Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

21 Maret 2009

FILE 103 : Mengangkat Tangan Pada Takbir Sholat Jenazah

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

MASALAH MENGANGKAT TANGAN DALAM TAKBIR SHOLAT JENAZAH

.

Berikut ini pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Robi’ Al-Madkholy hafizhohullah seputar masalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan selamat membaca.

.

Pertanyaan : Apakah anda menshohihkan hadits Ibnu Umar dalam masalah mengangkat tangan pada sholat jenazah secara marfu’?

Jawaban : Insya Allah, hadits yang dimaksud dinyatakan memiliki ‘illah oleh Ad-Daaruquthni dan diikuti oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dihasankan oleh Syaikh Ibnu Baaz. Kami telah melakukan pengkajian atas hadits ini, dan kami mendapatkan bahwasanya derajatnya hasan atau sampai ke derajat shihhah. Karena yang memarfu’kannya adalah Umar bin Syaibah. Ad-Daaruquthny berkata, “Dia diselisihi oleh yang lainnya”. Kami telah mengkaji penyelisihan ini maka kami tidak mendapatkan pengaruhnya terhadap riwayat Umar bin Syaibah.

Pertama : Ad-Daaruquthny tidak menyebutkan nama-nama perawi yang menyelisihi.

Kedua : dia - yakni Ibnu Syaibah - adalah perawi yang tsiqoh atau shoduuq. Yang zhohir dia adalah tsiqoh. Jadi hadits ini Tsabit - Insya Allah - juga diperkuat oleh beberapa atsar. Di antaranya atsar Abdullah bin Umar dan Umar bin Abdul Aziz dan sebagian salaf. Ini bisa memperkuat hadits sekalipun dia hadits mursal atau ada sedikit kelemahan padanya, apalagi kalau hadits itu Tsabit.

Syaikh Al-Albany adalah syaikh kami semoga Allah merahmatinya. Akan tetapi manhaj salaf adalah bahwasanya kebenaran itu lebih besar dari seorang manusia siapapun dia. Al-Albany ini adalah orang yang kami cintai, syaikh kami dan dia punya jasa-jasa yang besar. Akan tetapi apabila dia keliru kita menolak kesalahannya dan tidak menerimanya, kita membantahnya dengan penuh adab serta menghormati.

Hadits yang dimaksud, dinyatakan memiliki ‘illah oleh Ad-Daruquthny dengan waqof (mauquuf). Di sini bertentangan antara riwayat mawquuf dan marfu’, apa yang akan engkau lakukan apabila bertentangan antara hadits marfu’ dan mauquf? Kita lihat dalil-dalil yang ada lalu kita rajihkan apa yang rajih menurut dalil-dalil.

Di sini bertentangan antara mawquf dan marfu’, lalu kita dapatkan bahwasanya rofa’ lebih rojih dari waqof dan didukung oleh atsar-atsar.

Dari Abdullah bin Umar rodhiyallahu ‘anhuma bahwasanya dia mengangkat kedua tangannya apabila menyolatkan jenazah. Kami dapatkan hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh Syaikh Al-Albany dho’if . hadits-hadits tersebut disebutkan di Sunan Ad-Daaruquthny rahimahullah, antara lain :

Hadits Abu Hurairah di dalamnya ada dho’fun syadiid (kelemahan yang sangat) dan hadits Abdullah bin Abbas juga padanya ada dho’fun syadiid, tidak kuat untuk melawan hadits Ibnu Umar rodhiyallahu ‘anhu dan atsar-atsar yang menguatkannya.

Dulu saya memegang mazhab syaikh Al-Albany rahimahullah. Kemudian saya mempelajari hadits itu lalu saya merobah pendapat saya.

Suatu malam beliau (Syaikh Al-Albany rahimahullah) sholat di sampingku di masjid Nabawy di bagian luar masjid. Kami menyolatkan jenazah. Beliau tidak mengangkat tangan sedangkan saya mengangkat tangan, saya berada disampingnya. Setelah sholat saya berkata kepadanya, “Syaikh kami, dulu saya mengikut pendapatmu kemudian saya menyelisihi pendapatmu”. Beliau berkata, “Baiklah”. Lalu saya mengemukakan kepadanya sebagian hujjah-hujjah dan dalil-dalilku, dan ia menerimanya dengan penuh adab dan menghargai - semoga Allah merahmatinya -. Sesudah itu ia mengisyaratkan kepadaku di dalam kitabnya Ahkaamul Jana-iz, di situ ia mengatakan, “Dan sebagian orang yang mulia berpendapat begini dan begini”. Inilah isyarat kepada pendapat saya.

Kemudian saya melihat syaikh Muhammad Abdul Wahhab Al-Washoby hafizhohullah tidak mengangkat tangan. Saya mendiskusikan masalah itu dengannya. Ia bersikeras mempertahankan pendapatnya. Lantas kami pergi ke Perpustakaan untuk mengkaji hadits tersebut. Sehingga akhirnya ia juga menghukumi keshahihan hadits Umar bin Syaibah[1].

Ahli hadits berjalan bersama kebenaran - Insya Allah - tanpa mengurangi cinta dan penghormatan sesama mereka. Perselisihan-perselisihan yang terjadi di antara mereka bukanlah permusuhan. Apabila mereka di atas satu akidah dan manhaj kemudian ada yang salah tidak keluar dari lingkaran pahala. Seorang mujtahid jika ia benar ia mendapatkan dua pahala dan jika ia keliru ia mendapatkan satu pahala. Oleh karena itu kita melihat ahli hadits semenjak terbitnya fajar sejarah berbeda pendapat dalam masalah-masalah seperti ini. Mengkritisi pendapat-pendapat dan orang-orang yang keliru, akan tetapi dengan ada dan penghormatan tanpa mencela, mencaci dan menghinakan, karena tujuan mereka adalah nasehat dan menyampaikan kebenaran.

Terakhir, kami wasiatkan kepada anda semua agar bertakwa kepada Allah, dan menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, mendalam dan bersabar. Kemudian mengamalkan apa yang telah kalian ketahui serta menerapkan itu dalam kehidupkan kalian dan menyebar-luaskannya.

Setiap kalian apabila kembali ke kampung halamannya termasuk dalam firman Allah Tabaaroka wa Ta’ala,

فلولا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدِّين ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلَّهم يحذرون

Artinya, “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (At-Taubah : 122)

Ahli bid’ah bukanlah fuqoha’ dan bukanlah orang-orang yang memberi nasehat akan tetapi mereka itu adalah orang-orang yang berkhianat. Mereka pulang kepada umat mereka malah menambah kerusakan.

Adapun kalian, pulanglah sebagai orang-orang yang mengadakan perbaikan. Terapkan ayat ini dan apa-apa yang terkandung di dalam maknanya.

Tentunya kalian tahu keutamaan penuntut ilmu, bahwasanya malaikat menurunkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu karena ridho terhadap apa yang mereka perbuat.

Hormatilah ilmu .. hormatilah malaikat. Saya yakin malaikat tidak akan menaungi ahli bid’ah dan hawa sama sekali tidak. Karena ini termasuk tolong-menolong atas dosa dan permusuhan, mereka tidak akan melakukan itu.

Pahamilah ini. Dan jagalah keistimewaan ini. Saya berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Ia meridhoi kalian, dan malaikat mencintai kalian serta semoga Allah meninggikan derjat kalian.

Allah Ta’ala berfirman,

يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

Artinya, “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Al-Mujaadilah : 11)

Janji ini tidak termasuk di dalamnya ahli bid’ah. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru dalam agama, sesungguhnya setiap perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.

Dan jangan lupa apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad tentang Ibnu Abi Qotiilah ketika ia mengatakan, “Ahli hadits adalah kaum yang buruk”. Ahmad berkata, “Orang ini zindiq, zindiq”. Lalu beliau masuk dan mengunci pintunya. Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Karena dia (Imam Ahmad) mengerti maksud perkataan Ibnu Abi Qotiilah”.

Ia mencela ahli hadits dan ahlus sunnah untuk menjatuhkan hadits. Berapa banyak orang yang mengaku di atas sunnah dia malah mencela ahlus sunnah, ahli hadits dan tauhid. Waspadailah mereka dan berusahalah membuat Allah ridho terhadap amalan kalian, serta berusahalah untuk ikhlas sehingga malaikat akan menghormati kalian dan meletakkan sayapnya untuk kalian. Karena ilmu itu adalah ilmu nabawy yang berasal dari Muhamad shollallahu ‘alaihi wa sallama. Barangsiapa yang menuntutnya karena Allah dan mengikhlaskan niatnya dalam itu ia akan mendapatkan kemuliaan ini dari Allah. Sebaliknya barangsiapa yang mengikuti hawa nafsunya, maka ini membuat Allah Tabaaroka wa Ta’ala murka, kita memohon keselamatan kepada Allah.

Kita bersama kebenaran. Yang keliru sekalipun dari ulama sunnah kita tidak menerima kesalahannya, kita hanya menerima kebenaran. Namun tidak dengan cara yang bodoh dan permusuhan. Akan tetapi dengan menjaga adab, saling menghormati, jujur dan ikhlas.

Semoga Allah melimpahkan taufik kepada kalian dan meluruskan langkah kalian serta meneguhkan kita semua di atas sunnah dan menjauhkan kita semua dari fitnah-fitnah yang zhohir maupun batin.

Sesungguhnya Robb kita benar-benar Maha mendengar do’a[2].

Sumber : kaset “Syariith Liqo’ Manhaji haditsi ma’a Thullabil ‘Ilmi di Makkah”. (diterjemahkan dari situs : http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=362482)


[1] Ulama-ulama lain yang berpendapat disyari’atkannya mengangkat tangan dalam setiap takbir sholat jenazah di antaranya : Imam An-Nawawy (Al-Majmu’ : 5/26), Ibnu Qudaamah (Al-Mughni 2/119), Ibnul Qoyyim (Zaadul Ma’ad 1/443), Ibnu Baaz sebagaimana dalam ta’liqnya atas Fathul Bari (3/266), Ibnu Utsaimin (Syarhul Mumti’) dan Al-Fauzaan dalam Al-Mulakh-khosh Al-Fiqhy semoga Allah merahmati semuanya.

Adapun Ulama-ulama yang berpendapat itu tidak disyari’atkan antara lain : sebagian ulama mazhab malikiyyah, bahkan ini adalah pendapat yang mu’tamad dalam mazhab maliki (Al-Mudawwanah/169). Mazhab Azh-Zhohiriyyah sebagaimana disebutkan Ibnu Hazm (Al-Muhalla 5/128), dan Syaikh Al-Albany memilih pendapat ini karena beliau melemahkan riwayat Ibnu Umar (Irwa-ul Gholil 3/122, Ahkamul Janaiz 148, Tamamul Minnah 348) dan pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad ahli hadits Madinah Nabawiyyah (Kutub wa Rosail Abdul Muhsin 5/260) dan Syaikh Yahya Al-Hajury (It-Tihaaful Kiroom fi Ajwibati Ahkaamiz Zakaati wal Hajji wash Shiyam 404). (penerjemah)

[2] Subhanallah …begitulah para ulama ketika berbeda pendapat, penuh adab, akhlak dan saling menghormati. Akhlak yang patut diteladani oleh penuntut ilmu dalam mensikapi perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyyah. Tidak ta’ash-shub (fanatik) sekalipun kepada gurunya. Saya teringat perkataan Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, “Tetaplah bersama Al-Qur’an dimanapun ia berada. Dan siapa yang datang kepadamu dengan membawa kebenaran maka terimalah darinya sekalipun dia seorang jauh darimu dan engkau benci. Dan siapa yang datang kepadamu dengan membawa kebatilan tolaklah ia sekalipun ia adalah seorang yang dekat denganmu dan sangat engkau cintai”.(dinukil dari kitab Al-Fawaid karya Ibnul Qoyyim). -penerjemah - .

*****

Sumber: abuzubair.net

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !