Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

01 Oktober 2010

FILE 187 : Mudarah dan Mudahanah

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

Untuk Pemegang Tongkat Estafet

Oleh:

Syaikh Ibrahim bin 'Amir Ar-Ruhaili

.

Tak berlebihan jika pemuda memperoleh predikat sebagai “tulang punggung”. Namun demikian, ungkapan ini tak sepenuhnya benar, karena bagaimanapun juga dalam banyak hal mereka masih berhajat kepada bimbingan pendahulu yang lebih mumpuni dalam pelbagai hal, termasuk ilmu syar’i.

Berikut adalah untaian nasihat bagi para pemuda dan generasi Islam secara umum yang mengklaim diri mereka dalam jajaran Ahlussunnah .

Syaikh Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili memberikan arahan dan nasihat mulia kepada para pemuda sebagai wujud kongkrit dalam menunaikan kewajiban untuk menasihati kaum muslimin. Selamat menyimak !

*****

Berbenah Diri

Adalah termasuk prinsip yang ditetapkan dalam agama Islam, bahwa setiap orang muslim sebelum ia menyibukkan dirinya dengan (kekurangan) orang lain, hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh , membenahi diri, berupaya merealisasikan keselamatan, dan menjauhkan segala hal yang akan menyebabkan kebinasaan terhadap dirinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat menasihati supaya menetapi kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al-Ashr [103]: 1-3)

Allah memberitakan tentang orang-orang yang akan selamat dari kerugian, yaitu orang-orang yang terealisasi pada diri mereka perangai-perangai tersebut. Allah menyebutkan bahwa mereka yang mewujudkan keimanan dan amal shalih terlebih dahulu, sebelum mendakwahi orang lain. Dakwah dengan saling menasihati supaya menetapi kebenaran dan menetapi kesabaran. Hingga ayat-ayat ini benar-benar telah menetapkan permasalahan ini. Dan Allah sungguh telah mencela Bani Israil dikarenakan mereka menyelisihi prinsip ini, yaitu dengan firman-Nya:

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat), maka tidakkah kamu berpikir ?”.(QS. Al-Baqarah [2]: 44)

Oleh karena itu, hendaklah setiap pemuda senantiasa membenahi dirinya sendiri, sebelum berusaha membenahi orang lain. Dan tatkala dirinya telah mencapai istiqomah (dalam kebaikan), kemudian ia menyatukan antara penerapan ajaran agama pada dirinya dengan perjuangan mendakwahi orang lain, maka ia benar-benar telah meniti metode dan petunjuk ‘ulama’ salaf, dan Allah akan melimpahkan manfaat dari dakwahnya. Dan sungguh demi Allah, metode ini merupakan kedudukan paling agung yang bila seseorang telah berhasil mencapainya, maka ia termasuk hamba Allah yang paling baik kedudukannya pada hari kiamat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Dan siapakah yang lebih baik perkataannya ketimbang orang yang menyeru kepada Allah sedangkan dia sendiri beramal shalih dan berkata:’ Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’ ? ”. (QS. Fush-shilat [41]: 33)

Tidak Parsial

Perlu diketahui, bahwa yang benar-benar dikatakan sebagai Ahlussunnah adalah yang menjalankan dengan sempurna (ajaran) Islam, baik secara ideologi ataupun perilaku.

Dan (salah satu) bentuk kekurangpahaman ialah jika yang dianggap sebagai Ahlussunnah atau seorang salafi, adalah orang yang merealisasikan aqidah Ahlussunnah semata, tanpa mempedulikan perilaku, adab-adab yang sesuai dengan ajaran Islam, dan menunaikan hak-hak sesama muslim.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di akhir kitab Al-‘Aqidah al-Wasithiyyah menuturkan,

“Kemudian mereka (Ahlussunnah wal Jama’ah), selain merealisasikan prinsip-prinsip: saling memerintahkan dengan yang baik dan melarang dari yang mungkar, sesuai ajaran syari’at; mereka (juga) menganjurkan untuk menunaikan ibadah haji, berjihad, mendirikan sholat Jum’at dan ‘Ied bersama para pemimpin, baik pemimpin yang baik (adil) ataupun pemimpin yang jahat. (Juga) mereka senantiasa menegakkan sholat berjama’ah, menjalankan tanggung jawab (dengan) memberikan nasihat kepada ummat.

Mereka juga senantiasa meyakini sabda Nabi Shollallohu ‘alayhi wa sallam:

“(Permisalan peran) seorang mukmin dengan mukmin yang lain, bagaikan sebuah bangunan kokoh yang saling menopang satu dengan yang lain”.

Tatkala ditimba cobaan (kesusahan), mereka saling memerintahkan supaya menetapi kesabaran dan tatkala mendapatkan kelapangan, saling memerintahkan untuk bersyukur. Dan ketika ditimpa taqdir yang pahit, mereka saling memerintahkan untuk berlapang dada.

Mereka senantiasa menyeru kepada akhlaq-akhlaq mulia dan amalan terpuji. Mereka meyakini sabda Nabi Shollallohu ‘alayhi wa sallam,

Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya”. (HR. At-Tirmidzi)

Mereka juga menganjurkan agar saling menyambung (hubungan dengan) orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberi orang yang enggan memberimu, memaafkan orang yang mendzalimimu. Mereka juga saling memerintahkan untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua, juga bersilaturrahmi, berbuat baik kepada tetangga.

Mereka juga senantiasa melarang dari perangai saling berbangga diri, sombong, melampaui batas, melanggar hak orang lain, baik dengan alasan yang dibenarkan ataupun tidak.

Mereka juga saling memerintahkan untuk komitmen (istiqomah) dan menjaga akhlaq terpuji serta mencegah akhlaq tercela.

Dan setiap hal yang mereka ucapkan dan lakukan, baik dari hal-hal tersebut di atas ataupun yang lain, senantiasa mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan jalan hidup mereka adalah agama Islam yang dengannya Allah mengutus Nabi Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa sallam”.

Sebarkan Dakwah

Termasuk tujuan agung yang dianjurkan dalam agama Islam (untuk dicapai), ialah menunjuki manusia untuk menganut agama ini, sebagaimana disabdakan Nabi Shollallohu ‘alayhi wa sallam tatkala beliau mengutus shahabat ‘Ali bin Abi Thalib Rodliyallohu ‘anhu ke Khaibar (pada saat Perang Khaibar):

Seandainya Allah memberikan petunjuk melaluimu satu orang saja, itu lebih baik bagimu dibanding (memiliki) onta merah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu, orang-orang yang telah mendapatkan karunia dari Allah, berupa hidayah untuk mengamalkan As-Sunnah, hendaknya bersungguh-sungguh dalam mendakwahi orang yang masih tersesat dari As-Sunnah, atau kurang perhatian dengannya. Hendaknya mereka menempuh segala daya dan upaya yang dapat dilakukan untuk menuntun manusia dan mendekatkan pintu hati mereka untuk menerima kebenaran.

Berdakwah kepada mereka dengan cara lemah lembut *), sebagaimana firman Allah ketika berbincang-bincang dengan Nabi Musa dan Harun ‘alayhimas salaam:

Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu kepadanya dengan lemah lembut”. (QS. Thaha [20]: 43-44)

Hendaknya mereka memanggilnya dengan julukan-julukan yang selaras dengan kedudukannya. Sebagaimana Nabi Shollallohu ‘alayhi wa sallam ketika menulis surat kepada Hiraql, beliau menggunakan kata-kata:

Kepada Hiraql, Pemimpin Romawi

Beliau juga memberikan kuniyyah kepada Abdullah bin Saba’ dengan Abil Habbab.

Dan hendaknya mereka juga selalu bersabar dalam menghadapi kekerasan sikap orang yang didakwahi, dan membalasnya dengan perilaku baik, dan janganlah menuntut mereka untuk segera menerima kebenaran. Allah berfirman:

Maka bersabarlah seperti orang-orang yang memiliki keteguhan hati dari para Rasul (Ulul ‘azmi) telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan adzab bagi mereka”. (QS. Al-Ahqaf [46]: 35)

*****

Antara Mudahanah dan Mudarah

Hendaknya para pelajar (thalabul ‘ilmi), terlebih para da’i, dapat membedakan Al-Mudarah dan Al-Mudahanah. Karena Al-Mudarah adalah suatu hal yang dianjurkan, yakni sikap lemah lembut dalam pergaulan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Lisanul ‘Arab. Bersikap mudarah terhadap orang lain adalah dengan beramah tamah kepada mereka, berhubungan dengan cara yang baik, dan bersabar dalam menghadapi gangguan mereka, (dimaksudkan) agar mereka tidak menjauh darimu.

Sedang Al-Mudahanah (menjilat) adalah sikap tercela, yaitu sikap mengorbankan agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)”. (QS. Al-Qalam [68]: 9)

Al-Hasan Al-Bashry menafsirkan ayat ini dengan berkata,”Mereka menginginkan agar kamu berpura-pura di hadapan mereka, sehingga mereka juga akan berpura-pura di hadapanmu”.(Tafsir Al-Baghawiy 4/377)

Dengan demikian, orang yang bersikap mudarah akan berlemah lembut dalam pergaulan tanpa meninggalkan sedikit pun prinsip agamanya. Sedangkan orang yang bersikap mudahin, ia akan berusaha menarik simpati orang lain dengan cara meninggalkan sebagian prinsip agamanya.

Sungguh Nabi Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa sallam merupakan figur yang paling baik akhlaqnya dan paling lemah lembut terhadap umatnya, dan ini sebagai manifestasi sisi lemah lembut dan ramah tamah dari perangai beliau. Di sisi lain, beliau adalah orang terkuat dalam mengemban agama Allah, sehingga beliau tidak meninggalkan prinsip agama sedikit pun, walau di hadapan siapa pun. Dan ini merupakan perwujudan sisi keteguhan hati beliau dalam mengemban (prinsip-prinsip agama). Dan sisi perangai beliau ini sangat bertolak belakang dengan sikap mudahanah.

Hendaknya para pelajar memperhatikan perbedaan antara kedua perangai ini; karena sebagian orang beranggapan bahwa bersikap ramah tamah kepada orang lain dan berlemah lembut, sebagai tanda lemah dan luluh dalam mengemban perintah agama. Di saat lain, ada yang beranggapan bahwa sikap membiarkan orang lain dalam kebatilan dan berdiam diri ketika melihat kesalahan adalah bagian dari sikap ramah tamah (Ar-Rifq).

Sudah barang tentu kedua kelompok (anggapan) ini adalah salah dan tersesat dari kebenaran. Hendaknya hal ini benar-benar diperhatikan dengan baik, karena kesalahpahaman dalam hal ini sangat berbahaya. Dan tiada yang dapat berlindung darinya melainkan orang-orang orang-orang yang mendapatkan taufiq (bimbingan) dan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

[Ditulis ulang dari Majalah ElFata vol. 5 no. 10/2005, Rubrik Manhaj halaman 25 - 27]

Footnote:

*) Tambahan faidah yang saya [Sa’ad] peroleh dari Ust. Ali Nur dalam ta’lim di Masjid Ad-Da’wah USU (16 Syawal 1431 H/25 September 2010 M) :

“Bahwasanya da’wah salaf itu adalah da’wah kasih sayang. Sayangnya landasan ini sering dilupakan dan ditinggalkan oleh kebanyakan kita.

Sebagai gambaran, ketika mengingatkan orang lain untuk sholat dengan berkata,’Sholatlah … !!’.

Seringkali ketika melakukannya, dalam hati kita sudah dilandasi perasaan benci/tidak suka kepada orang tersebut. Padahal semestinya, ketika melakukannya dilandasi oleh perasaan kasih sayang. Kasihan kepada orang tersebut: bagaimana seandainya ia tidak sholat kemudian meninggal dunia, apa yang akan dihadapinya di akhirat kelak”.

(… Renungan terkhusus untuk diri sendiri …)

Wallahu a’lam

…….

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !