Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

07 Mei 2008

FILE 51 : Palestina, Tanah Kaum Muslimin

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

.

PALESTINA, TANAH KAUM MUSLIMIN

.

PALESTINA NEGERI PILIHAN

Inilah tanah pilihan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan keberkahan tanah Palestina, tanah yang juga termasuk bagian dari Syam. Keberkahannya ini dapat dirunut, misalnya Syam menjadi tempat hijrah Nabi Ibrahim Alaihissalam, tempat singgah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjalankan Isra dan Mi’raj, tempat dakwah para Nabi. Dakwah yang membawa misi agama tauhid. Dan juga lantaran keberadaan Masjidil Aqsha di tanah Palestina yang penuh berkah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [Al-Israa : 1]

Selain memuliakan tanah Palestina, Allah juga memilih Mekkah dan Madinah. Begitulah Allah telah mengistimewakan wilayah Syam, dan Masjidil Aqsha. Dan Allah memilih Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjadikannya sebagai khatamul anbiya wal mursalin. [1]

BILAMANA KEBERADAAN BANI ISRAIL DI BUMI PALESTINA?

Masa Nabi Ya’qub Dan Nabi Yusuf

Sejarah Yahudi bermula sejak Israil, yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil, yang tumbuh di daerah Kan’an (Palestina) dengan dikarunia sejumlah 12 anak. Mereka itulah yang disebut asbath (suku) Bani Israil, dan hidup secara badawah (pedesaan) [2].

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan Yusuf sebagai pejabat penting di Mesir, kemudian meminta kedua orang tua dan saudara-saudaranya untuk berpindah ke Mesir. Di Mesir, keluarga ini hidup di tengah masyarakat watsaniyyun (paganisme). Mereka hidup dengan kehidupan yang baik lagi nikmat di masa Yusuf [3]

Setelah Nabi Yusuf wafat, seiring dengan perjalanan waktu dan pergantian penguasa, kondisi Bani Israil berubah total. Yang sebelumnya menyandang kehormatan dan kemuliaan, kemudian menjadi terhina, lantaran Fir’aun melakukan penindasan dan memperbudak mereka dalam jangka waktu yang amat lama, sampai Allah mengutus Nabi Musa Alaihissalam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya, mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabb-mu” [Al-Baqarah : 49]

Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidud anak-anak perempuan mereka …” [Al-Qashash : 4]

Masa Nabi Musa Alaihissalam

Allah mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun dan kaumnya, dengan dibekali mukjizat, untuk menyeru mereka agar beriman kepada Allah dan membebaskan Bani Israil dari siksaan. Namun Fir’aun dan kaumnya mendustakan mereka berdua, kufur kepada Allah. Karenanya, Allah menimpakan kepada mereka berbagai bencana, kekeringan, rusaknya pertanian, mengirim angin kencang, belalang dan lain-lain. [4]. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Musa untuk lari bersama Bani Israil pada suatu malam dari negeri Mesir [5]. Fir’aun dan kaumnya pun mengejar. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menenggelamkan Fir’aun beserta kaumnya, dan menyelematkan Musa dan kaumnya ke Negeri Saina, masuk dalam wilayah Palestina sekarang. Peristiwa itu terjadi pada hari Asyura. [6]

Orang-orang Yahudi menyebutkan, lama Bani Israil tinggal di Mesir 430 tahun. Jumlah mereka waktu itu sekitar 600 ribu orang lelaki.

Mengenai besaran jumlah ini. Dr Su’ud bin Abdul Aziz Al-Khalaf berkata : [7]

“Pengakuan ini sangat berlebihan. Karena berarti, bila ditambah dengan jumlah anak-anak dan kaum wanita, maka akan mencapai kisaran 2 juta-an jiwa. Tidak mungkin dapat dipercaya. Itu berarti jumlah mereka mengalami pertumbuhan 30 ribu kali. Sebab sewaktu Bani Israil masuk ke Mesir, berjumlah 70 jiwa. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Asy-Syu’ara : 53.

(Fir’aun berkata) ; ‘Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan yang kecil

Jumlah 2 juta tidak bisa dikatakan kecil. Mustahil dalam satu malam terjadi eksodus dua juta jiwa. Kita tahu di dalamnya terdapat anak-anak dan kaum wanita serta orang-orang tua.

Orang-orang yang bersama Nabi Musa, mereka adalah orang-orang dari Bani Israil yang mengalami penindasan dan kehinaan serta menuhankan manusia dalam jangka waktu yang lama. Aqidah mereka telah rusak, jiwanya membusuk, mentalnya melemah, dan muncul pada mereka tanda-tanda pengingkaran, kemalasan, pesimis, serta bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. [8]

Meski Allah telah menunjukkan banyak mukjizat dan tanda-tanda kekuasaan-Nya melalui Nabi Musa, tetapi mereka tetap ingkar, sombong dan tetap kufur. Mereka justru meminta untuk dibuatkan berhala sebagai tuhan yang disembah. Hingga akhirnya, As-Samiri berhasil menghasut mereka untuk menyembah anak sapi, menolak memerangi kaum yang bengis (Jababirah). Maka, Allah menimpakan hukuman kepada mereka berupa tiih (berjalan berputar-putar tanpa arah karena kebingungan) dalam jangka waktu yang dikehendaki Allah. Pada rentang waktu ini, Musa wafat. Sementara Harun sudah meninggal terlebih dahulu.

Setelah usai ketetapan waktu yang Allah kehendaki untuk menghukum mereka dengan kebingungan tanpa mengetahui arah, Bani Israil berhasil menaklukan bumi yang suci di bawah pimpinan Nabi Yusya' bin Nun Alaihissalam. [9]

Para ahli membagi perjalanan sejarah kota suci Palestina pasca penaklukan tersebut menjadi tiga periode.

Pertama : Masa Qudhah, Yaitu masa penunjukkan hakim bagi setiap suku yang berjumlah dua belas, setelah masing-masing mendapatkan wilayah sesuai pembagian Nabi Yusya' bin Nun. Masa ini, kurang lebih berlangsung selama 400 tahun lamanya. [10]

Kedua : Dikenal dengan masa raja-raja. Diawali oleh Raja Thalut. Kondisi masyarakat mengalami masa keemasan saat dipegang oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.

Ketiga : Periode yang disebut sebagai masa perpecahan internal, yaitu setelah Nabi Sulaiman wafat. Mereka terbelah menjadi dua kutub. Bagian selatan dengan ibukota Baitul Maqdis dan wilayah utara dengan ibukota Nablus.

Dua wilayah ini, akhirnya dikuasai bangsa asing. Wilayah selatan ditaklukan oleh bangsa Assiria dari Irak. Wilayah utara diserbu Mesir. Disusul kedatangan Nebukadnezar, yang mampu mengusir bangsa Mesir dari sana. Pergantian kekuasaan ini, akhirnya dipegang bangsa Romawi yang berhasil mengalahkan bangsa Yunani, penguasa sebelumnya.

Pada masa kekuasaan Romawi inilah, Isa Al-Masih diutus oleh Allah. Pada masa itu pula, musibah dahsyat dialami kaum Yahudi. Bangsa Romawi melakukan genocide (pemusnahan) secara keras terhadap etnis mereka, lantaran orang-orang Yahudi melakukan pemberontakan. Baitul Maqdis pun dihancurkan. Bangsa Yahudi tercerai-berai. Sebagian melarikan diri ke seluruh penjuru wilayah bumi. Demikianlah hukuman Allah dengan mendatangkan bangsa yang menindas mereka. Siksaan dan kepedihan ditimpakan kepada mereka, atas kerusakan, tindak aniaya dan akibat akhlak mereka yang buruk. [11]

Bangsa Romawi menguasai tanah Baitul Maqdis hingga beberapa lama, hingga kemudian pada abad pertama hijriyah, pada masa khalifah Umar Ibnu Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, kaum Muslimin berhasil mengambil alih penguasaan tanah penuh berkah ini dari tangan bangsa Romawi yang memeluk agama Nashrani, meliputi Palestina, Syam dan daerah yang ada di dalamnya. Tepatnya pada pemerintahan Khalifah Umar Ibnul Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pada bulan Rajab tahun 16H, sehingga menjadi Darul Islam. Penyerahan Baitul Maqdis ini terjadi, setelah pasukan Romawi disana dikepung oleh pasukan kaum Muslimin selama empat puluh hari di bawah komando Abu Ubaidah Ibnul Jarrah Radhiyallahu ‘anhu. Kemudian Khalifah Umar Ibnul Khaththab menetapkan orang-orang Yahudi tidak boleh tinggal di Baitul Maqdis.

KLAIM PALSU YAHUDI ATAS TANAH PALESTINA

Merasa nenek moyangnya pernah berdiam di sana, menyebabkan kaum Yahudi membuat klaim jika mereka memiliki hak atas tanah Palestina. Alasan yang dikemukakan, karena mereka telah mendiaminya sejak Nabi Ibrahim dan berakhir ketika orang-orang Yahudi generasi akhir diusir dari Baitul Maqdis pada masa Romawi.

Mereka pun mengklaim hak kepemilikan tersebut juga berdasarkan tinjauan agama. Yaitu mengacu kepada kitab suci mereka, bahwa Allah telah menjanjikan kepemilikan tanah Kan’an (Palestina) dan wilayah sekitarnya, dari sungai Nil di Mesir sampai sungai Eufrat di Irak. Janji tersebut disampaikan Allah kepada Ibrahim. Begitulah bangsa Yahudi yang hidup pada masa sekarang mengklaim sebagai keturunan Ibrahim, bangsa terpilih. Sehingga merasa paling berhak dengan Palestina dan sekitarnya, yang disebut-sebut sebagai ardhul mi’ad (tanah yang dijanjikan).

Karenanya, muncul upaya untuk menghimpun kaum Yahudi yang tersebar di berbagai wilayah, bertujuan mendirikan sebuah negara Israil Raya, Napoleon Bonaparte, seorang raja Perancis telah memfasilitasi tujuan tersebut. Caranya, pada tahun 1799 M, dia mengajak Yahudi dari Asia dan Afrika untuk bergabung dengan pasukannya. Namun akibat kekalahan yang dideritanya, menyebabkan rencana tersebut tidak terwujud.

Wacana ini kembali muncul, dengan terbitnya buku Negara Yahudi, yang ditulis pemimpin mereka, Theodore Heartzel pada tahun 1896 M. Orang-orang Yahudi melakukan kajian secara jeli tentang kondisi negara-negara penjajah. Hingga sampai pada kesimpulan, bahwa Inggris merupakan negara yang paling tepat untuk membantu merealisasikan rencana tersebut.

Ringkasnya, setelah melalui lobi-lobi, maka pada tahun 1917 M, Inggris yang menjajah kebanyakan negara Arab, memberikan tanah hunian bagi Yahudi di Palestina. Penguasa Inggris melindungi mereka dari kemarahan kaum Muslimin. Di sisi lain, penjajah Inggris bersikap sangat keras terhadap kaum Muslimin di sana.

KEPALSUAN PENGAKUAN YAHUDI

Sebelum Bani Israil masuk ke wilayah tersebut, tanah Palestina telah didiami dan dikuasai suku-suku Arab. Kabilah Finiqiyyin, menempati wilayah utara kurang lebih pada tahun 3000 SM. Kabilah Kan’aniyyun, menempati bagian selatan dari tempat yang dihuni orang-orang Finiqiyyin. Mereka menempati wilayah tengah pada tahun 2500 SM. Inilah suku-suku bangsa Arab yang berhijrah dari Jazirah Arabiyah. Kemudian datang kelompok lain, kurang lebih pada tahu 1200 SM, yang kemudian dikenal dengan Kabilah Falestin. Menempati wilayah antara Ghaza dan Yafa. Hingga akhirnya nama ini menjadi sebutan bagi seluruh wilayah tersebut. dan ketiga suku ini terus mendiaminya.

Secara historis, telah jelas Bani Israil bukanlah bangsa yang pertama menempati Palestina. Daerah itu, sudah dihuni oleh suku-suku Arab sejak beribu-ribu tahun lamanya, sebelum kedatangan Bani Israil. Bahkan keberadaan suku Arab tersebut terus berlangsung sampai sekarang.

Adapun Bani Israil, pertama kali masuk Palestina, yaitu saat bersama Yusya bin Nun, setelah wafatnya Nabi Musa Alaihissalam. Sebelumnya mereka dalam kebingungan, terusir, tak memiliki tempat tinggal, karena melakukan pembangkangan terhadap perintah Allah.

Dikisahkan dalam Al-Qur’an.

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya :”Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi” [Al-Maidah : 20-21]

Akan tetapi, mereka adalah bangsa pengecut yang dihinggapi rasa takut. Sikap pengecut ini terlihat jelas dari jawaban mereka terhadap ajakan Nabi Musa.

Kelanjutan ayat di atas menyebutkan.

Mereka berkata :”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”.

“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya : “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya, nisacaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.

“Mereka berkata : “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinyua selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabb-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”.

“Berkata Musa : “Ya Rabb-ku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”.

Allah berfirman : “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu” [Al-Maidah : 22-26]

Dengan terusirnya dari tanah yang diberkahi ini, bagaimana mungkin mereka mengaku memiliki hak atas tanah ini? Sementara itu, pengembaraan ke berbagai penjuru bumi, karena terusir di mana-mana menimbulkan konsekwensi bagi mereka berinteraksi, dan beranak-pinak dengan bangsa lainnya. Sehingga terputuslah nasab mereka dengan nenek moyangnya.

Jelaslah, generasi Yahudi pada masa sekarang ini bukan keturunan Bani Israil sebagaimana yang mereka katakan. Meski demikian, mereka berupaya keras menyebarluaskan klaim palsu ini, bahwa mereka keturunan orang-orang Bani Israil generasi pertama yang menghuni Palestina dahulu. Tujuan propaganda ini, agar kaum Nashara menilai mereka sebagai keturunan Nabi Ya’qub. Sehingga muncul opini, bahwa merekalah yang dimaksud oleh janji sebagaimana tersebut dalam Pejanjian Lama. Dengan ini mereka berharap Nashara merasa memiliki ikatan emosional, dan kemudian membela mereka. Sebab Nashara mengagungkan Taurat (Perjanjian Lama) dan menganggapnya sebagai wahyu dari Allah.

Akan tetapi, fakta menujukkan, jika klaim mereka dalah dusta. Mereka mengaku akar keturunannya masih murni, bersambung sampai ke Israil (Ya’qub). Padahal, mereka sendiri telah mengakui, banyak di antara orang-orang Yahudi yang menikahi wanita non Yahudi. Demikian juga, kaum wanitanya pun menikah dengan lelaki non Yahudi.

Sebagai contoh bukti lainnya, sebuah suku yang besar di Rusia , Khazar telah memeluk Yahudi pada abad ke-8 Masehi. Kerajaan ini begitu kuatnya. Kemudian mengalami kehancuran total setelah diserang Rusia. Sejak abad ke -13 Masehi, wilayah ini terhapus dari peta Eropa. Penduduknya bercerai berai di Eropa Barat dan Timur. Ini merupakan salah satu indikasi yang jelas, bahwa mereka tidak mempunyai ikatan dengan Ya’qub dan keturunannya.

Kalaupun mereka tetap bersikeras mengaku sebagai keturunan Ya’qub, akan tetapi sebagai kaum Muslimin, kita tidak merubah sikap, selama mereka memusuhi kaum Muslimin. Sebab, nasab tidak ada artinya, bila masih berkutat dalam kekufuran. [12]

YAHUDI BUKAN KETURUNAN IBRAHIM

Pengakuan mereka sebagai keturunan Ibrahim Alaihissalam, merupakan klaim yang batil, ditinjau dari beberapa aspek berikut.

[1]. Batilnya klaim mereka sebagai keturunan Bani Israil, secara jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nashrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nashrani. Katakanlah : “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya”, Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan” [Al-Baqarah : 140]

[2]. Kitab suci mereka tidak lagi orsinil dan sudah terjadi perubahan. Mereka telah melakukan perbuatan tercela terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi Bani Israil, dengan melakukan tahrif (mengubah), memalsukan dan memanipulasi. Al-Qur’an telah mengabadikan perbuatan mereka tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuk mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membantu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya …..”[Al-Maidah : 13]

[3]. Klaim kepemilikan tanah yang penuh berkah ini oleh Yahudi, berkaitan dengan janji Allah kepada Ibrahim, hakikatnya janji tersebut telah diwujudkan yaitu saat pertama kali Ibrahim Alaihissalam menginjakkan kaki di wilayah suku Kan’an.

Sekilas, mengacu kepada kitab mereka yang kini disebut Kitab Perjanjian Lama, kita akan mengetahui, jika janji Allah tersebut menjadi hak Isma’il, nenek moyang bangsa Arab dan kaum Muslimin. Pada waktu itu Nabi Ibrahim Alaihissalam belum dikaruniai anak (Kejadian : 12/7). Kemudian janji ini terulang kembali saat beliau kembali ke Mesir (Kejadian : 13/15). Janji ini pun terulang kembali bagi Ibrahim, tetapi beliau belum dikaruniai anak (15/18). Berikutnya, janji itu pun terulang lagi, saat Ibrahim dikaruniai anaknya, yaitu Ismail (Kejadian : 17/8). Sedangkan putra kedua Ibrahim Alaihissalam, yaitu Ishaq, pada saat janji itu ditetapkan ia belum dilahirkan.

[4]. Kalaupun mereka menyanggah, bahwa janji Allah tentang kepemilikan tanah Palestina merupakan warisan dan hunian abadi bagi mereka, yang menurut mereka didukung oleh Al-Qur’an –surat Al-Maidah : 21 : “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”. Maka jawabnya adalah.

Ungkapan janji yang ada dalam ayat tersebut tidak berbentuk abadi, tetapi khusus bagi zaman yang mereka dijanjikan mendapatkannya, sebagai balasan atas sambutan mereka kepada perintah-perintah Allah dan kesabaran mereka. Sedangkan orang-orang Yahudi pada masa ini, mereka bukan Bani Israil –sebagaimana sudah dipaparkan-. Dan ayat ini tidak menyangkut yang bukan Bani Israil, meski kaum Yahudi pada saat ini mayoritas. Sungguh, kebenaran dalam masalah ini yang menjadi pegangan jumhur ulama tafsir

Balasan keimanan dan keistimewaan yang mereka raih atas umat zaman mereka ini merupakan ketetapan Allah bagi hamba-hambaNya. Allah berfirman.

Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai oleh hamba-hambaKu yang shalih”. [Al-Anbiya : 105]

Begitu juga setelah mereka menyimpang dari agama Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka Bani Israil tidak lagi memiliki hak dengan janji tersebut. Justru balasan bagi mereka, sebagaimana terkandung dalam ayat, yaitu mereka mendapat laknat, kemurkaan dan hukuman dari Allah. Mereka tercerai berai di bumi, dikuasai oleh orang-orang yang menimpakan siksaan kepada mereka sampai hari Kiamat, dirundung kehinaan dimanapun mereka berada. Ini semua sebagai hukuman atas kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah.

Sebuah fakta yang ironis. Ketika Allah memerintahkan Bani Israil untuk memasuki tanah yang dijanjikan, ternyata mereka enggan dan membangkang. Maka Allah menghalangi mereka darinya. Tatkala mereka menyambut perintah, maka Allah memberikannya kepada mereka.

Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Yang Allah janjikan kepada kalian melalui lisan ayah kalian, Israil ia mewariskannya kepada orang yang beriman dari kalian” [13]

Berdasarkan ini, tanah tersebut milik mereka ketika mereka beriman. Tetapi, karena mereka kufur kepada Allah dan para Nabi-Nya, dan Allah telah menetapkan murka dan laknatNya kepada mereka, maka mereka sama sekali tidak mempunyai hak atas tanah suci itu.

[5]. Bisa juga bisa dikatakan, janji itu sudah terwujud pada masa Nabi Musa, yaitu tatkala Bani Israil memasuki tanah suci dengan dipimpin oleh Nabi Yusya bin Nun, kemudian menempatinya pada masa Nabi Dawud dan Sulaiman. Sebuah masa ketika Allah menganugerahkan kepada mereka keutamaan atas manusia seluruhnya. Namun, ketika mereka kufur kepada Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka kemurkaan Allah pun berlaku pada mereka, dan terjadilah bencana menimpa mereka.

[6]. Janji Allah memiliki syarat, yaitu iman dan amalan shalih, sebagaimana juga termuat dalam Taurat. Sedangkan mereka telah berbuat kufur dan murtad, beribadah kepada selain Allah. Oleh karena itu, musibah, bencana dan kemurkaan dari Allah ditimpakan kepada mereka. Dan semua ini termuat dalam kitab-kitab suci mereka. Bahkan dalam kitab mereka, terdapat keterangan yang melarang memasuki Baitul Maqdis, lantaran kekufuran, kesesatan dan kemaksiatan mereka.

Dengan pengingkaran ini, maka janji tersebut tidak terwujudkan. Sebaiknya, siksa dan bencanalah yang mereka dapatkan. Bumi ini milik Allah, diwariskan kepada hamba-hambaNya yang menegakkan agama dan mengikuti ajaran-ajaranNya, bukan diwariskan kepada orang-orang yang melakukan kerusakan di bumi. Allah berfirman.

Musa berkata kepada kaumnya : “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah ; dipusakakanNya kepada siapa saja yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [Al-A’raf : 128]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” [An-Nur : 55]

Menjelaskan ayat ini Ibnu Katsir berkata.

Ini janji dari Allah bagi RasulNya, akan menjadikan umatnya sebagai pewaris bumi. Maksudnya, tokoh-tokoh panutan dan penguasa mereka. Negeri-negeri menjadi baik dengan mereka, dan orang-orang tunduk kepada mereka… Allah Subhanahu wa Ta’la telah mewujudkannya walillahilhamdu walminnah. Nabi tidaklah wafat, melainkan Allah telah membuka penaklukkan Mekah, Khaibar, seluruh Jazirah Arab, wilayah Yaman seluruhnya. Memberlakukan jizyah kepada Majusi dari daerah Hajr, dan sebagian wilayah Syam

Kemudian, ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar mengirimkan pasukan Islam ke Persia di bawah komando Khalid bin Al-Walid dan berhasil menaklukkan sebagian wilayahnya. Juga mengirim pasukan lain pimpinan Abu Ubaidah menuju Syam.

Allah juga memberikan karunia kepada kaum Muslimin. Yaitu mengilhamkan kepada Abu Bakar untuk memilih Umar Al-Faruq untuk menggantikan kedudukannya. Dan Umar pun melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Pada masa kekuasannya, seluruh wilayah Syam berhasil dikuasai. [14]

Kaum Muslimin, mereka itulah yang dimaksud dengan ayat-ayat tersebut. Bila membenarkan janji yang mereka ikat dengan Allah, kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, berpegang teguh dengan Islam secara sempurna, baik individu, keluarga, masyarakat atau negara, maka sungguh janji Allah benar adanya. Dan siapakah yang berhak atas tanah yang penuh berkah itu? Tidak lain adalah kaum Muslimin.

Maraji'.

- Dirasatun Fil Ad-yan Al-Yahudiyah wan Nashraniyah, Dr Su’ud bin Abdil Aziz Al-Khalaf, Penerbit Adhwa-us Salaf, Cetakan I, Th 1422H/2003M

- Mujaz Tarikhil Yahudi war-Raddi Ala Ba’dhi Maza’imil Bathilah, Dr Mahmud bin Abdir Rahman Qadah, Majalah Jami’ah Islamiyah, Edisi 107, Th 29, 1418-1419H

- Shahih Qashashil Anbiya, karya Ibnu Katsir, Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali, Maktabah Al-Furqan, Cetakan I Th, 1422H

- Tafsir Al-Qur’anil Azhim, Abu Fida Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Cetakan II, Th.1422H

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07-08/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]

_________

Footnotes

[1]. Barakatu Ardhisy-Syam, Dr Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr, Majalah Manarusy-Syam, edisi Jumadal Ula 1425H.

[2]. Lihat Surat Yusuf ayat 100

[3]. Kisah tersebut termuat dalam Surat Yusuf.

[4]. Lihat Surat Al-A’raaf ayat 133

[5]. Lihat Surat Asy-Syu’ara ayat 52-66

[6]. Dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, saat kaum Yahudi berpuasa hari Asyura. Beliau bersabda. Hari apakah ini yang kalian berpuasa padanya? Mereka menjawab : Ini hari kemenangan Musa atas Fir’aun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat : Kalian lebih pantas menghormati Musa daripada mereka, maka berpuasalah” [HR Al-Bukhari dan Muslim. Dinukil dari Shahih Qashashil Anbiyaa, halaman 310]

[7]. Dirasatun Fil Adyan Al-Yahudiyah wa Nashraniyah, halaman 49

[8]. Mujaz Tarikhil Yahudi, Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah, halaman 248

[9]. Nabi Yusya bin Nun Alalihissalam dalah salah seorang dari Nabi yang diutus kepada Bani Israil. Dalil yang menunjukkan kenabiannya, yaitu hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda : “Matahari tidak pernah tertunda perjalanannya karena seseorang, kecuali bagi Yusya bin Nun, (ketika) pada malam hari ia menuju Baitul Maqdis: [HR Ahmad 2/325].

Ibnu Katsir berkata : Sanadnya sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Lihat Al-Bidayah, 1/333. Dan hadits ini dishahihkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath, 2/221.

Di tempat lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : Ada seorang nabi dari kalangan para nabi yang berperang, (ia) berkata kepada kaumnya … kemudian ia berkata kepada matahari, ‘Sesungguhnya engkau diperintah, dan aku pun juga diperintah, Ya Allah, hentikanlah ia, maka matahari itu pun berhenti, sampai akhirnya Allah membuka kota tersebut lantaran mereka” [HR Al-Bukhari, Lihat Al-Fath 6/220]

[10]. Dirasatun Fil Adyan, halaman 53

[11]. Lihat surat Al-A’raaf ayat 167

[12] Dirasatun Fil Ad-yan, halaman 66-67

[13]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/75

[14]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/304 secara ringkas

Sumber: www.almanhaj.or.id

.

********

NASEHAT JIHAD DI PALESTINA

Oleh

Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali Hafizhahullah

Pertanyaan

Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali Hafizhahullah ditanya : Apa hukum jihad di Palestina sekarang ini?

Jawaban

Masalah ini harus ditinjau dari berbagai segi :

Pertama : Sudah seyogyanya kita mengetahui dengan jelas masalah Palestina. Palestina merupakan bumi yang diberkahi dan suci. Al-Qur’an menyifati bumi Palestina dengan bumi yang diberkahi sebanyak lima kali, dan ayat yang paling jelas adalah ayat pertama dari surat Al-Isra : “ ….. yang telah kami berkahi di sekitarnya”.

Kedua : Negeri kaum muslimin sudah sepantasnya dijaga oleh kaum muslimin sendiri, dan agar kaum muslimin melawan orang-orang yang ingin merampasnya. Orang-orang Yahudi –laknat Alloh atas mereka dan semoga Alloh membinasakan mereka- adalah penjajah atas negara kaum muslimin di Palestina, maka wajib bagi kaum muslimin melawan dan memerangi serta mengeluarkan orang-orang Yahudi dari bumi Palestina agar mereka kembali ke tempat asal mereka.

Ketiga : Yang harus diketahui, jihad adalah puncaknya Islam sebagaimana dalam hadits Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu : “Tiangnya agama Islam adalah shalat dan puncaknya adalah jihad di jalan Alloh”. Akan tetapi, tidaklah pantas jika kita mengangkat panji jihad bukan pada tempatnya atau menempatkan jihad bukan pada tempat yang sudah ditentukan oleh Alloh dan Rasulnya.

Sebuah hadits yang telah dikeluarkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dan selainnya bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu telah menyebutkan sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamorang tersebut bermaksud mengatakan bahwa jihad merupakan salah satu rukun Islam yang lima- maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Jihad merupakan hal yang baik tapi inilah yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Jihad bukan termasuk rukun Islam yang lima, pent)” yaitu Islam dibangun di atas lima hal …., lalu seorang berkata : “Dan Jihad”, -

Jihad akan terus ada sampai hari kiamat, tidak akan sirna selamanya. Akan tetapi, jihad mempunyai syarat-syarat (yang harus ditunaikan dulu sebelum melakukannya, -pent) yang telah dijelaskan oleh para ulama. Jihad mengandung sebab-sebab yang bersifat maknawi, pendidikan, aqidah dan materi. Sebab-sebab yang bersifat aqidah dan pendidikan adalah aplikasi penghambaan kita kepada Alloh, kita menolong agama Alloh, firman Alloh.

“Artinya : Apabila kalian menolong agama Alloh, niscaya Alloh akan menolong kalian” [Muhammad : 7]

Alloh juga berfirman.

“Artinya : Dan Alloh pasti akan menolong orang-orang yang menolong agamaNya” [Al-Hajj : 40]

Oleh karena itu, kita haruslah menolong agama Alloh dahulu hingga Alloh menolong kita.

Apakah makna menolong agama Alloh ?

Maknanya, kita menegakkan agama Alloh, kita menegakkan syari’at Alloh, kita menjadi hamba Alloh yang sesungguhnya.

Perkara yang kedua, persiapan yang bersifat materi/jasmani, firman Alloh.

“Artinya : Persiapkan apa-apa yang sanggup kalian persiapkan, dari kekuatan fisik maupun dari kuda-kuda yang ditambatkan” [Al-Anfal : 60]

Akan tetapi, mana yang lebih utama ?

Kita mempersiapkan berbagai senjata, sedangkan aqidah kita berantakan, akhlak kita seperti akhlak orang Yahudi, dan kebiasaan kita seperti kebiasaan Yahudi.

Kita telah banyak mengikuti kebiasaan orang-orang Yahudi sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kalian akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan kaum sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta, hingga mereka masuk ke lubang biawak pun kalian ikuti”. Para sahabat bertanya : “Yahudi dan Nashara?”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “Siapa lagi kalau bukan mereka?!”.

Dengan demikian, dalil aqli dan naqli serta realita memperkuat bahwa hal pertama yang harus dilakukan adalah menanamkan agama Alloh dalam diri kita. Yaitu dengan kita menolong agama Alloh dan kembali kepada Alloh, sebagaimana disabdakan oleh Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Apabila kalian telah berjual beli dengan cara inah, dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi, ridha dengan persawahan, serta kalian meninggalkan jihad, Alloh akan menimpakan kehinaan kepada kalian, tidak akan dicabut kehinaan itu hingga kalian kembali kepada agama kalian”.

Semua maksiat di atas telah kalian lakukan, salah satunya meninggalkan jihad hingga Alloh timpakan kehinaan atas kalian. Barangsiapa yang melakukan hal-hal tersebut maka akan ditimpakan kehinaan atas mereka. Kemudian bagaimana agar kehinaan tersebut terangkat ? Apakah dengan menegakkan jihad? Tidak, kembali untuk menegakkan jihad di waktu sekarang tidak bermanfaat, karena manusia yang berkata “Aku akan kembali kepada jihad” tidak memahami jihad ; maka kita haruslah kembali kepada asasnya, yaitu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Hingga kalian kembali kepada agama kalian” (Hadits tersebut tidak mengatakan hingga kalian menegakkan jihad; akan tetapi sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbunyi : “Hingga kalian kembali kepada agama kalian, pent).

Oleh karena itu, kami katakan bahwa memerdekakan Palestina, mengeluarkan orang-orang Yahudi dari bumi Palestina, merupakan salah satu dari kewajiban umat Islam. Tidak sepantasnya kita ridha dan hanya diam saja dengan kehinaan dan kesengsaraan. Namun wajib bagi kita mengambil sebab-sebab yang syar’i dan melaksanakan ketentuan Alloh guna mendapatkan pertolonganNya, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam shahih Bukhari dan Muslim.

Kalian memerangi orang-orang Yahudi hingga mereka berlarian dan bersembunyi di balik pepohonan dan bebatuan, hingga pepohonan dan berbatuan berkata : “Wahai muslim, wahai hamba Alloh….”

Dengan demikian, yang menang atas orang-orang Yahudi, yang membunuh Yahudi, yang mengeluarkan orang Yahudi dari negeri kaum muslimin adalah muslim, hamba Alloh ; jika kita kembali ke jalan Alloh maka kita ditolong atas orang Yahudi. Adapun kita mempergunakan keadaan kaum muslimin yang dirundung duka dan luka untuk kepentingan suatu kelompok, maka ini tidaklah diridhai oleh agama kita dan tidak diterima oleh seorang yang mukhlis dari kita. Realita yang terjadi pada pergerakan-pergerakan hizbiyyah serta kelompok-kelompok yang lain adalah mereka sibuk dengan kejadian tragis di Palestina, mereka sibuk dalam mengekspos pembunuhan, penghancuran, dan selainnya, dan sebenarnya mereka hanya duduk-duduk saja.

Mereka sibuk dengan ketragisan di Checnya dan di Bosnia, tapi apa yang telah mereka hasilkan ? Tidak ada sedikit pun. Namun tiba-tiba mereka datang dan berkata : “Kalian wahai salafiyyun tidak menganjurkan manusia untuk berjihad, kalian tidak menginginkan negeri kaum muslimin bebas. (firman Alloh) : “Sesungguhnya mereka tidaklah berkata melainkan hanya perkataan dusta” [Al-Kahfi : 5] Demi Alloh, sejarah akan bersaksi bahwa dakwah salafiyyah ini merupakan dakwah yang sangat antusias untuk menjadikan kaum muslimin sebagai sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia. Akan tetapi, mereka yang tidak ingin berjalan di atas ketentuan Alloh tergesa-gesa dalam bertindak hingga menjatuhkan umat dalam kesedihan, penyesalan, pembunuhan dan perusakan. Lihatlah realita mereka di Aljazair. Apa yang telah dihasilkan oleh revolusi mereka? Pembunuhan, perusakan, dan hancurnya mobil-mobil… Apa yang dihasilkan di Mesir? Apa yang dihasilkan di Syria? Apa yang dihasilkan oleh mereka yang mengatakan, “Kami keluar dari pemerintahan yang tidak berhukum dengan hukum Alloh” … Mereka tidak mengubah sesuatupun melainkan justru menambah kesengsaraan, menambah fitnah, menambah kehancuran. Dahulu manusia dalam ketenangan, kedamaian, sekarang berubah mejadi kesengsaraan dan kepedihan. Sesungguhnya yang terjadi di Palestina adalah penyalahgunaan keadaan manusia untuk mencapai apa yang diinginkan oleh para pemimpin. Sebelum kita melihat kepada intifadhah maka lihatlah kepada intifadhah yang terdahulu yang selama berpuluh-puluh tahun bergolak namun apa yang dihasilkan? Hanya menghasilkan perdamaian …. Maka harus kita berangkat dari realita yang (pahit ini) dan jangan sampai kita ditunggangi oleh ahli batil. Siapakah yang mengatakan bahwa batu bisa menghancurkan tank-tank? Dan siapa yang mengatakan bahwa ketapel bisa mengalahkan rudal sedangkan anda dan musuh anda sama-sama bermaksiat kepada Alloh Ta’ala ?!

Ada seorang ikhwah dari Baitul Maqdis bercerita kepada saya (Syaikh) bahwa dia telah mengunjungi para korban yang terluka : “Kami berkunjung kepada 32 orang lebih, 30 orang di antara mereka tidak shalat. Mereka datang dan berkata : (orang) Nasrani yang ikut dan turun ke jalan untuk demonstrasi dan terbunuh dia syahid. Apabila terbunuh karena ikut revolusi maka mereka syahid. Pemabuk, pezina, syirik kepada Alloh asalkan dia ikut revolusi, maka dia mati syahid”.

Palestina tidak akan bebas dan merdeka hanya dengan slogan-slogan. Palestina membutuhkan sosok-sosok lelaki, yang melakukan ketaatan kepada Alloh, seperti dalam hadits : “Wahai muslim, wahai hamba Alloh, di belakangku ada Yahudi. Kemarilah dan bunuh dia”. Merekalah yang akan membebaskan Palestina, merekalah yang akan membebaskan rumah-rumah kaum muslimin yang terampas. Kita mohon kepada Alloh agar dikembalikan kepada agama kita dengan baik, dan agar diangkat kehinaan dari kita, diangkat kehinaan dari saudara-saudara kita serta negeri-negeri kaum muslimin, dan agar dikembalikan apa-apa yang terampas dari negeri kaum muslimin kepada negeri Islam.

Alhamdulillah Rabbil Alamin

[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi I Tahun VI/Sya’ban 1427/Sept 06 Diterbitkan oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153]

Sumber: almanhaj.or.id

*****

Salah satu situs Islam yang berhubungan dengan perjuangan da'wah di Palestina (Masjid Al-Aqsa) dapat dilihat di sini

.

Baca Juga:

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !