Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Tidak Boleh Beli Beras dengan Cara Berutang?
Disusun Oleh:
Ust. Ahmad Anshori hafidhahullah
Disusun Oleh:
Ust. Ahmad Anshori hafidhahullah
Bismillah was shalatu was salamu ‘alaa Rasulillah,
Wa ba’du,
Beras adalah salah satu dari enam benda ribawi. Sebagaimana kurma, gandum halus, gandum kasar dan garam.
Beras adalah salah satu dari enam benda ribawi. Sebagaimana kurma, gandum halus, gandum kasar dan garam.
Ada aturan khusus yang berlaku pada enam benda ribawi tersebut.
Sehingga wajar bila muncul keraguan, apakah boleh membeli beras dengan
cara berutang. Mengingat ada hadis yang menyinggung, bahwa transaksi
benda ribawi harus tunai atau kontan.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
الذهب بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير
والتمر بالتمر والملح بالملح مثلاً بمثل سواء بسواء يدا بيد، فإذا اختلفت
هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد.
”Jika emas dibarter dengan emas, perak dibarter dengan perak,
gandum bur (halus) dibarter dengan gandum bur, gandum sya’ir (kasar)
dibarter dengan gandum sya’ir, kurma dibarter dengan kurma, garam
dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan harus tunai. Jika
benda yang dibarterkan berbeda, maka takarannya boleh sesuka hati
kalian, asalkan tunai/kontan.”
(HR. Muslim)
Aturan Baku Dalam Benda Ribawi
Pertama, jika tukar menukar itu dilakukan untuk barang yang sejenis, maka ada 2 syarat yang harus dipenuhi, yaitu wajib sama kuantitas dan wajib tunai.
Misal emas dengan emas, perak dengan perak, rupiah dengan rupiah,
atau kurma jenis A dengan kurma jenis B, dst. Dalam transaksi di atas,
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan,
مثلاً بمثل سواء بسواء يدا بيد
Takarannya harus sama, ukurannya harus sama dan dari tangan ke tangan (tunai).
Dan jika dalam transaksi itu ada kelebihan, statusnya riba.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فمن زاد أو استزاد فقد أربى، الآخذ والمعطي فيه سواء
Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan
transaksi riba.
Dia yang mengambil maupun yang memberinya, sama-sama
berada dalam dosa..
Kedua, jika barter dilakukan antar barang yang berbeda, namun masih satu kelompok, syaratnya satu : wajib tunai.
Misalnya, (menukar) emas dengan perak. Boleh beda berat, tapi
wajib tunai. Termasuk rupiah dengan dolar, sama-sama mata uang. Boleh
beda nilai, tapi harus tunai. Termasuk juga barter antara kurma dengan
gandum atau beras dengan tepung.
Dalam hadis di atas, Nabi menegaskan,
فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد
Jika benda yang dibarterkan berbeda, maka takarannya boleh sesuka hati kalian, asalkan dari tangan ke tangan (tunai)
Ketiga, jika barter dilakukan untuk benda yang beda
kelompok. Tidak ada aturan khusus untuk hal ini. Sehingga boleh tidak
sama dan boleh tidak tunai.
Misal jual beli beras dengan dibayar uang atau jual beli garam dibayar dengan uang. Semua boleh terhutang selama saling ridha.
(Referensi: Buku: Ada Apa dengan Riba, Ust. Ammi Nur Baits, hal.68-69).
Membeli Beras dengan Berutang, Bolehkah?
Kasus membeli beras dengan cara berutang, hakikatnya adalah tukar
menukar benda ribawi dengan benda ribawi lainnya yang beda kelompok.
Yaitu antara beras dengan uang. Para ulama menggolongkan uang ke dalam
benda ribawi, diqiyaskan dengan emas dan perak.
Sehingga aturan yang berlaku dalam ini adalah poin ketiga, yakni boleh tidak sama dan boleh tidak tunai atau hutang.
Namun ada syarat yang harus terpenuhi, yaitu barang yang terhutang
tersebut harus jelas takarannya, harganya jelas, dan waktu pelunasan juga
jelas.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan,
من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
“Barang siapa yang berhutang dalam membeli sesuatu, maka jumlah
takaran barang harus jelas, beratnya jelas, dan hingga tempo yang sudah
ditentukan (melalui kesepakan kedua belah pihak).”
(Muttafaqun ‘alaih)
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hukum beli kurma dengan cara hutang, beliau menjawab,
…فلا حرج في ذلك، إذا كان المبيع معلوماً، والثمن معلوماً، والأجل معلوماً – إن كان مؤجلاً
Tidak masalah membeli kurma dengan cara hutang, asal barangnya jelas, harganya jelas dan waktu pelunasan juga jelas…
(Fatwa beliau bisa dilihat di : http://www.binbaz.org.sa/fatawa/3874)
Demikian…
Wallahua’lam bis showab …
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !