Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

03 Februari 2008

FILE 20 : Sururi, Siapakah Mereka Sebenarnya ?

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

SIAPAKAH SURURI ?

Oleh:

Syaikh Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr Hafizhahullah

.

BAGAIMANA PAHAM DAN PRINSIP SURURI.

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr ditanya : "Kita telah mengetahui bahwa dakwah Salafiyyah adalah dakwah yang bersih dan benar. Tetapi sangat disayangkan telah datang pencemaran nama dan keburukan dari pihak lain. Seperti dari Sururiyyin (para pengikut surur). Maka bagaimanakah Sururiyyah (pemahaman surur) itu? Dan apakah kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip faham Sururiyah itu, agar kita dapat mengetahui dan menghukuminya?"

Jawaban:

Sururiyah (pemahaman Surur) adalah Jama’ah Hizbiyyah. Muncul pada tahun-tahun terakhir ini. Tidak dikenal kecuali pada seperempat akhir abad ini. Karena semenjak dahulu hingga sekarang, ia berselimut Salafiyyah. Pada hakekatnya, Sururiyah memiliki prinsip-prinsip Ikhwanul Muslimin, bergerak secara sirriyah (sembunyi-sembunyi/rahasia). Merupakan pergerakkan politik, takfir, mencela dan menyindir para ulama Rabbaniyyin, seperti Imam-imam kita yang tiga: Bin Baaz, Al-Albani dan Utsaimin. Menuduh mereka sebagai ulama haidh dan nifas. Setelah perang Teluk II serangannya terhadap dakwah Salafiyyah secara terang-terangan, bertambah keras baik secara aqidah dan pemberitaan. Sampai menuduh para masyayikh dan ulama kita bahwa mereka tidak mengetahui waqi’ (situasi dan kondisi/kenyataan), ilmunya dalam perkara nifas dan wanita-wanita nifas. Mereka sesuai dengan ahli bid’ah zaman dahulu, yang mengatakan: “Fiqh (Imam) Malik, Auza’i dan lainnya tidak melewati celana perempuan.” Alangkah besar dosanya. Kalimat yang keluar dari mulut mereka.

Orang yang tidak menghormati para ulama, dia adalah para penyeru fitnah. Orang-orang yang merendahkan Al-Albani, Bin Baz dan Utsaimin di zaman kita, maka dia tenggelam (di dalam kesesatan), pembuat fitnah, dia berada di pinggir jurang yang dalam. Karena dia berkehendak memalingkan wajah manusia kepadanya dan menghalangi manusia dari para ulama dan imam mereka yang Rabbani. Sehingga walaupun mereka mengaku beraqidah Salafiyyah, tetapi manhaj mereka Ikhwani. Bahkan (mungkin) mereka lebih berbahaya dari Ikhwanul Muslimin, karena mereka berbaju Salafiyyah.

Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar mereka diberi petunjuk menuju jalan yang lurus, dan agar kelak mereka bersama dengan Salafiyyah yang murni, yang para Sahabat Rasulullah dan para tabi’in berada diatasnya.

Tambahan Redaksi Majalah As-Sunnah:

Sururiyah adalah nisbat kepada seseorang yang bernama Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin. Dia pernah menjadi guru di Arab Saudi dalam waktu yang cukup lama, sehingga memungkinkan menjalankan rencananya dan menyebarkan racunnya di tengah-tengah para pemuda. Tetapi setelah nampak keburukan niatnya, dia pergi, lalu bermukim di kota London, Inggris, sebuah negara kafir.

Di antara kesesatan dan penyimpangan Muhammad Surur ini adalah:

[1.] Merendahkan Kitab-Kitab Aqidah Salafiyyah Dan Berlebihan Dengan Fiqhul Waqi’ Dia berkata di dalam bukunya, Manhajul Ambiya fi Dakwah Ila Allah I/8: “Aku memperhatikan kitab-kitab aqidah, maka aku lihat kitab-kitab itu ditulis bukan pada zaman kita. Sehingga kitab-kitab itu sebagai solusi berbagai permasalahan dan kemusykilan pada zaman ditulisnya kitab-kitab tersebut. Sedangkan pada zaman kita terdapat berbagai kemusykilan yang membutuhkan solusi yang baru. Kerena itulah model kitab-kitab aqidah itu sangat kering, karena hanya berisi nash-nash dan hokum-hukum. Karena inilah kebanyakan pemuda berpaling darinya dan tidak menyukainya.”

Perkataan orang ini tentulah sangat menyesatkan, karena kitab-kitab aqidah yang berisi nash-nash dan hukum-hukum merupakan kebenaran hakiki. Sedangkan berpaling darinya akan menjerumuskan kepada pendapat si Fulan dan Fulan yang tidak jelas kebenarannya.

[2.] Beraqidah Takfir Bil Ma’shiyah, Yaitu Mengkafirkan Kaum Muslimin Dengan Sebab Maksiat.

Dia mengkafirkan para penguasa zhalim, sehingga dia banyak mencela para penguasa dan menerjuni medan politik ala Barat!

Dia berkata di dalam majalahnya yang terbit di London, majalah As-Sunnah no: 26, Jumadal Ula 1413H, hal: 2-3 (Tidak ada hubungan sama sekali dengan Majalah As-Sunnah kita ini): Di zaman ini perbudakan memiliki tingkatan-tingkatan yang berbentuk piramida:

Tingkatan Pertama:

Presiden Amerika Serikat, George Bush, duduk bersila di atas singgasananya, yang besok akan diganti Clinton.

Tingkatan Kedua:

Tingkatan penguasa negara-negara Arab. Mereka ini berkeyakinan bahwa kebaikan dan bahaya mereka di tangan Bush (Bagaimana dia bisa memastikan aqidah mereka seperti itu? Apakah dia telah membedah dada mereka? Atau mereka memberitahukan kepadanya? Maha suci Engkau wahai Allah, sesungguhnya hal ini merupakan kedustaan yang besar!-red). Oleh karena inilah mereka berhajji kepada (mengunjungi) nya, serta mempersembahkan nadzar-nadzar dan kurban-kurban (Perkataan ini merupakan pengkafiran secara nyata kepada Penguasa yang zhalim! -red).

Tingkatan Ketiga:

Para pengiring penguasa negara-negara arab, dari kalangan menteri, wakil menteri, komandan tentara, dan para penasehat. Mereka ini bersikap nifaq kepada tuan-tuan mereka, menghias-hiasi segala kebatilan dengan tanpa malu dan ahlaq.

Tingkatan Keempat, Kelima dan Keenam:

Para penjabat tinggi pada kementerian. Sesungguhnya perbudakan pada zaman dahulu sederhana, karena seorang budak memiliki seorang tuan secara langsung, tetapi sekarang perbudakan itu kompleks. Aku tidak habis fikir, tentang orang yang membicarakan tauhid, tetapi mereka adalah budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak, yang dimiliki oleh budak-budak. Tuan mereka yang akhir adalah seorang Nashrani (Alangkah keji dan lancangnya perkataan yang ditujukan kepada para ulama yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala -red).

Perkataan orang ini dengan jelas menunjukkan kesesatan dan kedustaan yang nyata!.

[3.] Juga Mengkafirkan Rakyat Karena Maksiat Yang Mereka Lakukan. Dia berkata di dalam bukunya, Manhajul Ambiya’ Fi Dakwah ila Allah I/158: "Tidaklah aneh jika problem laki-laki mendatangi laki-laki (homo seksual) merupakan permasalahan paling penting di dalam dakwah Nabi Luth. Kerena seandainya kaumnya menyambut dakwahnya untuk beriman kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, maka sambutan mereka itu tidak ada maknanya, jika mereka tidak meninggalkan kebiasaan keji yang telah mereka sepakati itu" Itulah aqidah sesat Surur! Adapun aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terhadap pelaku dosa besar telah mansyur, yaitu tidak keluar dari iman, tetapi imannya berkurang, dan dia dikhawatirkan terkena siksaaan Allah Ta’ala.

[4.] Memusuhi Dan Mencela Para Ulama Ahlus Sunnah As-Salafiyyin. Dia berkata di majalahnya yang terbit di London, Majalah As-Sunnah no. 23, Dzulhijjah-1412 H hal. 29-30: "...-Dan jenis manusia yang lain (Yang dimaksudkan adalah para ulama Arab Saudi -red) mengambil (yakni mengambil bantuan resmi) dan mengikatkan sikap-sikap mereka dengan sikap para tuan mereka (yang dimaksud dengan tuan mereka disini adalah para penguasa Arab Saudi). Maka jika sang tuan minta bantuan Amerika (Dia membicarakan masalah permintaan tolong kepada Amerika pada waktu perang teluk-red), para budak pun berlomba mengumpulkan dalil-dalil yang membolehkan perbuatan ini, dan mengingkari orang-orang yang menyelisihi mereka. Jika sang tuan berselisih dengan Iran Rafidhah, para budakpun membicarakan kebusukan Rafidhah. Dan jika perselisihan berhenti, para budakpun diam dan berhenti membagikan buku-buku yang diberikan kepada mereka. Jenis manusia ini: mereka berdusta, memata-matai, menulis laporan-laporan, dan melakukan segala sesuatu yang diminta oleh sang tuan kepada mereka. Mereka ini jumlahnya sedikit -al-hamdulillah-, mereka adalah orang-orang asing di dalam dakwah dan amal islami. Dokumen mereka telah terbongkar, walaupun mereka memanjangkan jenggot, memendekkan pakaian, dan menyangka sebagai penjaga sunnah. Adanya jenis manusia tersebut tidaklah membahayakan dakwah Islam. Kemunafikan sudah ada sejak dahulu"

Alangkah sesatnya perkataan ini, karena memperolok-olok sunnah Nabi dapat membawa kepada kekafiran! Membenci ulama Ahlus Sunnah adalah ciri utama Ahli Bid’ah! Dan kesesatan-kesesatan lainnya.

Lihat:

[1] Fitnah Takfir Wal Hakimiyah, hal: 93, Karya: Muhammad bin Abdullah Al-Husain.

[2] Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As-ilah Al-Manhaji Al-Jiddah, Bagian Pertama hal. 45-48

[3] Nazharat Fi Kitab Manhajul ambiya’ Fi Dakwah ila Allah, karya : Syaikh Ahmad Sallam.

[4] Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuuha, karya: Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-‘Adnani

[5] Al-Irhab, Karya: Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Makhdali.

[6] Dan lain-lain.

Peringatan: Sebagian orang menuduh kami (redaksi dan ustad-ustad Salaf lainnya -pen) sebagai sururi, yakni mengikuti pemahaman sesat Muhammad bin Surur, kemudian mereka memperingatkan kaum muslimin agar menjauhi kami. Padahal sifat-sifat sururi tidak ada pada kami. Bahkan sifat-sifat itu banyak melekat pada orang-orang yang telah menuduh.

Maka disini kami nasehatkan dengan beberapa ayat dan hadits tentang bahaya menyakiti kaum muslimin, dan memfitnah mereka dengan perkara yang tidak ada pada mereka. Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk-Nya kepada mereka sehingga segera kembali ke jalan yang benar. Ingatlah bahwa seluruh perkataan pasti akan dicatat dan tidak akan dilupakan! Allah Ta’ala berfirman:

Artinya : “(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu usapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. [Al-Israa : 17-18]

Ingatlah bahwa seluruh perkataan pasti dimintai pertanggung-jawaban! Allah Ta’ala berfirman:

Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. [Al-Israa : 36] Ketahuilah bahwa menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, merupakan kebohongan dan dosa yang nyata! Allah ta’ala berfirman:

Artinya : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. [Al-Ahzab :58] Ketahuilah bahwa satu kalimat saja dapat menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam neraka lebih jauh dari jarak antara timur dan barat!. Rasulullah bersabda:

Artinya : “Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dia fikirkan (baik atau buruknya) pada kalimat itu. Kalimat itu menyebabkan dia terjerumus ke dalam neraka lebih jauh dari timur dan barat”. [HR. Bukhari, Muslim, dari Abu Hurairah].

Rasulullah memperingatkan bahaya tuduhan yang tidak benar dengan sabdanya:

Artinya :” Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan, dan tidaklah dia menuduh orang lain dengan kekafiran, kecuali tuduhan itu kembali kepadanya jika yang dituduh tidak seperti itu”. [HR. Bukhari dari Abu Dzar]. Beliau juga memberitakan ancaman bagi orang yang membuat fitnah atas seorang mukmin dengan sabdanya:

Artinya : “Barangsiapa berbicara tentang seorang mukmin apa yang tidak ada padanya, niscaya Allah tempatkan dia di dalam lumpur racun penghuni neraka sampai dia keluar dari apa yang telah dia ucapkan, dan dia tidaklah akan keluar!” [HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Baihaqi, dari Ibnu Umar, di shahihkan Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi di dalam Ru’yah Waqi’iyyah hal: 84]

Hendaklah saudara-saudaraku mengetahui, kalau hanya sekedar tuduhan, maka dengan sangat mudah setiap orang akan dapat melakukannya.

Tetapi hal itu bukanlah manhaj Salaf. Karena manhaj mereka adalah mengawasi apa saja yang muncul dari lisan, atau apa yang digerakkan oleh lisan, dan menegakkan hujjah terhadap setiap kalimat yang dibicarakan oleh bibir. Adapun melepaskan tuduhan-tuduhan, melepaskan istilah-istilah kasar, menyelinapkan prasangka-prasangka rusak, memunculkan gelar-gelar keji, semua itu merupakan kebatilan dan perkataan yang dusta.

Sesungguhnya Allah Ta’ala mengetahui seluruh isi hati hamba-Nya terakhir, ingatlah sabda Rasulullah:

Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan segala yang telah dia dengar.” [HR. Muslim di dalam Muqaddimah dari Hafsh bin ‘Ashim]

.

.

HAKIKAT SURURIYAH

Oleh:

Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah

.

Pertanyaan

Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah ditanya : Semoga Allah menjaga Anda. Sering sekali kita mendengar tentang Sururiyah, harap Anda jelaskan hakikatnya ..! jazakumullahu khairan.

Jawaban.

Sururiyah termasuk istilah yang muncul akhir-akhir ini. Sebagian ulama telah berbicara tentang mereka, dan tentunya ini dikembalikan pada orang yang telah banyak meneliti pemikiran-pemikiran mereka secara rinci. Adapun globalnya, Sururiyah adalah : Mereka yang menisbatkan dirinya pada Muhammad bin Surur Zainal Abidin, yang di dalam manhajnya ada penyelewengan dari manhaj Ahlus Sunnah dalam masalah da'wah dan muamalah terhadap pemerintah, yang diambil dari manhaj-manhaj lain seperti manhaj Ikhwanul Muslimin juga lainnya. Dan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya sebagian mereka -terkadang berpemikiran sesuai dengan pemikirannya pada sebagian dasar-dasar manhaj mereka dengan sengaja atau tidak. Akan tetapi tidak benar untuk menisbatkan setiap orang yang menyeleweng dalam masalah ini kepada Sururiyah, karena barangkali seseorang itu aqidahnya sesuai dengan aqidah Ahlus Sunnah dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan mereka, tapi dia telah menyimpang dan penyimpangan itu telah terbetik dalam pikiran mereka sebagaimana penyimpangan itu terbetik dalam pikiran Sururiyyin, maka tidak boleh kita memecah belah manusia.

Adapun orang yang menisbatkan dirinya pada Muhammad bin Surur serta ridho dengan pemikirannya dan berguru padanya, maka ini lain lagi urusannya, karena ada sebagian orang yang terkadang sesuai dengan sebagian pendapat mereka. Maka kita tidak boleh memecah belah, sebab jika kita golong-golongkan manusia dan menisbatkan mereka, sangat susah mereka itu untuk kembali kepada al-haq setelah itu, lain halnya jika kita katakan : Anda mempunyai kesalahan dalam hal ini, kembalilah pada al-haq..! maka mudah baginya untuk kembali. Kemudian, pengetahuan tantang jamaah-jamaah yang ada pada zaman sekarang dan pendalaman pemikiran-pemikiran mereka, mungkin sulit bagi seorang penuntut ilmu dan tidak wajib bagi dia, tapi wajib untuk mengetahui keburukan itu secara global, sebagaimana kata Hudzaifah radhiallaahuanhu : Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang kebaikan dan saya bertanya kepadanya tentang keburukan karena takut terjerumus ke dalamnya, dalam hal ini dengan mengetahui penyimpangan mereka secara global. Adapun menyibukkan diri dengan perkataan-perkataan mereka, apa yang dikatakan Fulan, apa yang ditulis Fulan tentang mereka dan apa bantahannya serta menghabiskan umur dengan hal ini akan memalingkan kita dari menuntut ilmu, padahal umur itu pendek

Maka kewajiban kita adalah untuk mengetahui pokok-pokok aqidah Ahlus Sunnah, dasar-dasar ilmu dan mengetahui masalah-masalah syari yang dengannya kita dapat membedakan ahlul haq dan ahlul batil. Jika kita telah menguasainya maka tak akan terpengaruh dengan perkataan Fulan, apakah kita mengetahui perkataaannya atau tidak, karena kita mempunyai landasan yang kuat. Misalnya, kita telah tahu aqidah ahlus sunnah dalam masalah takfir (pengkafiran), terkadang kita tidak butuh untuk mengetahui hukum seseorang karena kita mempunyai kaidah benar yang dengannya kita dapat menghukumi setelah itu, jika kita telah tahu manhaj ahlus sunnah dalam masalah hajr (pengucilan), kita tidak butuh lagi untuk bertanya apakah si Fulan pantas untuk dihajr (dikucilkan) atau tidak, karena jika telah mengetahui kaidahnya, kita dapat menerapkannya pada orang lain.

Oleh karena itu, manusia butuh pada ilmu syari dan dasar-dasar ilmu. Adapun memperdalam tentang keadaan manusia, menukil perselisihan dan perkataan mereka, mungkin sulit dan melalaikan kita dari menuntut ilmu. Pendapat manusia dan apa yang ada mereka ada-adakan berupa bidah dan perselisihan tak akan ada habisnya, maka kita sibukkan diri dengan ilmu dan tashil, kemudian setelah itu kita punya kaidah yang benar dalam bermuamalah dengan yang menyimpang.

[Diterjemahkan dari Nasehat Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzohullah, dan risalah ini disusun oleh Abu Abdirrahman Abdullah Zaen dan Abu Bakr Anas Burhanuddin dkk Mahasiswa Universitas Islam Madinah]

Sumber : almanhaj.or.id

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !