Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

18 Agustus 2008

FILE 74 : Gerhana Bulan !!

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

.

......

.

Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari detik.com, insya Alloh pada hari Ahad (15 Sya’ban 1429 H/17 Agustus 2008) akan terjadi gerhana bulan. Oleh karena itu, pada malam harinya (15 Sya’ban/16 Agustus) sebelum tidur saya menyempatkan diri melihat bulan di langit. Qodarulloh, langit pada malam itu cerah tidak berawan, sehingga bulan yang sedang purnama sempurna pun dapat dengan jelas saya lihat.

Pagi harinya, ketika akan berangkat sholat Shubuh ke masjid, sekali lagi saya coba melihat ke langit. Dan….SUBHAANALLOOH… bulan yang beberapa jam sebelumnya saya lihat dalam kondisi purnama, sekarang mengalami gerhana sehingga hanya menjadi sedikit lebih besar dari bulan sabit.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al Baaqoroh [2]: 164)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imron [3]: 190 -191)

Karena begitu antusiasnya melihat [salah satu] tanda kebesaran Alloh tersebut, selesai sholat Shubuh saya menelepon adik saya di Kediri supaya ikut menyaksikan gerhana tersebut. Sayangnya, dari Kediri bulan sudah tidak terlihat karena sudah hampir terbenam (ada perbedaan waktu sekitar 21 menit antara Jakarta dan Kediri).

Saya terus mengamati gerhana bulan yang semakin mendekati fase terakhirnya. Bulan, yang sebelum sholat Shubuh, hanya sedikit lebih besar dari bulan sabit, perlahan – lahan mulai kembali menjadi bulat. Berdasarkan pengamatan saya, pada pukul 05.45 WIB, bulan sudah hampir purnama sempurna kembali. Sayangnya saya tidak dapat melihat fase bulan ketika menjadi purnama sempurna, karena hari yang sudah semakin terang, bulan yang semakin tenggelam di arah barat, dan gedung – gedung yang tinggi telah menghalangi bulan dari penglihatan saya.

Ketika mengamati fase – fase akhir dari gerhana bulan, dari masjid (di mana saya biasa melakukan sholat berjama’ah) terdengar pengumuman dari pengeras suara, bahwa istri salah seorang muballigh yang biasa memberikan ceramah di masjid tersebut baru saja meninggal dunia (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun).

Mendengar pengumuman tersebut, saya menjadi teringat salah satu hadits Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam tentang gerhana. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim tersebut, terjemahannya kurang lebih seperti ini,

“Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah rodliyallohu ‘anhu, dia berkata bahwasanya pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam, yaitu pada hari wafatnya Ibrohim (putra Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam dari Mariyah Rodliyallohu ‘anhaa). Maka orang – orang berseru,”Terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrohim.” [Mendengar hal itu] maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam bersabda.”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda – tanda kekuasaan Alloh. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian ataupun kehidupan seseorang. Jika kalian melihat keduanya, maka berdo’alah kepada Alloh dan sholatlah sampai kembali seperti semula.” [Menurut salah satu riwayat Bukhori ,”sampai terang kembali”].”

Meskipun kelihatannya masyarakat di sekitar saya sudah tidak beranggapan bahwa gerhana terjadi akibat kematian seseorang, namun untuk masyarakat Indonesia secara umum saya masih ragu.

Walaupun fenomena gerhana sudah dapat diterangkan secara ilmiah, saya masih teringat keterangan dari guru saya ketika SD. Saat itu diceritakan bahwa ketika terjadi gerhana, masyarakat pada umumnya memukul kentongan atau membikin bunyi – bunyian keras. Mengapa ? Karena mereka berkeyakinan matahari/bulan tersebut dimakan oleh raksasa. Dan untuk mengembalikannya maka dibikinlah bunyi – bunyian, supaya sang raksasa memuntahkan kembali matahari/bulan yang ditelannya.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan mayoritas [mengaku] beragama Islam. Sayangnya walaupun negeri ini [katanya] sudah 63 tahun merdeka, namun masyarakatnya kebanyakan masih belum bisa merdeka dari berbagai keyakinan bathil dan takhayyul. Maka saya pun tidak akan heran bila ternyata masih ada orang yang berkeyakinan sebagaimana keyakinan yang diterangkan dalam hadits atau cerita guru saya di atas.

Para shohabat rodliyallohu ‘anhum jamii’an secara umum baru saja lepas dari masa jahiliyyah. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila beberapa keyakinan jahiliyyah masih melekat pada diri mereka. Seperti kasus di atas, di mana ketika terjadi gerhana matahari yang bertepatan dengan hari meninggalnya Ibrohim (putra orang yang menjadi kecintaan mereka, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam), mereka mengatakan bahwa telah terjadi gerhana karena kematian Iborhim.

Walaupun Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam masih dalam keadaan berduka karena kematian putranya yang dikaruniakan Alloh di hari tua beliau dan wafat ketika masih kecil tersebut (bahkan dalam satu hadits diriwayatkan bahwa beliau sampai meneteskan air mata), beliau tidak mau tinggal diam mendengar ucapan para shohabat tersebut. Sudah merupakan tugas beliau sebagai utusan Alloh, Rabbul ‘Aalamin, untuk meluruskan keyakinan manusia yang bathil dan menerangkan al-haq.

Oleh karena itu, beliau langsung men-tazkiyyah (menyucikan) para shohabat dari keyakinan bathil tersebut, dengan menerangkan bahwasanya ‘matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian ataupun kehidupan seseorang’. Dan men-tarbiyyah (mendidik) mereka dengan keyakinan yang shohih, bahwasanya ‘keduanya merupakan tanda – tanda kekuasaan Alloh’. Juga men-tarbiyyah mereka dengan amalan apa yang seharusnya mereka lakukan ketika terjadi gerhana (membatalkan amalan membuat bunyi – bunyian) yakni dengan memperbanyak berdo’a dan melakukan sholat gerhana, sampai gerhana selesai.

Mengenai sholat gerhana ini, sehari sebelumnya saya memperoleh sedikit ilmu mengenai tata cara pelaksanaannya. Sholat gerhana hukumnya sunnah saat terjadi gerhana matahari/bulan dan dilakukan secara berjama’ah.

Sholat gerhana (matahari maupun bulan) dilakukan sebanyak dua roka’at. Pada tiap – tiap roka’at terdapat dua kali ruku’ dan sujud. Secara ringkas, urutan tata caranya adalah sebgai berikut :

  1. Seorang penyeru menyerukan Ash-sholaatu jaami’ah (tanpa adzan dan/atau iqomah)

  1. Imam bertakbir lalu bersedekap dan membaca Al-Faatihah dan surat

  1. Ruku’

  1. I’tidal, dan membaca do’a I’tidal

  1. Bersedekap kembali dan membaca Al- Faatihah dan surat (lebih pendek dari yang pertama)

  1. Ruku’ kedua

  1. I’tidal kedua, dan membaca do’a I’tidal

  1. Sujud, dan seterusnya seperti sholat biasa

  1. Melakukan sebagaimana no. 2 – no. 8 di roka’at kedua

  1. Tahiyyat akhir, lalu salam.

  1. Setelah salam, imam berkhutbah mengingatkan manusia bahwasanya gerhana merupakan salah satu tanda kekuasaan Alloh dan menganjurkan untuk banyak mengingat Alloh dan memperbanyak sedekah.

(Hadits Muttafaq ‘Alaih dari shohabat ‘Abdulloh bin ‘Abbas Rodliyallohu ‘anhumaa)

Atau bisa juga dilihat di sini dan di sini.

Ketika terjadi gerhana bulan tersebut, saya tidak mendapatkan sekelompok orang/suatu masjid yang mengadakan sholat gerhana, sehingga saya belum bisa melaksanakan sunnah di atas. Semoga di lain waktu, saya dapat melaksanakan sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wa ‘alaa aalihi wa sallam ini.

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !