Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

07 Mei 2008

FILE 54 : Keadilan Universal Tertinggi

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

Keadilan Tertinggi di Jagat Raya

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi .

Keadilan, sebuah kata yang manis di mulut dan merdu di telinga. Betapa banyak kita jumpai orang yang ingin menegakkannya. Ada yang berjuang melalui jalur hukum dengan mendirikan berbagai lembaga bantuan hukum. Ada pula yang berjuang melalui jalur politik dengan mendirikan partai. Ada pula yang berjuang melalui gerakan-gerakan massa dengan berorasi dan membongkar borok-borok sekelompok orang yang dianggap durjana. Ada pula yang berjuang melalui media massa dengan menerbitkan selebaran dan surat kabar tentangnya. Semuanya ingin meraih sebuah kebaikan, yaitu keadilan. Namun sangat disayangkan. Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi tidak mendapatkannya.

Kalau kita mau jujur bertanya kepada diri kita masing-masing, sejauh manakah kita mengerti hakikat keadilan dan kepada siapa saja keadilan itu harus kita terapkan. Maka mungkin saja gambaran tentang keadilan itu ternyata masih samar dan rancu di dalam benak kita. Ada perkara yang kita anggap biasa dan sepele namun ternyata itu termasuk kezaliman yang sangat besar. Sebaliknya bisa jadi sesuatu yang kita anggap sebagai nilai keadilan yang sangat tinggi tapi ternyata masih ada keadilan lain yang lebih tinggi dan lebih berhak untuk dibela. Karena itulah di sini kami ingin mengajak para pembaca yang budiman untuk kembali memandang masalah yang ada di hadapan kita dengan kacamata Al-Qur’an dan As Sunnah melalui metode pemahaman Salafush Shalih.

Allah Memerintahkan Kita untuk Berbuat Adil

Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan.” (QS. Al Maa’idah: 8)

Ketika mengomentari ayat “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang menegakkan kebenaran, menjadi saksi karena Allah” Syaikh Abu Bakar Al Jazaa’iri hafizhahullah mengatakan, “Artinya (Allah memerintahkan untuk) menegakkan keadilan dalam hal hukum dan persaksian…” (Nidaa’atur Rahman, hal. 86) Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, “…Setiap kali kalian bersemangat menegakkan keadilan dan bersungguh-sungguh untuk menerapkannya maka hal itu akan membuat kalian semakin lebih dekat kepada ketakwaan hati. Apabila keadilan diterapkan dengan sempurna maka ketakwaan pun menjadi sempurna.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 224)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang hakikat keadilan. Beliau menerangkan bahwa makna adil adalah menunaikan hak kepada setiap pemiliknya. Atau bisa juga diartikan dengan mendudukkan setiap pemilik kedudukan pada tempat yang semestinya (silakan lihat Huquuq Da’at Ilaihal Fithrah wa Qararat Haa Asy Syari’ah, hal. 9) Dengan demikian inti pengertian adil ialah masalah hak dan kedudukan. Segala sesuatu memiliki hak dan kedudukan. Sampai orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin pun memiliki hak keamanan di dalam Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membunuh orang kafir mu’ahad maka tidak akan bisa mencium aroma surga.” (HR. Bukhari)

Mengenal Keadilan dengan Lawannya

Lawan dari adil adalah zalim. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa kezaliman itu ada tiga macam:

  1. Kezaliman yang paling zalim, yaitu berbuat syirik kepada Allah. Meskipun orang yang melakukan syirik tidaklah dikatakan menzalimi Allah, bahkan dirinya sendirilah yang dizaliminya. Karena dia telah menghinakan dirinya kepada sesuatu yang tidak layak untuk disembah.
  2. Kezaliman seseorang terhadap dirinya sendiri. Yaitu dia tidak menunaikan hak dirinya sendiri. Seperti contohnya berpuasa tanpa berbuka, shalat malam terus dan tidak mau tidur.
  3. Kezaliman seseorang kepada orang lain. Seperti misalnya ketika dia melanggar hak orang lain dengan memukulnya, membunuhnya, merampas hartanya, dan lain sebagainya. (lihat Al Qaul Al Mufid, I/35, Ad Daa’ wad Dawaa’ hal. 145)

Sehingga dapat kita simpulkan, apabila seseorang ingin berbuat adil dengan sempurna maka dia harus bertauhid dengan benar, meninggalkan kezaliman terhadap diri sendiri maupun kepada sesama hamba. Dengan ketiga hal inilah keadilan hakiki akan tegak. Sungguh aneh apabila ada orang yang menzalimi hewan disebut orang yang zalim, lantas kepada orang yang berbuat syirik justru dibiarkan leluasa dengan alasan hak asasi manusia?! Syirik disebut perbuatan zalim karena dengannya seorang hamba telah menujukan ibadah kepada sesuatu yang tidak berhak mendapatkan peribadahan. Padahal tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah. Nabi bersabda, “Hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba adalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Oleh karena itulah Luqman menasihati anaknya untuk tidak berbuat syirik, karena syirik termasuk kezaliman. Sebagaimana difirmankan Allah ta’ala yang artinya, “Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)

Sebagaimana kezaliman itu bertingkat-tingkat maka keadilan pun demikian. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan.” (QS. Al Hadiid: 25)

Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al qisth yaitu keadilan. Salah satu di antara bentuk keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok terbesar keadilan dan pilar penegaknya. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil…” (Ad Daa’ wad Dawaa’, hal. 145)

Lebih Dekat Mengenali Kesyirikan

Sebagaimana sudah dinyatakan di muka bahwa syirik termasuk kezaliman. Bahkan ia tergolong kezaliman yang terbesar karena menyangkut hak Allah ta’ala, pencipta dan penguasa alam semesta. Maka sudah selayaknya perkara ini kita kupas lebih dalam. Pembaca, semoga Allah memberikan taufik kepada kita. Para ulama telah mendefinisikan syirik sebagai sebuah tindakan menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang termasuk kekhususan Allah.

Kekhususan Allah itu meliputi tiga perkara:

  1. Rububiyah-Nya seperti menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberikan rezeki, mengatur alam semesta, menguasainya, mengabulkan doa dan lain sebagainya.
  2. Uluhiyah-Nya seperti mendapatkan persembahan kurban, sembelihan, menjadi tempat meminta pertolongan, menjadi tujuan peribadahan, menjadi satu-satunya penetap syari’at dan lain sebagainya.
  3. Asma’ wa shifat-Nya seperti memiliki nama Allah, Ar Rahman dan Ar Rabb. Atau menyandang sifat mengetahui hal yang ghaib, dan semacamnya.

Dengan demikian syirik itu terbagi tiga: syirik dalam hal rububiyah, syirik dalam hal uluhiyah maupun syirik dalam hal asma’ wa shifat. Contoh sederhana yang bisa menggambarkan terjadinya ketiga macam syirik ini sekaligus adalah apabila ada seseorang yang berdoa meminta pertolongan kepada wali yang sudah mati. Di dalam tindakan tersebut tergabung tiga macam syirik sekaligus, mari kita buktikan!

Pertama, seorang yang berdoa kepada wali berarti dia meyakini wali bisa mengabulkan permintaannya. Ini berarti dia telah terjatuh dalam syirik rububiyah.

Kedua, seorang yang berdoa kepada wali berarti dia telah menunjukan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah, yaitu doa. Padahal Nabi bersabda, “Doa itulah ibadah” (HR. Tirmidzi) Ini berarti dia telah terjatuh dalam syirik uluhiyah atau syirik ibadah.

Ketiga, seorang yang berdoa kepada wali maka berarti dia meyakini wali itu bisa mendengar doanya, padahal si wali telah mati. Ini menjerumuskan dirinya ke dalam syirik dalam hal sifat-sifat Allah ta’ala, yaitu Maha mendengar. Dia menyamakan kemampuan mendengar wali tersebut dengan kemampuan mendengar Allah ta’ala. Maha suci Allah dari apa yang mereka lakukan. Nah, apakah perbuatan seperti ini pernah terbayang di benak kita kalau itu termasuk kezaliman ? Ataukah bahkan sebaliknya, ada yang menganggapnya bagian tradisi nenek moyang yang layak menjadi aset pariwisata ?!

Memberantas Kezaliman dengan Kezaliman

Aneh tapi nyata. Sebagian orang ada yang mengatasnamakan dirinya sebagai pejuang keadilan. Mereka ingin membela hak-hak rakyat yang tertindas dan dizalimi. Namun di sisi lain cara yang mereka tempuh juga zalim. Mungkin benar juga orang yang menyebut tindakan mereka ini seperti ulahnya Robin Hood ’si pencuri yang baik’. Padahal mana ada pencuri yang baik ? Mereka mengajak rakyat untuk bergabung dalam sebuah sistem yang zalim. Yaitu sebuah sistem bernegara yang tidak membedakan hak dan kedudukan lelaki dengan wanita. Padahal Al-Qur’an yang mulia dengan tegas mengatakan, “Dan tidaklah laki-laki sama sebagaimana wanita.” (QS. Ali Imran: 36) Rasulullah pun dengan tegas mengatakan, “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kepemimpinan mereka kepada perempuan.” (HR. Bukhari) Mereka ingin agar rakyat mendukung sistem ini, yang dengannya suara seorang ulama disejajarkan dengan suara seorang pejudi kelas kakap. Yang dengannya suara seorang kafir seharga dengan suara seorang muslim. Padahal Allah ta’ala dengan tegas menyatakan, “Katakanlah, ‘Apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’” (QS. Az Zumar: 9) Allah juga berfirman, “Apakah Kami akan menjadikan orang-orang muslim sebagaimana halnya orang-orang yang pendosa (kafir)” (QS. Al Qalam : 35) Allah juga berfirman, “Akankah Kami akan menjadikan (keadaan) orang-orang yang bertakwa sama dengan orang yang gemar berbuat dosa?” (QS. Shaad: 28)

Duhai, alangkah zalimnya mereka ini. Belum lagi kezaliman lain yang timbul tatkala terjadi pengambilan keputusan hukum di tangan rakyat, kekuasaan di tangan rakyat. Padahal Allah berfirman, “Barang siapa yang tidak memutuskan hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maa’idah: 45) Seolah-olah suara rakyat adalah segala-galanya. Siapa yang terbanyak suaranya itulah yang menang dalam pertarungan kekuasaan. Lalu apakah bedanya sistem ini dengan hukum rimba. Di sana, binatang yang besar dan kuat badannya mengalahkan binatang yang kecil dan lemah. Dan di sini, suara yang banyak mengalahkan suara yang sedikit, wahai orang yang berakal apa bedanya demokrasi dengan hukum rimba?! Maka pantaslah apabila singa mendapatkan kedudukan sebagai raja hutan, karena singa paling kuat, paling ganas dan paling menakutkan suaranya, dan tentu saja paling kejam apabila menghabisi mangsanya!! Wahai para dai penyeru keadilan dan kesejahteraan, di manakah keadilan yang kalian perjuangkan ? Hak siapakah yang kalian bela? Dengan sistem impor ini kalian telah mensejajarkan umat Islam yang dimuliakan Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang kafir yang dihinakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Adakah penghinaan yang lebih jelek daripada penghinaan ini ?

Tauhid Awwalan Ya Du’aatal Islaam

Memang tidak berlebihan apabila para ulama senantiasa mewasiatkan kepada para dai untuk mengedepankan dakwah tauhid dalam menempuh perbaikan di dalam tubuh umat. Bagaimana tidak ? Karena dengan tauhidlah hati-hati manusia akan bergantung semata-mata kepada Tuhannya. Sehingga apa pun hukum yang diberikan Allah serta merta mereka terima dengan lapang dada dan tangan terbuka. Karena dengan tauhidlah wanita-wanita mukminah akan kembali tergerak untuk mengenakan kembali jilbab dan gaun rasa malunya. Sehingga pornografi akan tercabut dan menjadi sampah yang disingkirkan oleh para pemuda. Karena dengan tauhidlah hati para orang tua akan kembali tersadar akan pentingnya pendidikan iman kepada putra dan putrinya, sehingga perguruan tinggi, sekolah dan pesantren akan marak dengan mahasiswa, murid, santriwan dan santriwati yang bertakwa. Dan dengan tauhid itulah akan tegak keadilan tertinggi di jagat raya, dan tumbanglah kezaliman terjelek (baca: syirik) yang mengotori sejarah peradaban umat manusia.

Tauhid, inilah ruh dakwah dan perjuangan para Nabi dan Rasul ‘alaihimush shalatu was salaam, janganlah kita sepelekan. Allah ta’ala berfirman, “Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang mengajak sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An Nahl: 36) Sedangkan thaghut adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah, baik dengan cara dipatuhi, disembah atau diikuti. Lalu bagaimana dengan sistem demokrasi. Bukankah manusia mematuhinya dan juga mengikutinya, sampai sebagian di antara mereka pun terjerumus dalam kesyirikan dalam hal ketaatan kepada selain Allah ta’ala. Taat kepada sistem ciptaan manusia yang bertentangan dengan keadilan Allah ta’ala.

Demokrasi bukan cara yang benar untuk bisa mendirikan sebuah negara yang islami. Bagaimana mau dibuat islami sementara ketika menerapkan sistem ini sudah sejak awal Islam disejajarkan dengan agama-agama kekafiran. Lalu kapankah terwujud sebuah negara Islam yang kalian dambakan ? Itu hanya ada dalam khayalan. Saudaraku, sayangilah waktumu, sayanglah energimu, sayangilah harta dan tenagamu. Marilah bergabung bersama barisan peniti jejak generasi terbaik yang dipimpin oleh para penerus ulama salaf di masa kini; Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahumullah beserta murid-murid mereka dan para ulama lain yang berjalan di atas manhaj mereka, yaitu manhaj salaf. Tebarkan tauhid di tengah umat, hidupkan Sunnah yang telah ditinggalkan masyarakat. Niscaya keberhasilan akan tercapai. Persatuan umat pun akan terjalin. Dan ikatan ukhuwah tidak akan lagi perlu dirusak oleh belenggu-belenggu partai dan sekte. Bersatulah di atas manhaj salaf ahlus sunnah wal jama’ah. Allah telah menjanjikan kepada kalian, “Jika kalian menolong (agama) Allah maka Allah pasti akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian.” (QS. Muhammad: 7)

Wallahu a’lam bish shawaab.

****

.

Virus yang Mewabah di Tengah Ummat

.

Sungguh aneh bin ajaib kalau ada seseorang yang mengatakan bahwa pada saat ini dakwah yang menyerukan kepada tauhid dan mengingatkan pada syirik adalah sudah tidak relevan. Sebab di zaman yang modern seperti ini sudah banyak orang yang mempercayai adanya Tuhan dan sangat jarang ditemui ada orang yang menyembah patung, bintang, matahari, berhala dan sebagainya. Mereka juga mengatakan bahwa sekarang ini kita harus memfokuskan dan memperhatikan bagaimana kita harus melawan orang-orang kafir dan merebut kekuasaan.

Pandangan seperti ini muncul karena memang dangkalnya ilmu dan pemahaman yang ada pada orang tersebut, tidak faham apa itu pengertian tauhid dan syirik dengan benar, serta tidak faham dengan inti dakwah setiap rosul. Bukan berarti bahwa melawan orang kafir itu tidak penting. Tidak, sekali-kali tidak! Dengan tulisan ini semoga dapat mendudukkan masalah ini secara benar dan dapat menyadarkan kaum muslimin dari keterlenaannya.

Tauhid Bukan Sekedar Percaya Adanya Tuhan

Sebagian kaum muslimin yang beranggapan bahwa apabila seorang itu telah mengakui adanya Tuhan, maka dia sudah dikatakan bertauhid. Mereka lupa bahwa ini hanyalah bagian dari tauhid, bahkan hanya bagian kecil darinya. Dan belumlah seseorang itu dianggap bertauhid hanya dengan bagian yang ini saja. Sedangkan bagian tauhid yang lain bahkan yang paling pokok di antaranya justru tidak faham. Setiap orang wajib mengesakan Alloh dalam rububiyah, uluhiyah dan asma wa shifat-Nya. Jika ketinggalan satu saja dari ketiga tauhid tersebut belumlah dia dikatakan sebagai seorang yang bertauhid.

Lihatlah kaum musyrik quroisy, bukankah mereka juga mengakui adanya Alloh, bahkan bukankah mereka juga menyembah Alloh? Kenapa mereka masih diperangi oleh Rosululloh? Alloh berfirman: “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak betakwa (kepada-Nya)?” (Yunus: 31)

Syirik Bukan Sekedar Sujud Kepada Patung

Syirik adalah menyamakan selain Alloh dengan Alloh dalam perkara yang menjadi kekhususan atau hak bagi Alloh. Dari definisi ini, maka jelaslah bagi kita syirik itu tidak hanya sebatas menyembah dan sujud kepada berhala, patung, matahari dan lain-lain, namun lebih luas daripada ini.

Kita lihat juga kaum musyrik yang diperangi oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam dulu, apakah mereka murni benar-benar menyembah atau sujud kepada berhala dan yang lainnya hanya karena mereka batu dan pohon? Ternyata tidak, Alloh menceritakan ucapan mereka: “Tidaklah kami menyembah mereka melainkan agar mereka dapat mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3). Mereka menyembah berbagai sesembahan tersebut dengan harapan akan memerantarai pada Alloh.

Syirik juga tidak terhenti di sini, ada juga syirik dalam ketaatan. Tatkala Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam membacakan ayat: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tandingan (tuhan) selain Alloh.” (At-Taubah: 31). Sahabat Adi bin Abi Hatim yang pada waktu itu baru masuk Islam menyanggah: “Tidaklah kami itu menyembah mereka”. Maka Rosululloh menjawab: “Bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut mengharamkan, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut menghalalkan?” Maka Adi bin Abi Hatim pun menjawab: “Benar”. Rosululloh berkata: “Itulah peribadahan kepada mereka”. Lalu sekarang, betapa banyak kaum muslimin yang mereka ikut menghalalkan yang semestinya harom dengan landasan hawa nafsu? Na’udzu billah.

Syirik tidak hanya terbatas pada amalan badan, namun juga amalan hati dan lisan. Alloh berfirman: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh.” (Al Baqoroh: 165)

Realita yang Ada di Masyarakat Sekarang Ini

Sungguh aneh masyarakat kita sekarang ini, mereka akan begitu sangat marah apabila ada orang non islam yang mempropagandakan agama mereka dan mengajak orang lain kepada agama mereka. Namun pada saat yang sama, dia telah membiarkan dirinya, anak-anaknya dan keluarganya untuk diseret dan dipengaruhi oleh kesyirikan dan dijauhkan dari aqidah yang lurus, yakni dengan membiarkan di rumahnya sebuah televisi yang tiap harinya selalu dijejali dengan acara-cara kesyirikan. Seolah-olah mereka mengatakan: “Mari silakan masuk, ajari dan pengaruhi keluarga kami dengan acara-acara syirik, bid’ah dan maksiat kalian”. Na’udzu billah!! Bukankah ini terjadi karena tidak fahamnya mereka terhadap apa itu syirik, ancaman dan bahayanya? Ataukah merasa juga telah merasa aman dan jauh akan terjatuh di dalamnya?

Anak-anak kita sudah terbiasa disuguhi dengan film tentang peri, hantu, dukun, sihir, jimat-jimat dan film misteri yang penuh kesyirikan. Sementara anak mudanya tenggelam dalam ramalan bintang/zodiak. Sadarlah wahai saudaraku! itu semua adalah termasuk amalan-amalan kesyirikan.

Dengan Dalih Budaya dan Adat Istiadat

Lebih ironi lagi, ternyata kita juga hidup disuatu masyarakat yang diantara adat istiadat dan budaya mereka merupakan amalan-amalan kesyirikan. Ketika kita mengingatkan mereka ternyata mereka malah balik menuduh bahwa kita adalah orang yang kaku dan tidak faham terhadap esensi dan transformasi nilai. Namun sayang ketika mereka berusaha untuk dijelaskan dan diajak untuk “sedikit” berpikir, hati mereka sudah diliputi oleh dua penyakit yaitu taqlid (ikut-ikutan) dan ta’ashshub (fanatik). Kalau begitu, bagaimana kebenaran ini akan sampai?

Alloh berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Alloh,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqoroh: 170)

Kita lihat di sana ada acara nyadran, sekaten, ngelarung, sedekah bumi/laut, suronan dan lain-lain, yang mana acara-acara itu di masyarakat kita sudah mendarah daging, bahkan sudah menjadi komoditi bisnis dan mata pencaharian. Sungguh ironi, mereka beralasan bahwa ini adalah budaya nenek moyang yang harus dilestarikan. Allohu akbar!! Inilah alasan yang menjadi jurus pamungkas kaum musyrikin zaman Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam tatkala mulut mereka tidak mampu lagi menjawab hujjah Alloh, Na’udzu billah.

Mengingat akan parahnya keadaan ini, maka sudah menjadi tugas kita semua untuk saling mengingatkan dan terus untuk mengingatkan. “Dan tetaplah beri peringatan, karena peringatan itu memberikan manfaat terhadap orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)

.

*****

.

Penulis: . Abu Yusuf Johan Lil Muttaqin

Setan sebagai musuh utama anak Adam tidak akan henti-hentinya mendakwahkan kesesatan dan menjauhkan manusia dari jalan Alloh sejauh-jauhnya. Alloh berfirman yang artinya, “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6). Maka tidak selayaknya bagi makhluk yang berakal untuk lalai dari makar dan tipu daya mereka seperti bisikan, was-was, godaan, kerancuan dan menampakkan kebatilan dalam bentuk kebenaran.

Jurus Penyesatan Iblis

Ketahuilah, bahwa Iblis telah memasang berbagai jenis perangkap untuk menggiring manusia menuju neraka. Perangkap setan yang paling berbahaya ialah perangkap kesyirikan. Dari jalan inilah manusia di muka bumi ini banyak disesatkan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (Al Maidah: 72)

Berikut ini beberapa jalan yang akan menuntun seseorang ke dalam lembah kesyirikan. Wal ‘iyadzu billah.

Berlebih-Lebihan Terhadap Orang-Orang Shalih

Sikap ekstrim dengan mengagungkan orang shalih adalah fenomena yang amat lazim kita temui, baik dulu maupun sekarang. Awalnya manusia sejak terusirnya nabi Adam ke bumi adalah masih dalam keadaan Islam. Ibnu Abbas berkata, “Dalam rentang waktu di antara nabi adam dan Nuh itu ada sepuluh generasi. Semuanya masih dalam keadaan islam.” (HR. Hakim) Setelah itu menyebarlah kesyirikan di bumi untuk kali pertamanya dengan sebab sikap ekstrim tersebut. Maka Alloh mengutus Nuh ‘alaihis salam yang menyeru untuk beribadah hanya kepada-Nya dan melarang peribadahan kepada selain-Nya. Tetapi kaum nabi Nuh justru membantahnya. “Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’.” (Nuh: 23)

Inilah nama-nama orang sholih yang ada pada kaum nabi Nuh ‘alaihis salam. Tatkala mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaum ini untuk membuat gambar dan patung orang-orang shalih tersebut pada tempat ibadah mereka kemudian menamainya sesuai nama-nama mereka. Mereka beralasan dengan melihat dan mengenang patung serta gambar tersebut, mereka dapat meningkatkan semangat ibadah kepada Alloh. Dalam fase ini mereka belum menyembahnya, sampai kemudian generasi ini meninggal dan bergantilah generasi selanjutnya serta orang tidak lagi mengenal ilmu tauhid, akhirnya patung-patung tersebut disembah.

Sesungguhnya setan mengajak untuk bersikap ekstrim terhadap orang-orang shalih dan mengajak untuk beribadadah kepada kubur. Mereka membisikkan ke dalam hati manusia bahwa sesungguhnya membuat bangunan di atas kubur dan beri’tikaf di dekatnya adalah salah satu tanda cinta terhadap para nabi dan orang shalih. Begitupula berdoa di samping kubur itu mustajab (akan terkabul). Setelah itu setan memindah mereka dari tingkatan ini menuju berdoa dan bersumpah kepada Alloh dengan nama penghuni kubur tesebut. Tatkala hal ini tertanam dalam benak mereka, setan menggiring mereka untuk berdoa dan meminta kepada penghuni kubur serta meminta syafaat kepada selain Alloh, mengambil kuburan sebagai berhala atau tempat bergantung, thowaf (mengelilingi) di kuburan, menciuminya dan menyembelih hewan di sisinya. Setelah tahap ini, setan kemudian menggiring mereka menuju tingkat keempat, yaitu menyeru kepada manusia untuk beribadah kepada kubur dan menjadikannya sebagai tempat perayaan. Setelah itu membisikkan pada mereka bahwa siapa saja yang melarang hal-hal di atas, berarti mencela para nabi dan orang shalih yang merupakan orang-orang mulia (Lihat Nurut Tauhid wa Zhulumatus Syirk karya Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthany).

Membangun Masjid di Atas Kubur dan Membuat Gambar di Dalamnya

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengingatkankan bahaya membangun masjid di atas kubur dan menjadikan kubur sebagai masjid (baca: tempat untuk beribadah), karena ibadah kepada Alloh di dekat kubur orang-orang shalih merupakan hal yang dapat menjerumuskan ke dalam peribadatan kepada mereka. Tatkala Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang gereja yang ada di Habasyah (Ethiopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar, beliau berkata, “Sesungguhnya mereka itu ketika seorang shalih di kalangan mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya, kemudian membuat gambar di dalamnya. Merekalah sejelek-jelek makhluk di sisi Alloh pada hari kiamat.” (HR. Bukhori, Muslim). Bahkan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya tatkala di akhir hayatnya. Beliau berkata, “Alloh melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid”. Aisyah berkata, “Beliau memperingatkan dari perbuatan mereka.” (HR. Bukhori, Muslim). Beliau juga bersabda sebelum wafat, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kubur para nabi dan orang shalih sebagai masjid (baca: tempat beribadah), maka sesungguhnya aku melarang kalian dari hal tersebut.” (HR. Muslim)

Menjadikan Kubur Sebagai Tempat Beribadah

Rosululloh mengingatkan umatnya agar tidak menjadikan kubur beliau sebagai berhala yang disembah selain Alloh, terlebih lagi apabila kubur itu kubur selain beliau. Beliau berkata, “Ya Alloh janganlah Kau jadikan kuburku sebagi berhala yang disembah. Sungguh besar kemurkaan Alloh terhadap orang yang menjadikan kubur nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Malik, Abu Nu’aim)

Bandingkan dengan realita kaum muslimin sekarang ini. Mereka lebih senang untuk membaca Al Quran di kuburan, akan tetapi di rumahnya sendiri kosong dari bacaan Al Quran. Bukankah Rosululloh bersabda, “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan…” (HR. Abu Daud, Ahmad)

Menerangi Kubur (Memberinya Lentera, Lilin dll) dan Membangun Kubah di Atasnya

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya bahaya menerangi kubur. Hal ini karena mendirikan bangunan dan memberi penerangan di atas kubur, mengapur, memberi tulisan dan menjadikannya sebagai masjid adalah termasuk perkara-perkara yang dapat menjerumuskan ke dalam kesyirikan. Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhuma berkata, “Rosululloh melaknat para wanita yang banyak berziarah ke kubur, orang-orang yang menjadikannya sebagai masjid dan orang yang memberi penerangan di atasnya.” (HR. An Nasai, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Rosululloh membersihkan bumi ini dari perkara-perkara yang menjerumuskan ke dalam kesyirikan. Beliau pun telah mengutus beberapa sahabatnya untuk merobohkan kubah-kubah tinggi yang ada di atas kubur dan menghancurkan gambar-gambar ataupun. Abu Al Hayyaj Al Asady berkata, Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Maukah engkau kuutus membawa tugas seperti Rosululloh telah mengutusku, yaitu janganlah engkau biarkan gambar atau patung kecuali engkau hancurkan, dan janganlah engkau biarkan kubur yang tinggi kecuali engkau ratakan.” (HR. Muslim). Wallohu A’lam bish Showab.

Sumber : www.muslim.or.id

.

Baca Juga :

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !