanya tetap dicecar pertanyaan oleh warga. Tidak berapa lama, polisi datang dan membawa mereka ke Markas Kepolisian Sektor (Polsek) Cikande. Pasangan suami-istri itu kembali diperiksa oleh petugas Polsek.

Di sana, keduanya kembali memperlihatkan KTP yang dimiliki. Setelah berhasil meyakinkan polisi, barulah Daud, Kasitri, dan kedua anaknya diperbolehkan pulang ke Balaraja.

Kepala Polsek Cikande Ajun Komisaris Budhi Bathara menyesalkan tindakan warga. Menurut dia, tak seharusnya Daud dan Kasitri mendapatkan perlakuan seperti itu. ”Mereka bukan teroris. Mereka benar-benar warga Balaraja dan memiliki kartu identitas yang sah,” kata Budhi.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/08/23/06021424/Dihadang.Warga.karena.Berjenggot.dan.Bercadar

.

…………..

.

Perlu diketahui, bahwa salafiyyun adalah tengah – tengah di antara semua golongan yang terlalu ekstrim (ifrath) dan meremehkan (tafrith). Antara yang ekstrim (terpengaruh pemikiran Khawarij yang mudah mengkafirkan sesama muslim) dan yang meremehkan (menyepelekan pembenahan aqidah), seperti -antara lain- penganut paham Khawarij dan Jama’ah Tabligh.

Salafiyyun tidak mengkafirkan pemerintah muslim selama mereka masih sholat. Salafiyyun tidak menyepelekan pembenahan akhlaq kaum muslimin, namun masih ada pembenahan yang lebih penting (Al-Ahm qabla al-muhim), yakni pembenahan tauhid dan aqidah kaum muslimin.

I’tiqod (keyakinan – keyakinan) Salafiyyun, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dapat dibaca dalam Al Masaa-il Jilid 4 karya Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat (Masalah 81) atau dapat dilihat di sini.

Sekilas dari tampilan luar (lahiriyah) memang kami (Salafiyyun, simpatisan Khawarij, dan Jama’ah Tabligh) sama, seperti memakai gamis, tidak isbal, dan berjenggot (lelaki), dan terkadang bercadar (wanita). Tetapi sekali lagi, pada hakikatnya kami berbeda.

Apakah kita akan mencurigai setiap orang yang berpenampilan seperti orang Amerika (berkulit putih layaknya orang Barat dan mengenakan identitas Amerika seperti kaos, topi, dll yang mengandung simbol bendera Amerika) dikarenakan tentara Amerika telah ‘menjajah’ dan memporakporandakan Afghanistan dan Irak, dua negeri kaum muslimin ? Jika begitu, apa bedanya kita dengan para penganut paham Khowarij tersebut ?

Kepada saudaraku, yang mungkin masih memiliki syubhat – syubhat dari pemahaman Khawarij (bacalah ini, ini, dan ini), saya nasihatkan kepada antum, bertaubat dan bertaqwalah kepada Alloh.

Akhi, renungilah betapa perbuatan segelintir pengikut paham yang engkau anut telah menyusahkan saudara kita yang benar – benar ingin mengamalkan Sunnah Rosululloh Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam. Sunnah yang kini semakin ‘terasing’ di tengah – tengah kaum muslimin (walaupun negeri kita adalah negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia).

Alasan jihad tidaklah membenarkan perbuatan antum yang mengakibatkan gerak saudara – saudara kita sesama Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjadi semakin sempit, di mana sebelumnya sudah sempit di tengah beragamnya aneka pemahaman Islam yang menyimpang di negeri ini. Jihad bukanlah sebuah kenistaan. Perbuatan teror dengan bom bunuh diri di negeri muslim seperti itu tidaklah menjadikan pelakunya sebagai mujahid, apalagi mujtahid.

Sekali lagi, saya minta renungilah, akhi ….

Terakhir, sebagai bahan perenungan, berikut saya sertakan artikel dari blog Akhi Abu Mushlih Ari Wahyudi. Semoga bermanfaat.

………………….

Rajin Pengajian Kok Sesat?

Apabila kita cermati munculnya fenomena aliran dan pemahaman yang menyimpang di kalangan umat Islam -seperti halnya kasus yang sedang banyak dibicarakan yaitu tentang terorisme berkedok jihad- boleh jadi akan banyak orang yang merasa heran bercampur kebingungan. Bagaimana bisa orang yang dikenal rajin beribadah, aktif mengikuti kegiatan keagamaan, dan menunjukkan semangat yang tinggi dalam berislam ikut terseret dalam pemahaman yang sesat?

Jawabannya tentu tidak sulit. Sebab bagaimana pun juga semangat keberagamaan yang tidak dilandasi dengan ilmu yang benar tidaklah mencukupi. Bahkan hal itu bisa membahayakan diri sendiri serta orang lain. Oleh sebab itu, sebagian ulama salaf memperingatkan, “Barang siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka apa yang dirusaknya lebih banyak daripada yang diperbaiki.”

Nah, mungkin ada orang yang mengatakan, “Bukankah mereka itu juga mempelajari al-Qur’an dan hadits, bahkan sudah jadi ustadz. Lalu di mana letak kesalahannya?”

Saudaraku sekalian, semoga Allah menambahkan kepada kita curahan petunjuk dan bimbingan-Nya. Seringkali kita lihat bahwa ternyata orang-orang yang menyimpang itu juga membawakan dalil ayat ataupun hadits untuk membela kekeliruan mereka. Sehingga orang yang tidak paham bisa saja akan mengiyakan dan minimal ‘memaklumi’ apa yang mereka lakukan. Apalagi kalau yang berbicara adalah sosok yang dianggap sebagai kyai dan ditokohkan oleh banyak orang. Sederhana saja, dia cukup mengatakan bahwa itu ‘kan hasil ijtihad mereka, dan orang yang berijtihad itu meskipun salah ya tetap berpahala. Intinya mereka yang melakukan bom bunuh diri dan peledakan gedung itu tidak boleh disalahkan. Lha wong mereka itu mujahid kok, itulah inti yang dia maksudkan.

Mencomot ayat demi mendukung paham sesat

Sebenarnya perbuatan mencomot ayat atau hadits dan memelintirnya demi kepentingan membela pemikiran menyimpang bukanlah perkara baru. Kita masih ingat bagaimana dahulu di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu orang-orang yang menganut paham Khawarij/pemberontak mengusung ayat inil hukmu illa lillah, artinya tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Ayat itu mereka salah gunakan untuk mengkafirkan pemerintah yang berkuasa ketika itu yaitu Ali bin Abi Thalib karena mereka menganggap beliau tidak berhukum dengan hukum Allah.

Padahal apa yang beliau lakukan sama sekali tidak melanggar hukum Allah bahkan didukung oleh dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma ketika mendebat orang-orang Khawarij. Menghadapi tudingan itu, dengan cerdas Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengomentari sikap mereka yang tidak bisa memahami ayat secara utuh,

كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا بَاطِلٌ

Itu adalah ucapan yang benar, namun maksudnya batil.” (HR. Muslim dari Ubaidullah bin Abi Rafi’ radhiyallahu’anhu)

Dari kejadian ini, kita bisa memetik pelajaran berharga bahwa semata-mata membawakan ayat atau hadits untuk mendukung suatu pendapat atau keyakinan tidaklah cukup apabila tidak diiringi dengan pemahaman serta metode penarikan kesimpulan hukum/istidlal dan istinbath yang benar.

Selain kejadian di atas, sebenarnya masih banyak contoh lainnya. Di antaranya adalah model penafsiran (lebih tepat dikatakan pemelintiran) makna ‘Islam’ yang dilakukan oleh penganut ajaran Islam Liberal. Mereka mengatakan bahwa istilah islam atau muslim itu tidak hanya mencakup pemeluk agama Islam. Menurut anggapan mereka, Islam adalah bentuk kepasrahan diri kepada Yang Maha benar, yaitu Allah. Maka di masa sekarang ini -menurut keyakinan mereka- siapa saja dan dari agama mana pun bisa menjadi muslim tanpa harus mengikuti agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagi mereka cukuplah seorang dikatakan sebagai muslim jika meyakini Allah itu ada dan meyakini adanya hari akhir yang mereka tafsirkan dengan masa depan. Padahal, kita semua sudah sama-sama mengerti bahwa Islam yang diterima oleh Allah -setelah diutusnya Rasulullah- adalah apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun yang mendengar kenabianku di kalangan umat ini, baik Yahudi ataupun Nasrani kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan ajaranku ini niscaya dia akan tergolong penduduk neraka.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Demikian pula banyak orang yang meyakini bahwa Allah itu ada di mana-mana. Mereka membawakan ayat wahuwa ma’akum ainama kuntum, “Dan Dia bersama kalian di mana pun kalian berada.”

Padahal Allah ta’ala sendiri telah menegaskan dalam banyak ayat demikian pula Nabi dalam banyak hadits bahwa Allah itu tinggi berada di atas langit, di atas Arsy-Nya. Secara naluri dan fitrah, ketika orang berdoa niscaya dia akan menengadahkan telapak tangannya dan mengangkatnya ke atas, bahkan sampai-sampai ada yang mendongakkan kepalanya.

Apa itu artinya? Artinya setiap orang yang masih bersih fitrahnya akan meyakini bahwa Allah itu di atas. Bahkan tidak jarang kita dengar sebagian orang yang notabene jauh dari aktifitas agama kalau menemukan masalah atau musibah, maka dia pun berkata, “Ya kita serahkan saja pada yang di atas.”

Itu beberapa contoh pemelintiran ayat yang dilakukan oleh sebagian orang. Mereka mengira bahwa apa yang mereka yakini adalah benar, namun ternyata keliru. Sungguh malang keadaan yang menimpa mereka, semoga Allah memberikan petunjuk-Nya kepada kita dan mereka.

Menyingkirkan yang jelas dan menonjolkan yang samar

Pembaca sekalian, semoga Allah mengarahkan gerak langkah kita di atas jalan-Nya. Salah satu ciri paling menonjol yang dimiliki oleh kaum ahlul bid’ah (penyeru kebid’ahan) dari sejak dulu hingga sekarang adalah gemar menggunakan dalil-dalil yang masih samar untuk mendukung pemikiran mereka dan kemudian menyingkirkan, menutup-nutupi, atau menyimpangkan makna dalil-dalil lain yang sudah tegas dan jelas. Seperti contoh kasus yang dibawakan di atas. Dalil yang samar itu biasa disebut sebagai ayat-ayat yang mutasyabih, sedangkan dalil yang jelas itu biasa disebut sebagai ayat-ayat yang muhkam. Allah telah menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ

Dialah -Allah- yang telah menurunkan kepadamu Kitab suci itu, di antaranya ada ayat-ayat yang muhkam yaitu Ummul Kitab sedangkan yang lain adalah ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya menyimpan penyimpangan/zaigh maka mereka akan mengikuti ayat yang mutasyabih itu demi menimbulkan fitnah dan ingin menyimpangkan maknanya…” (QS. Ali Imran: 7)

Ibnu Juraij menjelaskan maksud ungkapan ‘orang-orang yang di dalam hatinya tersimpan penyimpangan’ di dalam ayat ini, “Mereka itu adalah orang-orang munafik.” Hasan al-Bashri berkata, “Mereka itu adalah kaum Khawarij.” Qatadah apabila membaca ayat tersebut maka beliau mengatakan, “Apabila mereka itu bukan Haruriyah (Khawarij, pen) dan Saba’iyah (Syi’ah, pen) maka aku tidak tahu lagi siapakah mereka itu.” al-Baghawi berkata, “Ada pula yang berpendapat bahwa ayat ini mencakup semua ahli bid’ah.” (Ma’alim at-Tanzil karya Imam al-Baghawi [2/9] as-Syamilah)

‘Aisyah radhiyallahu’anha meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ

Apabila kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mustasyabihat maka mereka itulah orang-orang yang disebut oleh Allah -di dalam ayat tadi- maka waspadalah kamu dari bahaya mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll)

Penulis syarah Sunan Abu Dawud berkata, “Ayat ini berlaku umum bagi semua kelompok yang melenceng dari kebenaran yaitu dari kalangan kelompok-kelompok bid’ah. Sesungguhnya mereka itu sering mempermainkan Kitabullah dengan permainan yang sangat keterlaluan, kemudian mereka menarik kesimpulan hukum dari ayat-ayat itu yang sebenarnya sama sekali tidak mengandung penunjukan atas apa yang mereka yakini, namun hanya demi menyembunyikan kebodohan diri mereka.” (Aun al-Ma’bud [10/117] as-Syamilah)

Nah, inilah yang terjadi. Jarang sekali ada orang yang berbuat bid’ah -terutama tokohnya- tidak membawakan ayat atau hadits untuk mendukung keyakinan dan pemahaman mereka yang keliru.

Sehingga alangkah tidak tepat apabila ada orang yang berkeyakinan, “Yang penting kan ada dalilnya.”

Atau berkata, “Kamu ini jangan suka menyalahkan orang lain. Kebenaran itu milik Allah, bukan milik kamu!”.

Atau dengan ungkapan, “Mbok ya toleransi dengan orang lain yang berbeda pendapat denganmu. Jangan jadi orang yang maunya menang sendiri.”

Ada lagi yang berujar, “Yang penting kan niatnya. Innamal a’malu bin niyat, iya kan?!”.

Atau berkata, “Jadi orang itu jangan picik, semua orang ‘kan bebas berpendapat.”

Dan seabrek celotehan lain yang pada hakikatnya adalah bertujuan untuk menyimpangkan manusia dari jalan kebenaran. Orang yang tidak mengerti akan manggut-manggut dan takluk di bawah silat lidah mereka yang tidak bermutu itu. Allahul musta’an (Allah semata tempat kita minta pertolongan).

Salah penafsiran

Untuk menunjukkan kepada pembaca sekalian tentang bukti kejahatan kaum ahli bid’ah ini terhadap dalil syari’at maka berikut ini kami bawakan sebuah ayat yang dicomot oleh sebagian kalangan untuk membela pendapat yang menyatakan bahwa terorisme itu adalah bagian dari ajaran Islam. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ

Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka -musuh- kekuatan apa saja yang kalian sanggupi, kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian…” (QS. al-Anfal: 60).

Mereka menafsirkan kata irhab (menggentarkan musuh) di dalam ayat ini dengan istilah teror. Sehingga melakukan teror kepada orang-orang kafir -selama mereka dianggap ‘memusuhi’ Islam- adalah sah-sah saja, bahkan berpahala karena itu adalah bagian dari jihad. Bagaimana kita menjawab syubhat/kerancuan ini?

Syaikh Abdullah bin al-Kailani berkata menjelaskan maksud ayat ini, “Sesungguhnya irhab/menggentarkan yang diperintahkan sebagaimana tertera di dalam al-Qur’an al-Karim itu khusus berlaku bagi orang-orang [kafir] yang melampaui batas dengan tujuan memalingkan mereka dari tindakan permusuhan yang mereka lakukan di saat hal itu mereka lancarkan (di saat perang maksudnya, pen). Akan tetapi maksud irhab di sini bukanlah irhab/teror yang sengaja melanggar batas sebagaimana yang dimaknakan di masa kini yang pada hakikatnya justru ditolak oleh ajaran Islam.” (al-Irhab wal Unuf wa at-Tatharruf fi Dhau’i al-Kitab wa as-Sunnah, hal. 12 as-Syamilah)

Oleh sebab itu Majma’ al-Fiqhi al-Islami dalam konferensi ke-13 yang diselenggarakan pada tanggal 26 Syawwal 1422 H (10 Januari 2002) di Rabithah al-’Alam al-Islami di Makkah Mukarramah telah menetapkan bahwasanya gerakan radikal, mengumbar kekerasan, dan terorisme sama sekali tidak termasuk bagian dari ajaran Islam. Lembaga ini juga menyatakan bahwa perbuatan itu adalah tindakan yang membahayakan serta menimbulkan dampak yang buruk dan keji. Di dalamnya terkandung tindakan yang melampaui batas dan kezaliman terhadap manusia (lihat al-Irhab, al-Mafhum wa al-Asbab wa Subul al-’Ilaj, hal. 16 as-Syamilah)

Syaikh Abdurrahman bin Mu’alla al-Luwaihiq menjelaskan bahwa dengan pengkajian lebih dalam dapat disimpulkan bahwa sebagian sisi persoalan terorisme ini telah dibahas oleh para ulama aqidah dan fiqih serta telah dijelaskan hukum-hukumnya di dalam bab khusus yang dinamai Bab Qital ahlil baghyi yang artinya: memerangi pembuat kekacauan (al-Irhab wa al-Ghuluww, hal. 28 as-Syamilah). Dan dari sisi yang lain orang-orang yang melakukan teror ini pun dapat dikategorikan sebagai pengusung paham Khawarij, penebar kerusakan di atas muka bumi, dan termasuk kategori orang yang bertindak ghuluw/melampaui batas. Yang jelas Allah ta’ala tidak mencintai orang-orang yang membuat kerusakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menebarkan kerusakan.” (QS. al-Qashash: 77)

Bahkan Allah memberikan hukuman yang sangat keras bagi orang-orang yang gemar menebar teror dan kerusakan di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka berhak memperoleh siksaan yang besar.” (QS. al-Ma’idah: 33)

Di dalam tafsirnya Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya itu adalah orang-orang yang secara terus terang memusuhi Allah serta membuat kerusakan di muka bumi dalam bentuk kekafiran, pembunuhan, perampasan harta, maupun menebarkan rasa takut di jalan-jalan.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 229-230).

Pendapat yang populer menyatakan bahwa ayat ini berbicara tentang hukuman yang dijatuhkan kepada perampok. Apabila mereka melakukan perampokan sekaligus pembunuhan maka mereka berhak untuk dihukum bunuh dan disalib sebagai pelajaran dan peringatan bagi orang-orang selain mereka. Apabila mereka membunuh namun tidak merampas harta maka mereka cukup dihukum bunuh, tanpa disalib. Apabila mereka hanya merampas harta dan tidak melakukan pembunuhan maka hukuman bagi mereka adalah dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, yaitu tangan kanan dan kaki kirinya yang dipotong. Apabila mereka menakut-nakuti orang tanpa disertai dengan pembunuhan dan perampasan harta (ancaman bom misalnya, pen) maka mereka diusir dari negerinya dan tidak boleh menetap terus menerus di suatu daerah selama taubat mereka belum tampak nyata. Inilah pendapat Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma serta banyak ulama lainnya, meskipun dalam sebagian perkara mereka berbeda pendapat (Diringkas dari Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 230).

Kemudian, Syaikh as-Sa’di rahimahullah juga menyampaikan pelajaran yang sangat berharga -semoga kita bisa meresapi hikmahnya-, “Apabila kejahatan ini sedemikian besar persoalannya dapatlah diketahui bahwasanya membersihkan muka bumi ini dari para penebar kerusakan, menjaga keamanan jalan dari ancaman pembunuhan dan perampokan harta serta membebaskan cekaman rasa takut dari masyarakat merupakan salah satu kebaikan yang paling baik, ketaatan yang paling mulia, dan merupakan bentuk perbaikan di muka bumi. Sebagaimana pula lawannya dikategorikan sebagai tindak perusakan di muka bumi.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 230).

Inilah kesimpulan cerdas seorang ulama tafsir mumpuni dan memiliki kapasitas untuk berijtihad seperti beliau. Amat berbeda dengan kesimpulan penafsiran yang dilontarkan oleh sebagian orang yang dijuluki sebagai ustadz dan kiyai tapi tidak mengerti manhaj/metode penafsiran yang benar terhadap ayat-ayat dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah merenungkan hal ini baik-baik, kita sangat berharap agar saudara kita yang salah jalan -dan masih hidup- mau menyadari kekeliruannya, bertaubat, dan segera kembali kepada jalan yang lurus, yaitu jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, 23 Sya’ban 1430 H

Sumber: abumushlih.com

.*****

Audio terkait:

Islam Membawa Kedamaian dan Rahmat, Bukan Teror

.

Video terkait:

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !