Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
….
Sedikit
faidah yang saya peroleh dari kajian hari Ahad yang diisi oleh Ust. Ali Nur hafidhahullah
pada tanggal 20 Jumadil Ula 1432 / 24 April 2011.
--oo00oo--
Siapa Saja yang Tidak Meng-Kafir-kan Orang yang Kafir,
Maka Dia Kafir
Kaidah di
atas sering dijadikan alasan oleh sebagian kalangan kaum muslim untuk
melegalkan aksi pembunuhan dan pemboman di tanah air yang marak akhir-akhir
ini. Namun sudah benarkah penerapan kaidah tersebut ?
Dari
penjelasan Ust. Ali Nur hafidhahullah, kaidah di atas berlaku untuk
orang yang jelas-jelas kafir (keluar dari Islam / non-muslim). Sehingga
bila kita tidak mengakui kafirnya orang Nasrani, Yahudi, Hindu, Budha,
Konghucu, dll, maka kita bisa jatuh ke dalam kekafiran. Mengapa bisa
demikian ? Yang demikian itu karena Allah sudah jelas-jelas mengkafirkan
mereka, namun kita masih ragu akan kekafiran mereka. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman (yang artinya),
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَـٰمُۗ
“Sesungguhnya
agama (yang diridai/diterima) di sisi Allah hanyalah Islam”(QS. Ali Imran [3]: 19)
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَـٰمِ دِينً۬ا
فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِى ٱلۡأَخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِينَ
“Barang
siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi.” (QS. Ali Imran
[3]: 85)
لَّقَدۡ ڪَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ
ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَـٰثَةٍ۬ۘ وَمَا مِنۡ إِلَـٰهٍ إِلَّآ إِلَـٰهٌ۬ وَٲحِدٌ۬ۚ
“Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu
dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Tuhan Yang Esa.”(QS. Al Maidah [5]: 73)
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ
ٱلۡكِتَـٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَـٰلِدِينَ فِيہَآۚ
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya
orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan
masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk.”(QS. Al Bayyinah [98]: 6)
Apalagi
jika dilihat dari sudut pandang orang-orang kafir tersebut, kita (umat Islam)
pun sebenarnya juga dianggap kafir terhadap agama mereka. Contoh mudah adalah
Nasrani yang menganggap orang di luar agamanya sebagai “domba-domba yang
tersesat” serta Yahudi yang memandang orang di luar agamanya sebagai orang rendahan
(sampai-sampai mencaplok Palestina dengan alasan wilayah itu adalah wilayah yang
dijanjikan Tuhan untuk kalangan Yahudi secara khusus).
Itu jika
kaidah tersebut di atas diterapkan kepada orang yang jelas-jelas kafir.
Adapun
terhadap orang Islam yang melakukan amalan kekafiran (ucapan maupun
perbuatan), maka kaidah di atas tidak berlaku. Mengapa bisa demikian ?
Pertama, kita harus bisa memahami dan
membedakan antara vonis kafir mutlak dan vonis kafir ta’yin (muayyan).
Vonis kafir
secara mutlak dibolehkan dengan dalil-dalil (nash) yang shahih dari Al Qur’an
maupun As Sunnah. Misalnya kafirnya orang yang sujud kepada selain Allah (QS.
Fush-shilat [41]: 37), kafirnya tukang sihir (QS. Al Baqarah [2]: 102),
kafirnya orang yang ber”ibadah” kepada selain Allah, dan yang
semisalnya.
Adapun
vonis secara ta’yin (muayyan/tertentu/tunjuk hidung), maka ini membutuhkan
syarat-syarat tertentu yang sangat ketat. Di antara syarat-syarat
tersebut, Syaikh Ibrahim bin Amir ar Ruhaili hafidhahullah menyebutkan
sebagai berikut:
- Orang yang dikafirkan itu baligh dan berakal.
Karena hanya orang yang baligh dan berakal lah
yang dikenakan beban syari’at (mukallaf). Sehingga keluar dari ketentuan
ini, orang yang melakukan amalan kekafiran dengan mengigau (dalam tidur),
dibius atau dihipnotis.
- Perbuatan kekafiran yang dilakukannya murni dari niatnya sendiri (disengaja), tidak dalam keadaan terpaksa (yang menyebabkan nyawanya terancam)***
Sehingga keluar dari ketentuan ini orang muslim
yang terjatuh secara tidak sengaja sehingga bersujud kepada berhala dan orang
muslim yang dipaksa
- Telah ditegakkan hujjah atas orang yang melakukan amalan kekafiran tersebut
Maksud ditegakkan hujjah di sini, menurut Ibnul
Qoyyim rahimahullah tidak cukup dengan sebatas penyampaian dalil
kepada yang bersangkutan, namun orang yang disampaikan dalil tersebut harus
benar-benar mengerti dan memahami maksud dari dalil/hujjah yang disampaikan
kepadanya tersebut. Karena sangat mungkin ketika dalil/hujjah tersebut
disampaikan kepadanya, dia masih mempunyai syubhat-syubhat (kemusykilan)
terhadap dalil tersebut.
Jika dalil belum disampaikan, maka dia dihukumi sebagai orang yang tidak tahu dan diberi udzur karena ketidaktahuannya (kecuali jika alasan ketidaktahuannya karena tidak mau tahu)
Jika dalil belum disampaikan, maka dia dihukumi sebagai orang yang tidak tahu dan diberi udzur karena ketidaktahuannya (kecuali jika alasan ketidaktahuannya karena tidak mau tahu)
Jika dalil sudah disampaikan namun dia tetap belum
bisa memahami dalil tersebut dan keduluan ajal menjemput, maka orang
tersebut diberi udzur dan di akhirat kelak dia akan diuji.
Hadits yang paling terkenal dalam hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Aswad bin Sari’, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Hadits yang paling terkenal dalam hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Aswad bin Sari’, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يكون يوم القيامة رجل أصم لا يسمع شيئاً، ورجل أحمق،
ورجل هرم ورجل مات في فترة فأما الأصم فيقول: رب لقد جاء الإسلام وما أسمع شيئاً،
وأما الأحمق فيقول: رب لقد جاء الإسلام والصبيان يحذفونني بالبعر، وأما الهرم
فيقول: رب لقد جاء الإسلام وما أعقل شيئاً، وأما الذي مات في الفترة فيقول: رب ما
أتاني لك رسول، فيأخذ مواثيقهم ليطيعنه، فيرسل إليهم أن ادخلوا النار، قال فوالذي
نفس محمد بيده لو دخلوها لكانت عليهم برداً وسلاماً
“Di hari kiamat ada seorang yang tuli, tidak mendengar apa-apa, ada orang yang idiot, ada orang yang pikun, ada yang mati pada masa fatrah. Orang yang tuli berkata: ‘Ya Rabb, ketika Islam datang saat itu aku tuli, tidak mendengar Islam sama sekali’. Orang yang idiot berkata: ‘Ya Rabb, ketika Islam datang, saat itu anak-anak nakal sedang memasung aku di dalam sumur’. Orang yang pikun berkata: ‘Ya Rabb, ketika Islam datang aku sedang hilang akal’. Orang yang mati pada masa fatrah berkata: ‘Ya Rabb, tidak ada utusan yang datang untuk mengajakku kepada Islam’. Lalu diuji kecenderungan hati mereka pada ketaatan. Diutus utusan untuk memerintahkan mereka masuk ke neraka. Nabi bersabda: ‘Demi Allah, jika mereka masuk ke dalamnya, mereka akan merasakan dingin dan mereka mendapat keselamatan‘” (HR. Ahmad, Thabrani. Di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 1434)
Terdapat juga hadits semisal yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, namun lafadz akhirnya berbunyi:
فمن دخلها كانت عليه
برداً وسلاماً، ومن لم يدخلها سحب إليها
“Diantara mereka yang patuh memasuki neraka akan merasakan dingin dan akhirnya selamat. Sedangkan yang enggan memasukinya justru akan diseret ke dalamnya” (HR. Ahmad)
Jika dalil
sudah disampaikan dan sudah dijelaskan, namun dia tidak mau memahami,
maka ke-tidakpaham-annya itu bukanlah merupakan udzur akan kekafirannya di
akhirat kelak. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kaum Madyan, yang mana
mereka berkata kepada Nabi Syu’aib ‘alaihis salaam ketika didakwahi
untuk mentauhidkan Allah:
قَالُواْ يَـٰشُعَيۡبُ مَا نَفۡقَهُ كَثِيرً۬ا
مِّمَّا تَقُولُ وَإِنَّا لَنَرَٮٰكَ فِينَا ضَعِيفً۬اۖ
“Mereka
(Kaum Nabi Syu’aib) berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti
tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat
kamu seorang yang lemah di antara kami.” (QS. Huud [11]: 91).
Jika dalil
sudah disampaikan dan sudah dijelaskan serta dia pun sudah memahaminya, namun
ternyata dia tetap menuruti hawa nafsunya (syahwat-nya), maka orang yang
seperti inilah yang jatuh vonis kafir kepadanya. Inilah tafsir yang dipahami
dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡكَـٰفِرُونَ
“Barangsiapa
tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah [5] : 44)
وَمَن لَّمۡ يَحۡڪُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ
“Barangsiapa
tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang dzalim.” (QS. Al Maidah [5] : 45)
وَمَن لَّمۡ يَحۡڪُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ
“Barangsiapa
tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah [5] : 47)
Kedua, jikalau memang seorang muslim itu melakukan
amalan kekafiran (ucapan maupun perbuatan), apakah otomatis dia kafir ?
Silahkan
dipahami kembali penjelasan pada poin pertama
Jika memang
dia kafir, apakah dia kafir yang boleh dibunuh ?
Karena di
sana ada kafir yang tidak boleh dibunuh, seperti kafir dzimmi (yang membayar
jizyah), kafir mu’ahad (yang terikat perjanjian damai), dan kafir musta’min
(mendapat jaminan keamanan)
Jika memang
dia kafir yang boleh dibunuh, apakah musti siapa saja dari kalangan kaum
muslimin boleh melakukan eksekusi pembunuhan ?
Karena
pembunuhan terhadap kafir harbi (yang boleh dibunuh/diperangi) tidak boleh serampangan, harus
berdasarkan perintah dari Ulil Amri
Semoga
faidah singkat ini bermanfaat ...
Silahkan
baca juga:
--oo00oo--
*** Sebagian ‘ulama ada yang berpendapat bahwa dipaksa berbuat kekafiran yang diperbolehkan berdasarkan QS. An Nahl [16]: 106 hanyalah kekafiran dalam bentuk ucapan. Adapun kekafiran dalam bentuk perbuatan (misalnya bersujud kepada salib), maka kelompok ‘ulama ini berpandangan tetap tidak diperbolehkan walaupun diancam bunuh.
Subhanakallaahumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !