Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

06 Agustus 2011

FILE 232 : Kondisi Kaum Muslimin Tidak Sama

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
…..


Sudah lama saya merasa kurang nyaman dengan suatu stigma, bahwasanya salafiyyin itu harus memakai gamis, tidak memakai celana pantalon, rajin sholat tahajjud (qiyamullail), rajin datang kajian, tidak menonton televisi, dan yang semisalnya. Seolah-olah bila seseorang sudah mantap dengan manhaj ini, dia harus bersikap 'bak' malaikat dan orang-orang sholih. Memang stigma tersebut tidak secara langsung saya dengar, namun kesan yang saya tangkap dari percakapan atau sikap dengan sesama ikhwan yang juga salafiyyin cukup menggambarkan stigma tersebut.

Saya tidak hendak menafikan bahwasanya seorang muslim itu mustinya berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperbaiki dirinya dan memperbanyak beramal sholih. Namun hendaknya diingat, bahwasanya sudah merupakan sunnatullah jika kondisi manusia itu tidak sama.

Di satu sisi ada orang yang berilmu ('ulama'), di sisi lain ada seorang penuntut ilmu (thulabul 'ilmi), ada seorang yang rajin menghadiri majelis ilmu, namun bukan seorang penuntut ilmu (mustami'), ada juga orang awam. Namun kita tahu bahwasanya mereka semuanya memiliki aqidah yang sama, aqidah shahihah yakni hanya mentauhidkan Allah dalam beribadah dan mengikuti sunnah Rasul melalui pemahaman yang benar.

Tidaklah bisa dipaksakan bahwasanya orang awam harus rajin sholat malam, harus memakai gamis, harus hafal sekian surat Al Qur'an, harus menjauhi semua maksiat dan yang semisalnya. Sekali lagi, saya tidak hendak menafikan anjuran untuk meraih dan mengusahakan hal-hal tersebut, tetapi sekali lagi, apa yang disebutkan tersebut di atas bukanlah hal-hal standar yang semua orang harus menempuhnya secara total, sehingga bila melakukan salah satunya seolah-olah dia tidak layak lagi menjadi salafiyyin.

Alhamdulillah, ada ikhwah yang lebih menguasai tentang masalah agama daripada saya yang juga menulis topik serupa. Kiranya tulisan saudara saya tersebut lebih bisa mengena dan menjawab kekurangnyamanan saya selama ini.

Semoga bermanfaat ...

---oo00oo---

Tidak Sama

Oleh : Abul Jauzaa' 


Allah ta’ala berfirman :

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” [QS. Faathir : 32].
Al-Haafidh Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
ثم قسمهم إلى ثلاثة أنواع ، فقال: { فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ } وهو: المفرط في فعل بعض الواجبات، المرتكب لبعض المحرمات. { وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ } وهو: المؤدي للواجبات، التارك للمحرمات، وقد يترك بعض المستحبات، ويفعل بعض المكروهات. { وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ } وهو: الفاعل للواجبات والمستحبات، التارك للمحرمات والمكروهات وبعض المباحات.
“Kemudian Allah (dalam ayat di atas) membagi mereka (manusia) dalam tiga golongan. Allah ta’ala berfirman : ‘lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri’, yaitu orang yang lalai dalam menjalankan sebagian kewajiban dan mengerjakan sebagian yang diharamkan. (Firman Allah ta’ala : ) dan di antara mereka ada yang pertengahan’, yaitu orang-orang yang menunaikan apa-apa yang diwajibkan dan meninggalkan apa-apa yang diharamkan, dengan meninggalkan sebagian amal yang disunnahkan dan mengerjakan sebagian amal yang dimakruhkan. (Firman Allah ta’ala : ) ‘dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah’, yaitu orang yang mengerjakan apa-apa yang diwajibkan dan disunnahkan, serta meninggalkan apa-apa yang diharamkan dan dimakruhkan, serta sebagian yang dimubahkan” [Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 11/322, tahqiq : Mushthafaa As-Sayyid Muhammad, dkk; Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1421 H].
Lihat pula penjelasan senada dari Asy-Syaikh As-Sa’diy dalam At-Tanbiihaat Al-Lathiifah ‘alaa Maa Ihtawat ‘alaihi Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah, hal. 86 (ta’liq : Asy-Syaikh Ibnu Baaz, takhrij : Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy; Daaru Ibnil-Qayyiim, Cet. 2/1422 H).
Allah ta’ala membagi beberapa keadaan manusia berdasarkan tingkat amal perbuatan ketaatannya kepada-Nya. Ada di antara yang beramal sedikit, ada yang beramal banyak. Ada yang banyak bermaksiat, ada pula yang sedikit bermaksiat.
Jika kita tengok keadaan salaf kita dari kalangan shahabat, tabii’in, dan atbaa’ut-taabi’iin, dapat kita lihat bahwa mereka pun bertingkat-tingkat dalam masalah amal.
Saya contohkan dari kalangan shahabat. Ada di antara mereka yang bersegera beramal apa saja yang dia dengar dan ketahui dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dia lah Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu yang mendahului shahabat-shahabat yang lain.
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِي الْفَزَارِيَّ، عَنْ يَزِيدَ وَهُوَ ابْنُ كَيْسَانَ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ الْأَشْجَعِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ صَائِمًا؟، قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ جَنَازَةً؟، قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مِسْكِينًا؟، قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ عَادَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مَرِيضًا؟، قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‘Umar : Telah menceritakan kepada kami Marwaan, yaitu Al-Fazzaariy, dari Yaziid – ia adalah Ibnu Kaisaan - , dari Abu Haazim Al-Asyjaa’iy, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Siapakah di antara kalian yang memasuki waktu pagi dalam keadaan berpuasa di hari ini?. Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu menjawab : “Aku”. Beliau kembali bertanya : Siapakah di antara kalian yang telah mengiringi jenazah pada hari ini?. Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu menjawab : “Aku”. Beliau kembali bertanya : Siapakah di antara kalian yang telah memberi makan kepada orang miskin pada hari ini?. Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu menjawab : “Aku”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya : Siapakah di antara kalian yang telah membesuk orang sakit pada hari ini?. Abu Bakr menjawab : “Aku”. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam  bersabda : Tidaklah seluruh perkara tersebut terkumpul pada diri seseorang melainkan dia akan masuk surga [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1028].
Ada di antara shahabat yang sangat rajin dan bersemangat menjalankan satu ibadah, lebih dari yang lainnya. 
حدثني أبو الطاهر. قال: سمعت عبدالله بن وهب يحدث عن يونس، عن ابن شهاب. ح وحدثني حرملة بن يحيى أخبرنا ابن وهب. أخبرني يونس عن ابن شهاب. أخبرني سعيد بن المسيب وأبو سلمة بن عبدالرحمن ؛ أن عبدالله بن عمرو بن العاص قال: أخبر رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه يقول: لأقومن الليل ولأصومن النهار، ما عشت. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "آنت الذي تقول ذلك ؟ " فقلت له: قد قلته، يا رسول الله ! فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "فإنك لا تستطيع ذلك. فصم وأفطر. ونم وقم. وصم من الشهر ثلاثة أيام. فإن الحسنة بعشر أمثالها. وذلك مثل صيام الدهر" قال قلت: فإني أطيق أفضل من ذلك. قال: "صم يوما وأفطر يومين" قال قلت: فإني أطيق أفضل من ذلك، يا رسول الله ! قال: "صم يوما وأفطر يوما. وذلك صيام داود (عليه السلام) وهو أعدل الصيام" قال قلت: فإني أطيق أفضل من ذلك. قال رسول الله عليه وسلم: "لا أفضل من ذلك".

Telah menceritakan kepadaku Abu Thaahir, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin Wahb menceritakan dari Yuunus, dari Ibnu Syihaab (ح). Dan telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahyaa : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb : Telah mengkhabarkan kepadaku Yahyaa, dari Ibnu Syihaab : Telah mengkhabarkan kepadaku Sa’iid bin Al-Musayyib dan Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam diberitahukan bahwasannya ia (‘Abdullah) berkata : ‘Sungguh aku akan shalat di seluruh malam dan puasa di seluruh siang di sepanjang hayatku’. Maka beliau bersabda : “Apakah engkau yang mengatakan hal itu ?”. Aku menjawab : “Ya, aku telah mengatakannya wahai Rasulullah”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup mengerjakannya. Berpuasalah dan berbukalah. Tidurlah dan shalat malam-lah. Berpuasalah tiga hari dalam sebulan, karena satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Hal itu sebanding dengan puasa sepanjang masa. Aku berkata : “Sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu”. Beliau bersabda : “Kalau begitu, berpuasalah sehari, lalu berbuka dua hari”. Aku berkata : “Sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda : “Kalau begitu, berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari. Itu adalah puasa Nabi Daawud ‘alaihis-salaam. Itu adalah puasa yang paling adil”. Aku berkata : “Sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu”. Beliau bersabda : “Tidak ada puasa yang lebih baik dari itu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1159].
Namun, ada shahabat memilih amalan yang lebih ringan daripada yang dirutinkan ‘Abdullah bin ‘Amru radliyallaahu ‘anhum.
وحدثني هارون بن عبدالله ومحمد بن رافع. قالا: حدثنا ابن أبي فديك عن الضحاك بن عثمان، عن إبراهيم بن عبدالله بن حنين، عن أبي مرة مولى أم هانئ، عن أبي الدرداء؛ قال: أوصاني حبيبي صلى الله عليه وسلم بثلاث. لن أدعهن ما عشت: بصيام ثلاثة أيام من كل شهر. وصلاة الضحى. وبأن لا أنام حتى أوتر.

Dan telah menceritakan kepada kami Haaruun bin ‘Abdillah dan Muhammad bin Raafi’, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Fudaik, dari Adl-Dlahhaak bin ‘Utsmaan, dari Ibraahiim bin ‘Abdillah bin Hunain, dari Abu Murrah maula Ummi Haani’, dari Abud-Dardaa’, ia berkata : “Kekasihku shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mewasiatkan kepadaku tiga hal yang tidak aku tinggalkan selama hayatku : Berpuasa tiga hari pada setiap bulan, shalat Dluhaa, dan agar aku tidak tidur sebelum melakukan witir” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 722; Baitul-Afkaar Ad-Dauliyyah, Cet. Thn. 1419 H].
Bahkan ada di antara shahabat malah tidak mengerjakan shalat malam.
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ إِذْ قَالَ يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ قَالَ فَاطَّلَعَ رَجُلٌ مِنَ الأنْصَارِ تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ مَاءِ وُضُوئِهِ مُعَلِّقٌ نَعْلَيْهِ بِيَدِهِ الشِّمَالِ فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْغَدِ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَاطَّلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ مَرْتَبَتِهِ الأُولَى فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْغَدِ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَاطَّلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ مَرْتَبَتِهِ الأُولَى فَلَمَّا قَامَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اتَّبَعَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ لَهُ إِنِّي لاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ إِنِّي لاَ أَدْخُلُ عَلَيْهِ ثَلاثَ لَيَالٍ فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَحِلَّ يَمِينِي فَعَلْتَ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَنَسٌ فَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ ثَلاثَ لَيَالٍ فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ بِشَيْءٍ غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللَّهَ وَكَبَّرَهُ حَتَّى يَقُومَ لِصَلاةِ الْفَجْرِ فَيُسْبِغَ الْوُضُوءَ قَالَ عَبْدُ اللهِ غَيْرَ أَنَّى لاَ أَسْمَعُهُ يَقُولُ إِلا خَيْرًا فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلاثُ اللَّيَالِي وَكِدْتُ أَنْ أَحْتَقِرَ عَمَلَهُ قُلْتُ يَا عَبْدَ اللهِ إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ وَالِدِي غَضَبٌ وَلا هَجْرٌ وَلَكِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ لَكَ ثَلاثَ مَرَّاتٍ فِي ثَلاثَةِ مَجَالِسَ يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَاطَّلَعْتَ أَنْتَ فِي تِلْكَ الثَّلاثِ مَرَّاتٍ فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ فَأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ فَأَقْتَدِيَ بِكَ فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَبِيرَ عَمَلٍ فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَا هُوَ إِلا مَا رَأَيْتَ فَانْصَرَفْتُ عَنْهُ فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي وَقَالَ مَا هُوَ إِلا مَا رَأَيْتَ غَيْرَ أَنِّي لاَ أَجِدُ فِي نَفْسِي غِلاً لأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَلا أَحْسِدُهُ عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ وَهِيَ الَّتِي لاَ نُطِيقُ

Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhriy, dari Anas bin Maalik, ia berkata : Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau bersabda : “Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni surga”. Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudlu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal. Esok harinya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi : “Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga”. Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya. Besok harinya lagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni surga”. Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal. Setelah itu Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut : “Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu”. Dia menjawab : “Silakan”. Anas berkata bahwa ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang shalat malam. Hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu. Abdullah juga mengatakan : “Aku tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik”. Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja ‘Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata : “Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda : ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni surga’.’ Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau. Maka, aku ingin menginap di rumahmu ini untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata demikian ?”. Kemudian laki-laki Anshar itu menjawab : “Aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, kecuali apa yang telah engkau lihat”. Mendengar jawaban itu, akupun pulang. Namun ketika aku sudah berpaling, ia memanggilku, lalu berkata : “Aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, kecuali apa yang telah engkau lihat. Hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya”. ‘Abdullah bin ‘Amru berkata kepadanya : “Inilah amalan yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Al-Mubaarak dalam Az-Zuhd, hal. 220-221 no. 694, tahqiq & ta’liq : Habiibur-Rahmaan Al-A’dhamiy; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 2/1425 H – shahih].
Dan bahkan...., ada shahabat yang tidak menambah amalan sunnah kecuali apa yang diwajibkan saja.
حدثنا إسماعيل قال: حدثني مالك بن أنس، عن عمه أبي سهيل بن مالك، عن أبيه، أنه سمع طلحة بن عبيد الله يقول: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم من أهل نجد، ثائر الرأس، يسمع دوي صوته ولا يفقه ما يقول، حتى دنا، فإذا هو يسأل عن الإسلام، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (خمس صلوات في اليوم والليلة) فقال: هل علي غيرها؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (وصيام رمضان). قال هل علي غيره؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال: وذكر له رسول الله صلى الله عليه وسلم الزكاة، قال: هل علي غيرها؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال: فأدبر الرجل وهو يقول: والله لا أزيد على هذا ولا أنقص، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (أفلح إن صدق).

Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Maalik bin Anas, dari pamannya yang bernama Abu Suhail bin Maalik, dari ayahnya, bahwasannya ia mendengar Thalhah bin ‘Ubaidillah berkata : Datang seorang laki-laki penduduk Najd kepada Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam, kepalanya telah beruban, gaung suaranya terdengar tetapi tidak bisa dipahami apa yang dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : Shalat lima waktu dalam sehari semalam. Ia bertanya lagi : “Adakah aku punya kewajiban shalat lainnya ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian menyebutkan puasa di bulan Ramadlan. Ia bertanya lagi : “Adakah aku mempunyai kewajiban puasa selainnya ?”. Beliau menjawab : Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja. Perawi (Thalhah) mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian menyebutkan tentang zakat kepadanya. Maka ia pun kembali bertanya : “Adakah aku punya kewajiban lainnya ?”. Beliau menjawab : Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja. Perawi mengatakan : Selanjutnya orang ini pergi seraya berkata : “Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan mengurangi ini”. Mendengar hal itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun berkata : Niscaya ia akan beruntung jika ia benar-benar melakukannya [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 46, tarqim : Muhammad Fuaad ‘Abdil-Baqiy; Al-Mathba’ah As-Salafiyyah, Cet. 1/1400 H].
Dan bahkan,...... ada sebagian shahabat yang melakukan kekeliruan yang kemudian ditegakkan hadd kepadanya.
وحدثنا محمد بن العلاء الهمذاني. حدثنا يحيى بن يعلى (وهو ابن الحارث المحاربي) عن غيلان (وهو ابن جامع المحاربي)، عن علقمة بن مرثد، عن سليمان بن بريدة، عن أبيه. قال: ........قال: ثم جاءته امرأة من غامد من الأزد. فقالت: يا رسول الله! طهرني. فقال (ويحك! ارجعي فاستغفري الله وتوبي إليه). فقالت: أراك تريد أن ترددني كما رددت ماعز بن مالك. قال: (وما ذاك؟) قالت: إنها حبلى من الزنى. فقال (آنت؟) قالت: نعم. فقال لها (حتى تضعي ما في بطنك). قال: فكفلها رجل من الأنصار حتى وضعت. قال: فأتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: قد وضعت الغامدية. فقال (إذا لا نرجمها وندع لها ولدها صغيرا ليس له من يرضعه). فقام رجل من الأنصار فقال: إلى رضاعه. يا نبي الله! قال: فرجمها.

Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-‘Alaa’ Al-Hamdzaaniy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ya’laa (ia adalah Ibnul-Haarits Al-Muhaaribiy), dari Ghailaan (ia adalah Ibnu Jaami’ Al-Muhaaribiy), dari ‘Alqamah bin Martsad, dari Sulaimaan bin Burairad, dari ayahnya, ia berkata : “.....Kemudian datanglah seorang wanita dari daerah Ghaamid dari kalangan suku Al-Azd, ia berkata : ‘Wahai Rasulullah, sucikanlah aku !’. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Celakalah kamu ! Pulanglah dan beristighfarlah kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Lalu wanita itu berkata : ‘Aku melihat engkau ingin menolakku sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz bin Maalik’. Beliau bersabda : Apa maksudnya ?. Ia berkata : ‘Sesungguhnya ia telah hamil karena zina’. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Apakah (wanita itu) engkau ?. Ia menjawab : ‘Ya, benar’. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya : Kembalilah, hingga engkau melahirkan kandunganmu. Buraidah (perawi) berkata : ‘Lalu wanita itu ditanggung seorang laki-laki Anshar sampai melahirkan’. Kemudian laki-laki itu datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : ‘Sesungguhnya wanita Ghamidiyyah itu telah melahirkan’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Kalau begitu, kami belum akan merajamnya, karena ia meninggalkan anaknya yang masih kecil dan tidak ada orang yang menyusuinya. Lalu seorang laki-laki dari kalangan Anshar berdiri dan berkata : ‘Wahai Nabi Allah, serahkan kepadaku penyusuannya !’. Buraidah berkata : ‘Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam merajamnya’ [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1695].
Perhatikanlah ya ikhwah, bagaimana keadaan para shahabat yang dikatakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai sebaik-baik generasi[1] dan bintang penjaga umat[2].
Betapa baik dan tinggi kedudukan mereka, mereka tetaplah manusia, sama seperti kita. Mereka bertingkat-tingkat dalam hal iman dan amal. Ada yang lebih ataupun kurang. 
Ada satu sisi yang ingin saya sampaikan melalui artikel ini :
Jika keadaan para shahabat saja seperti itu, bagaimana pula keadaan kita ?. Se-salafy-salafy-nya seseorang, tentu ada lebih dan kurangnya. Ada di antara mereka yang unggul di satu hal, namun kurang dalam hal yang lain. (Mungkin), ada sebagian di antara salafiyyuun yang ibadahnya ‘luar biasa’, namun kurang bisa berinteraksi dengan orang lain. Ada sebagian di antaranya yang rajin ikut ta’lim kesana dan kemari, namun susah diajak ta’awun dalam dakwah. Ada sebagian di antaranya yang diberikan kecerdasan dalam teoritis ilmu-ilmu agama, namun agak kurang dalam kekuatan implementasinya. Dan seterusnya dan seterusnya.
Satu fenomena – yang menurut saya – salah berlangsung dalam realitas. Seringkali kita menjadikan apa yang ada pada diri kita menjadi satu standar yang harus berlaku pada orang lain. Jika kita rajin shalat malam, maka orang lain pun ‘wajib’ shalat malam. Jika kita rajin ta’lim, maka orang lain pun ‘wajib’ rajin ta’lim. Jika kita aktif dalam dakwah, maka orang lain pun ‘wajib’ seperti itu pula. Apa-apa yang tidak berkesesuaian dengan diri kita dari orang lain, kita anggap sebagai satu cela. Tidak jarang hal itu berlanjut menjadi kekakuan, kekurangharmonisan, dan ajang bermasam muka. Kita anggap berketus kata sebagai media utama pengamalan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
الدين النصيحة
“Agama itu nasihat”.
agar,.... orang yang bersangkutan ‘menyadari kesalahannya’ yang selanjutnya melakukan apa yang kita lakukan.
Ikhwah,.... (saya pribadi berpendapat) itu bukanlah sikap bijaksana. Koreksi jika saya salah. Islam tidaklah bertujuan menjadikan manusia sama, akan tetapi Islam bertujuan untuk mengajak manusia beribadah kepada Allah semata dengan mengamalkan syari’at yang ada di dalamnya, yang itu bisa terwujud dengan media nasihat. Allah ta’ala telah berfirman :
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ

“Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang” [QS. Al-Balad : 17].
Al-Haafidh Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وقوله: { وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ } أي: كان من المؤمنين العاملين صالحا، المتواصين بالصبر على أذى الناس، وعلى الرحمة بهم. كما جاء في الحديث: "الراحمون يرحمهم الرحمن، ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء" وفي الحديث الآخر: "لا يَرْحَم اللهُ من لا يَرْحَم الناس"

“Dan firman-Nya : ‘dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang’, yaitu : ia termasuk orang-orang mukmin yang selalu mengerjakan amal shalih dan senantiasa memberikan wasiat/nasihat untuk bersabar dari gangguan orang lain serta berkasih sayang dengan mereka. Hal itu sebagaimana terdapat dalam hadits : ‘Orang-orang yang mengasihi akan selalu dikasihi oleh Yang Maha Pengasih (Allah). Kasihilah orang-orang yanga ada di bumi, niscaya engkau akan dikasihi orang Dzat yang ada di langit”. Dan juga dalam hadits yang lain : ‘Allah tidak mengasihi orang-orang yang tidak mengasihi manusia’” [Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 14/362].
Nasihat dan dakwah adalah untuk mengajak yang jauh untuk mendekat, mengajak yang lemah beramal menjadi rajin beramal. Bukan sebaliknya, mengajak yang lemah menjadi semakin lemah dan malas, serta mengajak yang jauh menjadi semakin jauh.
Al-Imaam Ibnu Baaz rahimahullah ketika ditanya :
أفيدكم أنني إمام مسجد في إحدى ضواحي الرياض ، والمشكلة أنني ضعيف التجويد في القراءة وكثير الخطأ ، وأنا أحفظ من القرآن ثلاثة أجزاء مع بعض الآيات في بعض السور ، وأنا خائف على ذمتي ، فأرجو إفادتي هل أستمر في الإمامة أم أستقيل ؟

“Perlu Anda ketahui bahwasannya saya adalah seorang imam masjid di salah satu sudut kota Riyaadl. Ada satu permasalahan bahwasannya saya itu lemah dalam hal tajwiid bacaan dan banyak keliru. Dan saya hapal 3 juz dari Al-Qur’an dan beberapa ayat di sebagian surat. Saya khawatir atas tanggung jawab saya. Mohon sarannya, apakah saya terus melanjutkan menjadi imam ataukah harus menundurkan diri ?”.
Maka beliau menjawab :
عليك أن تجتهد في حفظ ما تيسر من القرآن وتجويده وأبشر بالخير والإعانة من الله عز وجل إذا صلحت نيتك وبذلت الوسع في ذلك ؛ لقول الله سبحانه وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وقول النبي صلى الله عليه وسلم : الماهر بالقرآن مع السفرة الكرام البررة والذي يقرأ القرآن ويتتعتع فيه وهو عليه شاق له أجران ولا ننصحك بالاستقالة بل نوصيك بالاجتهاد الدائم والصبر والمصابرة حتى تنجح في تجويد كتاب الله وفي حفظه كله أو ما تيسر منه وفقك الله ويسر أمرك

“Anda harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghapalkan Al-Qur’an dan tajwid-nya. Dan saya berikan khabar gembira dengan adanya kebaikan dan pertolongan dari Allah ‘azza wa jalla apabila niat Anda baik dan Anda mencurahkan kemampuan untk itu. Karena Allah telah berfirman : ‘Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (QS. Ath-Thalaq). Dan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Orang yang mahir membaca Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia lagi baik. Adapun orang yang membaca Al-Qur’an sambil terbata-bata dan mengalami kesulitan, baginya dua pahala. Kami tidak menasihati Anda agar mengundurkan diri. Bahkan kami mewasiatkan agar bersungguh-sungguh, sabar, tabah, hingga Anda berhasil menguasai tajwid Kitabullah dan menghapal keseluruhannya atau apa-apa yang mudah darinya. Semog Allah memberikan taufiq dan memudahkan urusan Anda” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 12/96-97].
Perhatikan uslub jawaban beliau tersebut. Nasihat Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah adalah nasihat yang memberikan semangat dan penuh kasih-sayang. Tidak ada kata-kata menyudutkan dalam fatwa beliau atas kekurangan orang yang bertanya. Padahal beliau rahimahullah tahu bahwa orang yang paling berhak menjadi imam adalah orang yang paling bagus bacaan Al-Qur’annya. Dan bukanlah hal susah untuk mencarikan pengganti imam di negeri semisal Saudi, seandainya beliau menyarankan orang yang bertanya untuk mundur dari imam.
Kewajiban kita – jika kita tahu sesuatu (dan telah mengamalkannya) – hanyalah menyampaikan. Karena kita tahu :
لأن يهدى بك رجل واحد خير لك من حمر النعم

Seandainya Allah memberikan hidayah seseorang melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik bagimu daripada onta merah (harta dunia yang sangat berharga)”.
Jika diterima alhamdulillah. Jika belum, maka sabar, berdoa, dan terus berusaha untuk mendapatkan onta merah. Jangan sampai hilang dan terlepas. 
Allah ta’ala telah menciptakan bermilyar manusia dengan berbagai keadaannya. Di antaranya kita, ibu kita, ayah kita, teman kita, tetanga kita, relasi kita, dan yang lainnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Jika kita melihat orang lain penuh kekurangan, maka tidaklah beda jauh dengan diri kita. Banyak kelebihan yang mungkin dimiliki orang lain yang tidak ada pada diri kita.
Semoga sekelumit catatan kecil ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.


Footnote:
[1]      Merujuk pada riwayat :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبِيدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ وَكَانُوا يَضْرِبُونَنَا عَلَى الشَّهَادَةِ وَالْعَهْدِ وَنَحْنُ صِغَارٌ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsiir : Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan, dari Manshuur, dari Ibraahiim, dari ‘Ubaidah, dari ‘Abdullah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah orang-orang yang hidup pada jamanku (generasiku) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka kemudian orang-orang yang datang setelah mereka. Kemudian akan datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya". Ibrahim berkata : "Dahulu, mereka (para shahabat) memukul kami saat masih kecil bila melanggar perjanjian dan persaksian (untuk sebuah pengajaran)" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3651].
[2]      Merujuk pada riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ كُلُّهُمْ عَنْ حُسَيْنٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ عَنْ مُجَمَّعِ بْنِ يَحْيَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ صَلَّيْنَا الْمَغْرِبَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُلْنَا لَوْ جَلَسْنَا حَتَّى نُصَلِّيَ مَعَهُ الْعِشَاءَ قَالَ فَجَلَسْنَا فَخَرَجَ عَلَيْنَا فَقَالَ مَا زِلْتُمْ هَاهُنَا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّيْنَا مَعَكَ الْمَغْرِبَ ثُمَّ قُلْنَا نَجْلِسُ حَتَّى نُصَلِّيَ مَعَكَ الْعِشَاءَ قَالَ أَحْسَنْتُمْ أَوْ أَصَبْتُمْ قَالَ فَرَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ وَكَانَ كَثِيرًا مِمَّا يَرْفَعُ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا ذَهَبَتْ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لِأَصْحَابِي فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِي مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِي أَمَنَةٌ لِأُمَّتِي فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِي أَتَى أُمَّتِي مَا يُوعَدُونَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, Ishaaq bin Ibraahiim, ‘Abdullah bin ‘Umar bin Abaan, semuanya dari Husain. Telah berkata Abu Bakr : Telah menceritakan kepada kami Husain bin ‘Aliy Al-Ju’fiy, dari Mujammi’ bin Yahyaa, dari Sa’iid bin Abi Burdah, dari Abu Burdah, dari ayahnya, ia berkata : “Kami pernah melaksanakan shalat Maghrib berjama'ah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian kami berkata :  'Sebaiknya kami duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sambil menunggu waktu shalat ‘Isya'. Ayah Abu Burdah berkata : 'Kami duduk-duduk di masjid, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami seraya bertanya : 'Kalian masih di sini?'. Kami menjawab : ‘Benar ya Rasulullaah! Kami telah melaksanakan shalat Maghrib berjamaah bersama engkau. Oleh karena itu kami memilih untuk duduk-duduk di masjid sambil menunggu shalat ‘Isya’ berjamaah dengan engkau’. Rasulullah pun berkata : ‘Kalian benar-benar telah melakukan kebaikan.’ Lalu Rasulullah mengangkat kepalanya ke atas dan berkata : 'Bintang-bintang ini merupakan amanah/penjaga bagi langit. Apabila bintang-bintang tersebut hilang, maka langit akan tertimpa apa yang telah dijanjikan. Aku adalah amanah/penjaga para sahabatku. Kalau aku sudah tidak ada, maka mereka, para sahabatku, akan tertimpa apa yang telah dijanjikan. Para sahabatku adalah amanah/penjaga umatku. Apabila para sahabatku telah tiada, maka umatku pasti akan tertimpa apa yang telah dijanjikan kepada mereka” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2531].

******
Sumber: abul-jauzaa.blogspot.com

Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

1 komentar:

  1. Dikisahkan bahwa Abdullah bin Abdul Aziz al-Umari rahimahullah [1], pernah mengirim sebuah surat kepada Imam Malik [2]. Al-Umari mengajak Imam Malik untuk uzlah, menyendiri dalam ketaatan kepada Allah, dan meminta Imam Malik untuk menutup majelisnya di masjid Nabi demi sibuk beribadah.

    Kemudian Imam Malik menjawab dengan sebuah ucapan yang sangat indah,

    إن الله قسم الأعمال كما قسم الأرزاق

    Sesungguhnya Allah telah membagi amal sebagaimana Dia telah membagi rezeki.

    فرب رجل فُتِحَ له في الصلاة ولم يُفتحْ له في الصوم

    Bisa jadi seseorang dibukakan baginya pintu salat sunah, tapi tidak dibukakan untuknya pintu puasa sunah.

    وآخر فُتح له في الصدقة ولم يُفتحْ له في الصوم

    Ada juga yang dibukakan untuknya pintu sedekah, namun tidak dengan pintu puasa sunah.

    وآخرُ فُتح له في الجهاد

    Ada pula yang dibukakan baginya pintu jihad.

    فنشر العلم من أفضل أعمال البر ، وقد رضِيتُ بما فُتح لي فيه

    Menyebarkan ilmu termasuk amal kebaikan yang paling utama. Aku rida terhadap apa yang telah Allah bukakan untukku.

    وما أظن ما أنا فيه بدون ما أنت فيه وأرجو أن يكونَ كِلانا على خير وبر

    Aku tidak menilai apa yang aku lakukan tidak lebih baik daripada apa yang engkau lakukan. Akan tetapi aku berharap kita berdua senantiasa berada di atas kebaikan.

    *) Kisah ini tertulis dalam Siyar A’lam an-Nubala Imam Dzahabi dan disandarkan kepada Ibn Abdul Barr di dalam At-Tamhid. Wallahu a’lam.
    __________
    [1] Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdullah (Ibnu Umar) bin Umar bin Khaththab, seorang tabiin, abid-ahli ibadah, zahid-ahli zuhud, seorang tsiqah, terpercaya/kredibel, namun sedikit meriwayatkan hadis, pernah menasihati khalifah Harun ar-Rasyid. Ibnu Uyainah menyebutnya sebagai alim kota Madinah.
    [2] Malik bin Anas bin Malik, Imam Daril Hijrah, seorang ulama besar pencetus mazhab Malikiyah. Imam Bukhari mengatakan bahwa di antara sanad emas adalah Malik-Nafi-Ibnu Umar.

    Sumber penukilan: https://kristalilmu.com/allah-telah-membagi-amal-kita/

    BalasHapus

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !