Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du ....
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du ....
Makmum Qunut Shubuh dan Aqiqah Anak
Dijawab Oleh:
Ustadz Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Majalah As-Sunnah
Pertanyaan:
Dijawab Oleh:
Ustadz Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Majalah As-Sunnah
As-salamu’alaikum warahmatullah wabarakatuhu
Saya termasuk di antara pelanggan (majalah) As-Sunnah. Melalui surat ini ada
beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepada (majalah) As-Sunnah, yaitu:
- Di dalam shalat subuh manakah yang benar? Memakai qunut atau tidak. Kalau yang benar tidak memakai qunut, bagaimana sikap saya yang hampir tiap pagi shalat subuh berjama’ah di masjid yang imamnya menggunakan doa qunut?
- Bagaimana tata-cara aqiqah kelahiran anak? Dan aqiqah itu dalilnya dari mana?
Demikian pertanyaan saya, atas jawaban (majalah) As-Sunnah, saya sampaikan terima kasih. Hadanallah waiyyakum ajma’in.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuhu
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuhu
Mugixxxx,
Jl. Latuharhary
Menteng Jakarta Pusat 10310
Jawaban:
(Wa'alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuhu)
1. QUNUT SUBUH
Pertanyaan tentang qunut subuh telah kami jawab agak panjang lebar pada Rubrik Soal-Jawab Majalah As-Sunnah Edisi 11/Th.IV/1421-2000, hal:5-9. Ringkasnya, para ulama berbeda pendapat tentang qunut subuh terus-menerus. Syafi’iyah menyatakan qunut tersebut disyari’atkan, sedangkan mayoritas ulama yang lain menyatakan tidak disyari’atkan.
Pendapat yang kuat dan benar adalah pendapat mayoritas ulama, karena
hadits-hadits tentang qunut subuh terus-menerus semuanya dha’if.
Demikian juga hal itu telah dinyatakan sebagai perbuatan bid’ah oleh
para ulama semenjak zaman sahabat.
Adapun tentang sikap seseorang yang shalat di belakang imam yang berqunut, para ulama juga berbeda pendapat.
Al-Imam Al-Wazir Ibnu Hubairah rahimahullah menyatakan: “(Imam) Abu
Hanifah dan (Imam) Ahmad berbeda pendapat tentang orang yang shalat di
belakang imam yang berqunut waktu subuh: Apakah makmum tersebut
mengikuti imam atau tidak? (Imam) Abu Hanifah berkata: “Dia tidak
mengikuti imam”, (Imam) Ahmad berkata: “Dia mengikuti imam”. [1]
DR. Muhammad Ya’qub Thalib ‘Ubaidi menjelaskan alasan masing-masing
pendapat di atas dengan menyatakan:
“Abu Hanifah menjelaskan alasan
makmum tidak mengikuti imam, yaitu bahwa qunut subuh itu adalah hukum
mansukh (yang telah dihapuskan), sebagaimana takbir kelima pada shalat
jenazah. Walaupun Abu Yusuf berpendapat: makmum mengikuti imam,
sebagaimana pendapat Imam Ahmad, tetapi pendapat yang dipilih pada
madzhab Hanafiyah adalah makmum berdiri diam saja. Dan Imam Ahmad
menjelaskan alasan makmum mengikuti imam, yaitu agar makmum tidak
menyelisihi imamnya, dan karena para sahabat, tabi’in, dan orang-orang
setelah mereka terus-menerus bermakmum kepada sebagian yang lain,
padahal ada perselisihan di antara mereka dalam masalah furu’ (cabang).
[2]
.
Pendapat yang rajih (lebih kuat) –wallahu a’lam- adalah pendapat Hanafiyah, yaitu makmum tidak mengikuti imam, karena qunut tersebut tidak disyari’atkan di dalam shalat. Hal itu sebagaimana ketika para sahabat mengikuti perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melepaskan sandal ketika shalat, yang kemudian beliau menanyakan hal itu kepada para sahabatnya. Sebagaimana riwayat di bawah ini:
Pendapat yang rajih (lebih kuat) –wallahu a’lam- adalah pendapat Hanafiyah, yaitu makmum tidak mengikuti imam, karena qunut tersebut tidak disyari’atkan di dalam shalat. Hal itu sebagaimana ketika para sahabat mengikuti perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melepaskan sandal ketika shalat, yang kemudian beliau menanyakan hal itu kepada para sahabatnya. Sebagaimana riwayat di bawah ini:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ
نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ
أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ
.
.
فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ
نِعَالِكُمْ
قَالُوا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا
نِعَالَنَا
.
.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي
أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى
وَقَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ
إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ
أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: “Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat dengan para sahabat beliau, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandal beliau lalu meletakkan kedua sandal tersebut pada sebelah kiri beliau. Ketika para sahabat melihat hal itu, mereka melepaskan sandal mereka.
Setelah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyelesaikan shalatnya, beliau bertanya: “Apa yang
menyebabkan kalian melepaskan sandal kalian?”
Mereka menjawab: “Kami melihat
anda melepaskan kedua sandal anda, maka kamipun melepaskan sandal kami”.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
Jibril 'Alaihissalaam mendatangiku dan memberitahukan kepadaku bahwa pada
kedua sandal (ku) itu ada kotoran”.
[HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh
Al-Albani di dalam Shahih Abi Dawud no:650]
Tetapi walaupun demikian, perbedaan pendapat dalam sikap makmum ini
tidak boleh menjadikan kaum muslimin berpecah belah dan saling membenci
karenanya.
2. AQIQAH ANAK
Tentang dalil aqiqah kelahiran anak sebenarnya sangat masyhur di kalangan para ulama, anda dapat menjumpainya hampir di dalam kitab-kitab hadits dan fiqih. Di bawah ini kami paparkan secara ringkas dalil dan tata-caranya:
Tentang dalil aqiqah kelahiran anak sebenarnya sangat masyhur di kalangan para ulama, anda dapat menjumpainya hampir di dalam kitab-kitab hadits dan fiqih. Di bawah ini kami paparkan secara ringkas dalil dan tata-caranya:
1. Jumhur (mayoritas) ulama Ahlus Sunnah berpendapat aqiqah hukumnya
mustahab (disukai). Hal itu dengan cara: disembelihkan kambing pada hari
ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama. Dengan dalil sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari tujuh, dicukur, dan diberi nama.” [3].
2. Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan
bayi perempuan satu kambing, boleh kambing jantan atau betina. Dengan
dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ أَذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا
.
“Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi
perempuan satu kambing, tidak mengapa kambing jantan atau betina”. [4]
3. Jika orang tua tidak melakukan aqiqah untuk anaknya, apakah anak
tersebut mengaqiqahi dirinya sendiri ketika dewasa? Dalam masalah ini
terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, tetapi yang rajih (lebih
kuat) tidak melakukannya, karena tidak ada satupun hadits shahih tentang
hal itu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengaqiqahi dirinya sendiri setelah menjadi Nabi, tetapi hadits
ini mungkar, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. Wallahu a’lam. [5]
Tambahan:
Kebiasaan sebagian orang Jawa merayakan kelahiran anak itu pada hari ke-5, yang disebut dengan istilah “sepasaran bayi”, tentulah hal ini menyelisihi ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana di atas.
Kebiasaan sebagian orang Jawa merayakan kelahiran anak itu pada hari ke-5, yang disebut dengan istilah “sepasaran bayi”, tentulah hal ini menyelisihi ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana di atas.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VI/1422H/2002M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote:
[1]. Kitab Al-Ifshah Libni Hubairah 1/324
[2]. Footnote Kitab Al-Ifshah Libni Hubairah 1/324
[3]. HSR. Abu Dawud no:2838; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Samurah bin Jundub. Dishahihkan oleh Al-Hakim, disetujui oleh Adz-Dzahabi, dan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:970
[4]. HSR. Abu Dawud no:2835; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Ummu Kurz. Dishahihkan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:97
[5]. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:99, oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini
_______
Footnote:
[1]. Kitab Al-Ifshah Libni Hubairah 1/324
[2]. Footnote Kitab Al-Ifshah Libni Hubairah 1/324
[3]. HSR. Abu Dawud no:2838; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Samurah bin Jundub. Dishahihkan oleh Al-Hakim, disetujui oleh Adz-Dzahabi, dan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:970
[4]. HSR. Abu Dawud no:2835; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Ummu Kurz. Dishahihkan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:97
[5]. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:99, oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini
*****
Tambahan catatan dari saya (Sa'ad):
Beberapa hadits yang berkaitan dengan qunut:
حدثنا محمد أخبرنا عبد الله أخبرنا سليمان التيمي عن أبي مجلز عن أنس رضي الله عنه قال
قنت النبي صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا يدعو على رعل وذكوان ويقول عصية عصت الله ورسوله
.
Anas bin Malik Radliyallaahu
‘anhu berkata bahwa Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
melakukan qunût setelah ruku’ selama sebulan, beliau mendo’akan keburukan atas
bani Ri’l dan Dzakwân. Beliau (Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam) berkata, ”Juga ‘Ushoyyah yang telah
membangkang terhadap Allôh dan Rasul-Nya”. [Muttafaqun ‘alaihi, dan
lafazh hadits ini adalah lafadz Bukhari]
حدثنا موسى بن إسماعيل حدثنا عبد الواحد حدثنا عاصم الأحول قال
سألت أنس بن مالك رضي الله عنه عن القنوت في الصلاة
فقال نعم
فقلت كان قبل الركوع أو بعده
قال قبله
قلت فإن فلانا أخبرني عنك أنك قلت بعده
قال كذب إنما قنت رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا أنه كان بعث ناسا يقال لهم القراء وهم سبعون رجلا إلى ناس من المشركين وبينهم وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد قبلهم فظهر هؤلاء الذين كان بينهم وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد فقنت رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا يدعو عليهم
سألت أنس بن مالك رضي الله عنه عن القنوت في الصلاة
فقال نعم
فقلت كان قبل الركوع أو بعده
قال قبله
قلت فإن فلانا أخبرني عنك أنك قلت بعده
قال كذب إنما قنت رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا أنه كان بعث ناسا يقال لهم القراء وهم سبعون رجلا إلى ناس من المشركين وبينهم وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد قبلهم فظهر هؤلاء الذين كان بينهم وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد فقنت رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا يدعو عليهم
.
‘Ashim al Ahwal (‘Ashim bin
Sulaiman) bertanya kepada Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu tentang
qunut dalam shalat.
Anas menjawab, ”Benar (ada)”.
Aku (‘Ashim) bertanya lagi, “Apakah qunut itu sebelum ruku’ atau setelah ruku’?”
Anas menjawab, “(Qunut itu) sebelum ruku’ ”.
Aku (‘Ashim) berkata, “Sesungguhnya si Anu mengabarkan kepadaku darimu bahwasanya engkau mengatakan (kalau qunut itu) setelah ruku’ ”.
Jawab Anas bin Malik: “Mereka dusta! Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’ hanya selama sebulan. (Sebabnya) dulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan utusan yang dijuluki al Qurra’ berjumlah 70 orang laki-laki kepada sekelompok manusia dari kalangan kaum musyrikin. Sebelumnya antara mereka (kaum musyrikin) dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ada perjanjian (damai). Lalu mereka yang telah terikat perjanjian tersebut membunuh para al Qurra’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’ selama sebulan (untuk) mendo’akan keburukan atas kaum musyrikin tersebut”. [HR. Bukhari]
Catatan: tidak ada keterangan bahwa qunut tersebut dilakukan pada shalat Shubuh saja
.
عن أبي مالك
الأشجعي قال: قُلْت لِأَبِي يَا أَبَتِ إنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
وَعَلِيٍّ بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ
؟ قَالَ : أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
.
“Dari Abu Malik Al Asyja’i, ia
berkata: Saya bertanya kepada bapakku: ‘Wahai bapakku, Sesungguhnya engkau
pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassallam, Abu
Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib di sini di kota Kufah selama lima
tahun. Apakah mereka semua qunut dalam shalat Shubuh?’. Maka bapaknya menjawab:
‘Wahai anakku, itu adalah perbuatan yang baru (bid’ah)’“
[Hadits
shahih riwayat at-Tirmidzi (no. 402), Ahmad (III/472, VI/394), Ibnu Majah (no.
1241), an-Nasa-i (II/204), ath-Thahawi (I/146), ath-Thayalisi (no. 1328) dan
Baihaqi (II/213), dan ini adalah lafazh hadits Imam Ibnu Majah, dan Imam
at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih.”. Lihat juga di kitab Bulughul
Maram no. 289, karya Al-Hafidzh Ibnu Hajar].
Untuk penjelasan lebih lanjut, bisa dibaca pada tautan
berikut: http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2010/09/qunut-shubuh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !