Bismillaahirrohmaanirrohiim
Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du
....
Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du
....
Wanita Beriman dari Keluarga Fir’aun
.
Dalam surat at-Tahrîm,
Allâh Azza wa Jalla menceritakan kisah istri Fir’aun yang beriman
kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, beribadah hanya
kepada-Nya saja serta dengan penjagaan Allâh, dia selamat dari kejahatan
dan kezhaliman orang-orang kafir.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ
رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ
فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan
Allâh membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, isteri
Fir’aun, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah
rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkanlah Aku dari kaum yang zhalim.
QS. At-Tahrîm [66]: 11
Allâh
Subhanahu wa Ta’ala membuat perumpamaan tentang orang–orang yang
beriman dengan keadaan istri Fir’aun yang menjadi istri seorang yang
paling parah kekafirannya kepada Allâh Azza wa Jalla ketika ia berkata “Wahai
Rabbku! Bangunkan untukku sebuah rumah disisi-Mu di surga! Selamatkan
aku dari kekuasaan, cobaan dan berbagai perbuatan jahat Fir’aun serta
selamatkanlah aku dari kaum yang mengikutinya dalam kezhaliman dan
kesesatan serta selamatkan aku dari siksaan mereka.[1]
Imam
al-Qurtubi rahimahullah berkata, “Ada yang mengatakan, bahwa
perumpamaan ini adalah dorongan untuk orang-orang yang beriman agar
bersabar dalam menghadapi kesulitan. Yaitu jangan sampai kesabaran
kalian dalam menghadapi cobaan lebih lemah daripada kesabaran istri
Fir’aun ketika bersabar dari siksaan Fir’aun.[2]
Asiyah
binti Muzahim istri Fir’aun mengimani risalah yang dibawa oleh Nabi
Musa Alaihissallam. Berawal dari perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala
kepada ibu Musa untuk memasukkan Musa ke peti dan menghanyutkannya ke
sungai Nil, lalu sungai itu membawanya ke tepi dan diambil oleh istri
Fir’aun. Allâh Azza wa Jalla telah melimpahkan kasih sayang-Nya dan
akhirnya Musa diasuh dalam pengawasan Allâh di istana Fir’aun yang
merupakan musuh Allâh dan musuhnya.[3]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا ۗ إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ ﴿٨﴾ وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ ۖ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰ أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Maka
dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh
dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta
tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan berkatalah
isteri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.
janganlah kamu membunuhnya, Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau
kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari.
QS. Al-Qhashas [28]: 8-9
ASIYAH MENGASUH MUSA
Para
ahli tafsir menyebutkan bahwa para budak perempuan telah memungut Musa
dari sungai (Nil) yang dihanyutkan dalam peti tertutup. Namun mereka
tidak berani membukanya sampai mereka meletakkannya di hadapan istri
Fir’aun yang bernama Asiyah binti Muzahim. Setelah istri Fir’aun membuka
peti tersebut dan menyingkap tabirnya, ia melihat wajah Musa yang
bersinar cerah dengan cahaya kenabian dan keagungan. Pada saat
melihatnya, ia begitu menyukai dan mencintainya.
Ketika Fir’aun datang,
dia bertanya, ‘Apa ini?’ dan memerintahkan agar anak itu dibunuh,
istrinya meminta anak itu kepada Fir’aun dan membelanya, dengan
mengatakan,“Ia adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu, janganlah
kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil
ia menjadi anak” maka Fir’aun berkata kepadanya, ‘Bagimu mungkin
bermanfaat, namun bagiku tidak. Maksudnya, aku tidak membutuhkan dan
tidak ada kepentingan dengannya.
Ucapan istrinya, “Mudah-mudahan anak ini bermanfaat bagi kita.”
Ucapan ini sudah menjadi nyata. Maksudnya, Allâh Azza wa Jalla telah
menganugrahkan manfaat yang diharapkannya itu. Di dunia, ia mendapatkan
petunjuk melalui anak tersebut, sedangkan di akhirat, ia menempati surga
juga karenanya.
Perkataannya, “atau kita ambil ia menjadi anak,” yaitu dengan cara mengadopsinya, karena keduanya belum punya keturunan. Allâh berfirman, yang artinya, “sedang mereka tidak menyadari.” Maksudnya mereka tidak mengetahui apa yang dikehendaki Allâh padanya. [4]
Dan dinukil dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:[5]
وَالَّذِي
يُحْلَفُ بِهِ لَوْ أَمَرَّ فِرْعَوْنُ أَن يَكُوْنَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَهُ
كَمَا أَمَرَّتِ امْرَأَتُهُ لَهَدَاهُ اللهُ كَمَا هَدَاهَا وَلَكِنَّ
الله حَرَّمَ ذَلِكَ
Demi
Allâh! Seandainya Fir’aun mengatakan ia adalah penyejuk hati baginya
sebagaimana yang dikatakan istrinya maka Allâh akan memberikan hidayah
sebagaimana istrinya mendapatkan hidayah, akan tetapi Allâh mengharamkan
hal itu bagi Fir’aun
Ketika
dalam pengasuhan di istana Fir’aun, Musa kecil pernah menarik jenggot
Fir’aun dan itu menyebabkannya murka sampai ingin membunuhnya. Namun
Asiyah mencegahnya dan mengatakan bahwa dia hanya seorang anak kecil
yang tidak mengerti apa-apa. Akhirnya, Fir’aun menguji akalnya dengan
meletakkan kurma dan bara api dihadapan Musa, kemudian Musa ingin meraih
kurma namun raja itu mengarahkan tangannya ke bara api maka Musa kecil
mengambilnya dan meletakkan di atas lidahnya. Akibatnya, lisan Musa
mendapatkan kepelatan (kurang sempurna dan kurang jelas dalam mengucapkan kata-kata). [6] Wallâhu a’lam
Karenanya, Fir’aun berkata :
أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَٰذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ
Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?
QS. Az-Zukhruf [43]: 52
SEBAB KEIMANAN ASIYAH
Ketika
terjadi pertarungan antara tukang sihir Fir’aun dengan Nabi Musa,
Asiyah istri Fir’aun ikut menyaksikan seraya berdoa kepada Allâh Azza wa
Jalla untuk kemenangan Musa melawan Fir’aun dan tukang sihirnya.
Pengikut Fir’aun yang melihatnya menyangka bahwa dia mencurahkan
perhatiannya karena rasa simpatinya terhadap Fir’aun dan pengikutnya,
padahal sesungguhnya kegundahannya dan harapan (kemenangan) hanya kepada
Musa.[7]
Ibnu
Jarir rahimahullah berkata, “Istri Fir’aun bertanya siapakah yang
menang dalam pertandingan ini, maka dikatakan kepadanya yang menang
adalah Musa dan Harun maka dia berkata aku beriman kepada Rabbnya Musa
dan Harun.[8]
Peristiwa
yang baru disaksikan adalah sebuah bukti dari kekuasaan Allâh Subhanahu
wa Ta’ala yang mampu membuka mata hatinya untuk menerima keimanan
sebagai pegangan hidup. Seketika itu Asiyah menyatakan diri sebagai
Muslim, bahkan dia juga berani berterus terang kepada Fir’aun.
UJIAN KEIMANAN
Fir’aun
yang mengetahui keimanan istrinya bergegas keluar menemui para
pembesarnya, dia berkata kepada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang
Asiyah binti Muzahim?” Mereka memuji dan menyebutkan kebaikannya
(Asiyah). Maka Fir’aun berkata, “Sesungguhnya dia beribadah kepada tuhan
selain aku.” Kemudian para pembesarnya mengatakan, “Kalau begitu bunuh
saja dia!” Lalu disiapkan baginya tiang-tiang pasak kemudian kedua
tangan dan kakinya diikat. Asiyah berdoa, “Wahai Rabbku! Bangunkan untukku di sisi-Mu rumah di surga.”
Dan Fir’aun datang ketika Asiyah sedang tertawa karena diperlihatkan
rumahnya di surga. Maka Fir’aun berkata, “Apakah kalian tidak heran
melihat kegilaannya. Kita menyiksanya namun dia malah tertawa.” Maka
kemudian Allâh pun mencabut nyawanya.[9]
Dari
Ibnu Jarir rahimahullah, “Fir’aun mengirim utusan kepada Asiyah dan
mengatakan, ‘Carilah batu yang paling besar, bila dia masih tetap dalam
keimanannya maka timpakanlah batu itu kepadanya, namun jika dia menarik
kembali perkataannya, dia tetap istriku.’ Ketika para utusan itu datang,
Asiyah mengangkat pandangannya ke langit dan melihat rumahnya di surga
maka dia tetap dalam keimanannya lalu nyawanya dicabut. Para utusan itu
menimpakan batu besar tadi ke jasad yang sudah tidak ada ruhnya. [10]
Dengan demikian Asiyah selamat dari siksaan pukulan batu yang akan dibenturkan oleh utusan Fir’aun.
Dari
Abu Utsman al Hindi dari Salman al Farisi, “Asiyah disiksa diterik
matahari maka ketika dia tersengat panasnya matahari para malaikat
menaungi dengan sayap-sayap mereka,”[11]
Allâh
Azza wa Jalla menyelamatkan Asiyah dari perbuatan orang kafir yang
menyiksanya dan menyelamatkannya dari penduduk Mesir kaum Qibthi yang
zhalim maka Allâh mengangkat (ruhnya) ke surga dia makan dan minum dan
mendapatkan kenikmatan di dalamnya.[12]
PELAJARAN DARI KISAH INI
- Hubungan antara Mukmin dan kafir tidaklah membahayakan sedikitpun apabila dia memisahkan diri dari kekufuran dan perbuatan orang-orang kafir tersebut. Qatadah mengatakan, “Fir’aun adalah penduduk bumi yang paling membangkang dan paling kafir kepada Allâh Azza wa Jalla. Tetapi -demi Allâh-, kekufuran suaminya tidak membahayakan istrinya ketika dia taat kepada Rabbnya, agar mereka mengetahui Allâh adalah hakim yang Maha Adil.. Tidak seorangpun yang disiksa kecuali karena dosanya sendiri.[13]
- Penjagaan Allâh Azza wa Jalla kepada hamba-Nya yang beriman serta pertolongan-Nya dengan janji dan kabar gembira yang meneguhkan keimanan. Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla telah mengutus malaikat untuk menaungi Asiyah dan memperlihatkan istana yang telah disiapkan di surga serta mencabut nyawanya sebelum siksaan menimpanya.
- Kedengkian orang-orang kafir kepada orang-orang beriman sangat besar, bahkan Fir’aun tidak memperdulikan istri yang tadinya sangat dia cintai tetap harus merasakan pedih siksaannya.
- Keutamaan Asiyah istri Fir’aun, Kesabaran dan pilihannya untuk tetap berada di dalam keimanan meski siksaan menghadang, serta kebenaran firasatnya kepada Nabi Musa Alaihissallam tatkala Asiyah berkata,“Ia adalah penyejuk mata hati bagiku.” [Al-Qhashas/28:9]
- Penetapan karamah untuk para wali Allâh yang shalih.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XXI/1439H/2017M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak
Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote:
[1] Lihat at-Tafsir al–Muyassar hlm 561 surat at-Tahrîm ayat 11
[2] Jami’ Li ahkamil Qur’an 7/178; al Qurthubi; Maktabah Rusyd; ar-Riyadh
[3] lihat QS. Thâha/20:38-39
[4] Lihat Shahih Qashashil Anbiya’ hlm 257; Muassasah Gharraas; al Kuwait
[5] Al–Burhan Fî Qashashil Qur’an hlm 312
[6] Lihat Shahih Qashash al Anbiya hlm 271, Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat Thaha ayat 25-28)
[7] Al–Burhan Fî Qashashil Qur’an hlm 375
[8] Tafsir Ibnu Katsir surat at-Tahrim ayat 11
[9] Jami’ Li Ahkamil Qur’an 7/178
[10] Tafsir Ibnu Katsir tafsir surat at-Tahrim ayat 11
[11] Lihat Jami’ Li Ahkamil Qur’an 7/179
[12] lihat Jami’ Li Ahkamil Qur’an tafsir surat at-Tahrim ayat 11
[13] Tafsir Ibnu Katsir surat at-Tahrim ayat 11
_______
Footnote:
[1] Lihat at-Tafsir al–Muyassar hlm 561 surat at-Tahrîm ayat 11
[2] Jami’ Li ahkamil Qur’an 7/178; al Qurthubi; Maktabah Rusyd; ar-Riyadh
[3] lihat QS. Thâha/20:38-39
[4] Lihat Shahih Qashashil Anbiya’ hlm 257; Muassasah Gharraas; al Kuwait
[5] Al–Burhan Fî Qashashil Qur’an hlm 312
[6] Lihat Shahih Qashash al Anbiya hlm 271, Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat Thaha ayat 25-28)
[7] Al–Burhan Fî Qashashil Qur’an hlm 375
[8] Tafsir Ibnu Katsir surat at-Tahrim ayat 11
[9] Jami’ Li Ahkamil Qur’an 7/178
[10] Tafsir Ibnu Katsir tafsir surat at-Tahrim ayat 11
[11] Lihat Jami’ Li Ahkamil Qur’an 7/179
[12] lihat Jami’ Li Ahkamil Qur’an tafsir surat at-Tahrim ayat 11
[13] Tafsir Ibnu Katsir surat at-Tahrim ayat 11
*****
.
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !