Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Jamak Shalat Tidak Boleh Ada Jeda?
Dijawab Oleh:
Ust. Ammi Nur Baits hafidhahullah
Dijawab Oleh:
Ust. Ammi Nur Baits hafidhahullah
PERTANYAAN:
Ada orang hendak melakukan jamak taqdim. Setelah shalat dzuhur, dia batal, lalu wudhu. Apakah masih bisa melakukan jamak dengan (shalat) ashar?
Trim’s
JAWABAN:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Berkelanjutan (al-Muwalah) dalam jamak shalat artinya, seusai orang melakukan shalat pertama, dia langsung berdiri untuk melakukan shalat kedua, tanpa ada jeda panjang antara keduanya.
Ulama berbeda pendapat, apakah dalam jamak shalat harus ada muwalah?
[1] Jamak harus dilakukan dengan muwalah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama.
[2] Jamak shalat, tidak harus berkelanjutan, boleh ada jeda meskipun cukup lama. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyyah).
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,
ذهب جمهور الفقهاء القائلين بجواز الجمع إلى أنه يشترط لجمع التقديم أربعة شروط
Mayoritas ulama berpendapat, ada 4 syarat yang membolehkan jamak taqdim,
Kemudian disebutkan rincian poin ketiga,
ثالثها: الموالاة بين الصلاتين وهي أن لا يفصل بينهما زمن
طويل، أما الفصل اليسير فلا يضر؛ لأن من العسير التحرز منه. فإن أطال الفصل
بينهما بطل الجمع سواء أفرق بينهما لنوم، أم سهو، أم شغل، أم غير ذلك
Syarat ketiga, berkelanjutan antar kedua shalat, artinya antar-kedua
shalat tidak dipisah dengan waktu yang panjang. Jika ada jeda sebentar,
tidak masalah, karena sangat susah untuk menghindarinya. Jika jedanya
panjang, kesempatan jamaknya batal. Baik jedanya karena tidur, atau
lupa, atau kesibukan lainnya …
(al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 15/287)
Dan batasan panjang pendeknya jeda, kembali ke standar yang berlaku di masyarakat. Sehingga ketika ada jeda yang cukup panjang, kesempatan jamak menjadi hilang.
Misalnya, seseorang melakukan shalat dzuhur, usai shalat dia mengikuti shalat jenazah, apakah dia boleh melakukan jamak dengan asar? – dengan catatan, sebelum shalat jenazah, ada waktu persiapan.
Menurut keterangan di atas, dia tidak boleh melakukan jamak dengan asar, karena jedanya terhitung lama, yaitu mengikuti shalat jenazah.
Lain halnya dengan pendapat kedua. Jamak shalat, tidak disyaratkan harus berkesinambungan. Sehingga boleh saja melakukan jamak, meskipun ada jeda antara shalat pertama dengan shalat kedua.
Di antara pertimbangannya,
[1] Bahwa izin jamak diberikan sebagai rukhshah. Sehingga ketika disyaratkan, harus muwalah (berkelanjutan), maka ini bertentangan dengan prinsip rukhshah, yaitu memberi keringanan.
[2] Bahwa jamak shalat adalah menggabungkan dua waktu shalat (al-Jam’u fil waqti) dan bukan menggabungkan gerakan shalat (Jam’ul fi’l). Karena itulah, gerakan shalat pertama, tidak harus bersambung dengan gerakan shalat kedua. Yang penting, keduanya disatukan dalam satu waktu.
Syaikhul Islam mengatakan,
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !