Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

02 Juni 2012

FILE 265 : Menjaga Hati

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
…..

Keagungan Amalan Hati

.Diambil dari:
Rubrik Lentera Majalah Sakinah Vol. 11 No. 1


“Sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik maka akan baik seluruh tubuh, namun jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah qalbu (jantung).”

Demikian Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mempermisalkan hati (batin) seorang manusia dengan jantung yang bisa memengaruhi baik buruknya seluruh anggota tubuh yang lain. Karena memang hati juga bisa memengaruhi baik buruknya amalan seseorang. Jika hati seseorang baik dan sehat, maka akan membuahkan amalan yang shalih. Sebaliknya, ketika hati itu sakit, atau bahkan mati, maka akan membuahkan amalan-amalan buruk.

Antara Mukmin dan Munafiq

Oleh karena itu, seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak hanya memperhatikan amalan-amalan lahiriah semata tanpa amalan-amalan batin. Bahkan mereka mengetahui dengan yakin bahwa amal shalih itu memiliki timbangan batin sebagaimana juga memiliki timbangan lahiriah.

Para ulama telah menjelaskan bahwa hakikat amal shalih adalah amal yang murni ditujukan kepada Allah (ikhlas) dan amal yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Maka keikhlasan dalam amalan itulah sebagai timbangan batin, sebagaimana kesesuaian dengan tuntunan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- merupakan timbangan lahiriah bagi amal shalih.

Adapun orang-orang munafik, maka mereka adalah orang-orang yang secara lahiriah melakukan amalan-amalan kaum muslimin, namun secara batin mereka kosong dari keimanan terhadap Allah -subhanahu wa ta’ala-.

Hati Adalah Raja

Pengaruh hati terhadap baik buruk amalan manusia, tidak lain karena hati adalah bagaikan raja bagi seluruh anggota tubuh. Seorang yang sadar dan berakal tidak akan melakukan suatu amalan kecuali karena ada dorongan dari dalam hatinya. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

إِنَّمَا اْلأَعْماَلُ بِالنِّيَّاتِ

Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niatnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Di antara penjelasan para ulama tentang makna hadits ini bahwa seluruh amalan itu terjadi dengan niat. Maka tidak ada satu amal pun yang dilakukan dengan kesadaran manusia tanpa disertai dengan niat. Ada juga yang menjelaskan maksudnya bahwa baik buruk amalan seorang manusia itu tergantung pada niatnya.

Apapun penjelasan yang disampaikan para ulama tentang hal ini yang jelas niat yang bertempat dalam hati manusia sangat memengaruhi amalan seseorang baik dari sisi keberadaan amalan itu atau dari sisi baik buruknya amalan tersebut. Dan ini jelas menunjukkan akan keagungan hati manusia dan pentingnya kita memperhatikan hati kita dan amalan-amalan hati kita.

Hati Asas Keimanan

Hal lain yang menunjukkan akan keagungan hati dan amalan-amalannya, adalah keberadaan hati itu sebagai asas dari keimanan. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa keimanan meliputi keyakinan hati, amalan hati, perkataan lisan dan amalan anggota badan, maka hati merupakan landasan bagi tegaknya keimanan. Tidak akan mungkin tegak keimanan seseorang tanpa adanya keyakinan hati dan amalan hati.

Maka hati bukan semata raja bagi anggota tubuh manusia, bahkan lebih dari itu, hati adalah sumber dari amalan-amalan lahiriah dan pondasi bagi baik buruknya amalan tersebut. Jika kehendak hati berlandaskan keimanan, maka perbuatan lahiriah pun merupakan keimanan. Jika kehendak hati berlandaskan kekufuran, kemunafikan atau kemaksiatan, maka amalan lahiriah pun akan menjadi semisalnya.

Banyak dalil yang telah menunjukkan hal ini, salah satunya firman Allah -subhanahu wa ta’ala-,

أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ

Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.” (al-Mujadilah [58]: 22)

Mereka yang dimaksud adalah orang-orang yang merealisasikan syariat wala' dan bara', dan ternyata apa yang mereka lakukan itu dikarenakan telah ada keimanan dalam hati mereka. Maka jelas bahwa keimanan yang ada dalam hati adalah landasan bagi keimanan yang terpancar secara lahiriah.

Macam-macam Amalan Hati

Sangat banyak amalan hati yang harus kita perhatikan, seperti ikhlas, jujur, cinta, pengagungan, rasa takut, rasa harap, tawakkal, ketundukan, penerimaan, sabar, ridha, berserah diri, taubat, muraqabah dan lain-lain sebagainya.

Semua amalan-amalan hati itu akan menjadi amalan yang baik jika ditujukan hanya kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- semata. Karena dengan dtujukannya kepada Allah dan karena Allah, jadilah amalan itu sebagai ibadah kepada-Nya. Namun jika ditujukan kepada selain-Nya maka akan menjadi bentuk kesyirikan kepada Allah -subhanahu wa ta’ala-, yang akan bisa membinasakan pelakunya. Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (al-Baqarah [2]: 165)

Ayat ini menunjukkan bahwa mereka dengan kecintaan yang mereka tujukan kepada selain Allah telah menjadikan mereka terjerumus ke dalam perbuatan syirik kepada Allah -subhanahu wa ta’ala-. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka mentauhidkan Allah dalam kecintaan mereka. Dan demikian pula dalam amalan hati lain seperti rasa takut dan rasa harap.

Jika kecintaan, rasa takut, rasa harap seseorang hanya ditujukan kepada Allah, sebagaimana amalan-amalan hati lainnya ditujukan hanya kepada Allah dan karena Allah, maka amalan hati itu akan mendorongnya mewujudkan peribadahan lahiriah kepada Allah dengan sebaik-baik bentuknya.

Masuk Surga dengan Amalan Hati

Jika kita menilik perjalanan hidup orang-orang shalih yang ada pada generasi terdahulu, niscaya akan mudah kita dapatkan banyak contoh nyata yang menunjukkan akan besarnya pengaruh kebaikan hati dan amalan hati manusia terhadap keshalihannya. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda,

إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ

Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada orang yang seandainya bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dan beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ

Maukah aku beri tahu kalian tentang ahli surga. Dia adalah setiap orang yang lemah dan tawadhu’, seandainya dia bersumpah atas nama Allah, niscaya Dia akan meluluskan sumpahnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Para ulama telah menjelaskan hadits ini dengan berbagai macam penjelasan. Ada di antara mereka yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang yang lemah adalah orang yang memiliki sikap tawadhu’, yang bersikap rendah hati. Ibnu Khuzaimah pernah ditanya tentang maksud orang yang lemah dalam hadits di atas, maka beliau menjawab, dia adalah orang yang berlepas diri dari kekuatan dan daya upaya, sebanyak dua puluh sampai lima puluh kali setiap harinya. Sedangkan al-Kirmani menjelaskan maksudnya adalah orang yang tawadhu’ dan merendahkan diri. Al-Qadhi berkata, kelemahan yang ada dalam hadits ini bisa juga bermakna kelembutan dan kehalusan hati, dan ketundukannya terhadap keimanan.

Bagaimanapun juga, hadits ini menunjukkan bahwa para penduduk surga ketika mereka hidup di dunia memiliki amalan hati yang luar biasa sehingga hati-hati mereka menjadi lembut dan Allah pun menjadi sangat dekat dengan mereka, jika mereka bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan meluluskan sumpahnya.

Wallahu a’lam. (***)

******

Maksiat Membuat Hati Berkarat

.Diambil dari:
Majalah Nikah Sakinah, Vol. 9 No. 9



Begitu banyak maksiat dilakukan oleh manusia. Para wanita pamer aurat tanpa mau berusaha untuk mengenakan jilbab dan menutupnya dengan sempurna. Kewajiban shalat wajib seringkali ditinggalkan tanpa pernah ada rasa takut. Padahal, dosa meninggalkannya lebih besar dari dosa zina.

Seakan, pelaku maksiat itu hatinya tak pernah kunjung sadar. Siang malam, tidak bosan-bosannya maksiat terus diterjang. Pantas saja, sebab pengaruh maksiat pada hati sungguh amat luar biasa. Bahkan bisa membuat berkarat, sehingga memadamkan cahaya hati.

Allah berfirman,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al- Muthaffifin [83]: 14)

Makna ayat ini diterangkan dalam hadits berikut: dari Abu Hurairah, dari Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wa sallam–, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertobat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (Riwayat at-Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). Dihasankan oleh Syekh al-Albani –rohimahulloh–)

Penulis “al-Jalalain” –rohimahulloh– menafsirkan, “Hati mereka tertutupi oleh ‘ar-raan’ seperti karat karena maksiat yang mereka perbuat.” (Tafsir Al Jalalain, al-Mahalli dan as-Suyuthi, Mawqi’ at-Tafasir, 12/360)

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rohimahulloh– mengatakan, “Jika dosa semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan mengenai surat al-Muthaffifin ayat 14, “Yang dimaksud adalah dosa yang menumpuk di atas dosa.”

Begitulah di antara dampak maksiat bagi hati. Setiap maksiat membuat hati pelakunya tertutup noda hitam. Jika hati itu tertutup, maka akan sulit menerima kebenaran. Ibnul Qayyim –rohimahulloh– berkata, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.”

Sudah saatnya kita memperbanyak tobat dan istighfar, supaya gelapnya hati akan hilang dan membuat hati semakin bercahaya, sehingga kebenaran dan petunjuk akan mudah diterima.(***)

*****
Sumber: majalahsakinah.com

Baca Juga:

Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !