Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
.
Menjadi Umat Pembaca
.
“Segala puji hanya bagi Allah yang telah menciptakan pena sebagai ciptaan yang pertama kali diciptakan seraya berfirman, ‘Tulislah!’ maka pena pun menulis apa yang akan terjadi hingga hari Kiamat.
Puji syukur ke hadirat Allah yang telah memberikan nikmat pena dan tulisan kepada hamba-hambaNya dan menjelaskannya seraya berfirman, ‘Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis’ (QS Al-Qalam: 1).
Sumpah dalam ayat ini menunjukkan atas keagungan pena dan tulisan, karena Allah tidak bersumpah kecuali dengan sesuatu yang agung. Di antara nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya adalah nikmat berbicara seperti yang difirmankan-Nya, ‘Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara’ (QS. Ar-Rahman: 3-4)” (Al-Munajjid, 2004: 141-143)
Membaca merupakan aktivitas untuk memahami suatu hasil karya dari pena, yaitu tulisan. Begitu pentingnya aktivitas membaca, sehingga ayat yang turun pertama kali kepada Nabi adalah “Iqra’ (bacalah)”.
Apa yang dikatakan Nabi kita ketika ayat pertama itu turun? Beliau mengatakan, “Saya tidak bisa membaca.” Beliau mengira dengan jawaban tersebut membuat malaikat Jibril mengalihkan kepada redaksi yang lain atau menjelaskan maksud dari perkataannya. Namun, apakah yang terjadi? Malaikat Jibril malah memeluk Nabi dengan pelukan yang sangat kuat, sampai-sampai Rasulullah hampir pingsan karenanya.
Kemudian, Malaikat Jibril mengulangi perintahnya untuk kedua kalinya, “Iqra’ (Bacalah)”. Maka jawaban Nabi adalah jawaban yang sama dengan kali pertama. Malaikat Jibril pun memeluk untuk kedua kalinya dengan pelukan yang sangat kuat hingga Rasul pun hampir pingsan karenanya. Kemudian, untuk kali ketiga malaikat Jibril berkata untuk ketiga kalinya, “Iqra’ (Bacalah)”. Yang dilakukan Nabi adalah sama dengan yang pertama dan kedua yaitu mengucapkan, “Saya tidak bisa membaca”. Dipeluklah nabi untuk ketiga kalinya, kemudian melepaskannya dan membacakan surah Al-Alaq ayat 1 sampai 5 (As-Sirjani, 2007: 16)
Membaca: Sarana Atau Tujuan?
Tidak diragukan lagi bahwa membaca adalah salah satu sebab yang paling penting untuk mendapatkan ilmu. Jikalau seseorang tidak mau membaca maka dia tidak akan dapat belajar dengan baik, dan tidak akan dapat merealisasikan hikmah dari penciptaannya di dunia, yakni agar beribadah kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, taat kepada-Nya dan memakmurkan bumi.
Dr. Raghib As-Sirjani (2007: 18) menjawab bahwa membaca adalah sarana dan kita membaca agar tahu. Ini nampak dari QS Al-‘Alaq 5, “Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”, bahwa tujuan membaca adalah mengetahui.
Menjawab pertanyaan di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid (2004: 157-158) menjelaskan bahwa umat Islam menganggap membaca adalah sarana untuk merealisasikan tujuan, yaitu keridhaan Allah. Ini berbeda dengan umat lain, yang menjadikan aktivitas membaca sebagai tujuan bukan sarana. Maka dari itu, mereka membaca apa yang menyenangkan dan menggairahkan tanpa ada seleksi dan pemilahan.
Mengapa Membaca?
Amir Al-Madari (2007: 67-69) dalam “Spritual Reading” menyebutkan bahwa:
1. Membaca merupakan jendela yang membuat seseorang bisa menelaah dan mengetahui segala sesuatu yang dimiliki orang lain dengan cara yang sangat mudah dan simpel.
2. Membaca merupakan sarana belajar dan mengajar.
Dr. Raghib As-Sirjani (2007: 18) mengatakan, “Sungguh, tidak ada keraguan bahwa di sana terdapat banyak cara untuk belajar, seperti dengan mendengar, melihat, pengalaman, dan latihan. Akan tetapi, sarana yang paling agung tetap “membaca”. Dengan hal ini, seakan Allah mengajarkan kepada kita, bahwa meskipun di sana ada sarana yang banyak untuk belajar, namun kita harus tetap membaca.”
3. Membaca merupakan perangkat untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
4. Membaca bisa dijadikan sebagai sarana hiburan dan rileks.
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Ali bin Abu Thalib bahwasanya beliau berkata, “Rilekkanlah hatimu dengan mempelajari keunikan ilmu dan hikmah, karena hati itu bila merasa bosan (jenuh) sebagaimana badan.” (Al-Utsaimin, 2005: 208)
5. Membaca merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan prinsip, sama seperti pentingnya makan dan minum. Sebab, dengan membaca akal pikiran kita akan hidup dan aktif, hati kita akan cemerlang, dan pikiran kita juga akan stabil.
Pada kesempatan yang lain, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid (2004: 156-159) menyatakan bahwa seorang muslim membaca karena beberapa faidah:
1. Supaya mendapatkan pahala membaca seperti membaca Al-Our’an.
2. Membaca untuk belajar ilmu syariat dan memahami agamanya.
3. Membaca untuk mengembangkan kepandaian berbahasa dan mendapatkan ilmu-ilmu dunia yang bermanfaat.
4. Mengulang-ulang bacaan untuk menghapal.
5. Membaca untuk mengetahui tipu daya musuh-musuh Islam dan berhati-hati dari jebakan orang-oranq munafik.
6. Membaca untuk menyibukkan diri dari kebatilan, karena jika jiwa ini tidak disibukkan dengan ketaatan, dia akan sibuk dengan kemaksiatan.
Seandainya buku itu tidak memberikan sesuatu kecuali hanya penjagaan terhadap waktu agar bermanfaat serta menjaga dari hal-hal yang membahayakan, maka bagi para pecinta buku, hal itu sudah merupakan nikmat paling luas dan perolehan pa ling besar. Buku adalah sahabat yang akan menebas waktu-waktu luangmu, menyelamatkanmu dari kesendirian yang membosankan. Dia mampu bercerita kepadamu tentang kabar suatu negeri, sehingga engkau tahu beritanya, sebagaimana engkau mengetahui kabar negerimu sendiri (Buletin An-Nur, 2005)
7. Membaca untuk hiburan dan melepaskan ketegangan.
8. Masih banyak lagi faidah dan tujuan membaca yang disyariatkan dan untuk mendapatkan faidah keduniaan.
Ulama, Buku, dan Membaca
Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi berkata, “Kami berkata kepada Ibnu Mubarak,”Jika kamu selesai mengerjakan shalat bersama kami, mengapa kamu tidak duduk-duduk bersama kami?” Ibnu Mubarak menjawab, “Saya pulang, lalu duduk-duduk bersama para tabi’in dan shahabat.” Kami katakan, “Di mana ada tabi’in dan shahabat?” Dia menjawab, “Saya pulang, lalu menelaah ilmu mereka sehingga saya mengetahui atsar dan amal mereka. Apa yang saya peroleh jika saya duduk bersama kalian? Kalian hanya duduk-duduk sambil membicarakan orang.” (Taqyiid Al-‘Ilm, h. 126, dalam Al-Munajjid, 2004: 146-147).
Az-Zuhri Rahimahullah telah mengumpulkan buku-buku yang banyak dan mempelajarinya dengan serius hingga isterinya berkata, “Sungguh, buku-buku ini lebih berat bagi saya daripada dia mempunyai tiga orang selir.” Dikatakan kepada sebagian mereka, “Siapa yang menemanimu?” Lalu dia memukul buku-bukunya dengan tangannya seraya berkata, “Ini.” Ditanyakan lagi, “Dari manusia?” Dia menjawab, “Orang-orang yang ada di dalamnya.?” (Syadzaraat Adz-Dzahabi, I/63, dalam Al-Munajjid, 2004: 147)
Ibnu AI-Jauzi Rahimahullah berkata, “Saya ceritakan tentang keadaan saya sendiri bahwa saya tidak pernah kenyang dalam menelaah buku. Jika saya melihat buku yang belum pernah saya lihat sebelumnya, seakan-akan saya menemukan barang tambang. Seandainya saya katakan bahwa saya telah membaca dua puluh ribu jilid buku atau lebih, saya tidak akan berhenti mencarinya.” (Shaidhul Khathir, h. 440, dalam Al-Munajjid, 2004: 149)
Buku - buku yang perlu kita miliki
- Tafsir Al-Qur’anul Azhim, karya Ibnu Katsir
- Tafsir As-Sa’di
- Aqidah Ath-Thahawiyyah, beserta syarahnya
- Kitab Tauhid, beserta syarahnya
- Rahiqul Makhtum (sirah Rosululloh shollallohu alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam)
- Bulughul Maram min Adillatil Ahkam
- Arbain Nawawi beserta tambahan Ibnu Rajab (dengan syarahnya Jamiul Ulum wal Hikam)
- Riyadhus Shalihin
- Mukhtashor Minhajul Qashidin
Buku adalah...
“Buku adalah sebaik-baik teman dalam kesendirian dan sebaik-baik sahabat di negeri asing. Dia adalah bejana yang penuh dengan ilmu, dan tiada teman yang paling baik melebihi kitab. Tidak ada pula pohon yang umurnya lebih panjang dan buahnya lebih baik serta gampang untuk dipetik dibandingkan buku. Buku adalah sahabat yang tidak pernah menyanjungmu dan tidak pula mencelamu, teman yang tidak membuatmu bosan dan tidak pula menipumu. Jika engkau melihatnya maka ia membuatmu senang, dia pengasah otakmu, meluaskan lisanmu, memberimu penjelasan dengan baik, makanan bagi ruhmu dan terus memberimu informasi. Dia adalah pengajar yang jika engkau merendah maka dia tidak akan merendahkanmu, jika engkau selesai satu madah darinya, maka dia tidak akan putus dalam memberikan kebaikan kepadamu” (Buletin An-Nur: 2005).
“Renungkanlah keadaan umat Islam ketika membaca kisah-kisah para. nabi dalarn Al-Our’an, Mereka hidup di negeri yang sangat jauh dan di masa yang sangat lama. Namun demikian, seorang Muslim dapat membaca kisah tersebut seakan-akan mereka hidup sezaman denqan mereka.Mereka dapat membaca kisah Ibrahim, Ishak. Ya’qub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa. Harun, Zakaria, Yahya, Isa, llyas, Ismail, Ilyasa, Yunus, Luth, nabi-nabi, dan orang-orang salih lainnya, yang berita mereka tercatat dalam AI-Qur’an dan Sunnah. Kita dapat membaca berita mereka dan merasakan seakan-akan kita hidup bersama mereka. Renungkanlah nikmat ini, tidak ada yang dapat mendatangkan kepada kita faidah sebesar ini kecuali buku. Maka betapa agung keberadaannya dan betapa besar nikmat tersebut!” (Al-Munajjid, 2004: 155-156)
Daftar Rujukan:
Ar-Rasyid, Shalih bin Muhammad & Al-Munajjid, Muhammad Shalih. 2004. Buku Ini Aku Pinjam; Tip Baca Buku. Jakarta: Darul Falah.
As-Sadhan, Abdul Aziz bin Muhammad. 2006. Bimbingan Menuntut Ilmu; Tahapan, Adab, Motivasi, Hambatan, Solusi. Jakarta: Pustaka At-Tazkia.
As-Sirjani, Raghib & Al-Madari, Amir. 2007. Spiritual Reading; Hidup Lebih Bermakna dengan Membaca. Solo: Aqwam.
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2005. Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Buletin Dakwah An-Nur. 14 Januari, 2005. Membuka Cakrawala dengan Banyak Membaca.
Sumber: majalah-elfata.com
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !