Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Menjadi Manusia Berkah
Oleh:
Ustadz Ammi Nur Baits hafidhahullaah
Oleh:
Ustadz Ammi Nur Baits hafidhahullaah
Berkah
secara bahasa dari kata al-buruk [البروك] yang artinya menetap. Sumur
bahasa arabnya birkah [بِركَة], karena ada air menetap di dalamnya.
Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut sesuatu yang memiliki banyak
kebaikan. Allah menyebut al-Quran sebagai kitab yang diberkahi,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.
(QS. Shad [38]: 29)
Karena dalam al-Quran menetap banyak kebaikan dari Allah. (al-Mufradat fi Gharib al-Quran, al-Ashfahani, hlm. 44).
Menjadi Manusia Berkah
Menjadi
manusia berkah berarti manusia yang memiliki banyak kebaikan. Kebaikan
dalam bentuk, banyak memberikan manfaat bagi orang lain. Dan itulah
prestasi manusia yang sejatinya. Menjadi hamba Allah yang banyak
memberikan manfaat bagi yang lain.
Dalam al-Quran, Allah menyebut
Nabi Isa sebagai manusia yang diberkahi. Allah berfirman menceritakan
perkataan Nabi Isa sewaktu masih bayi,
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ
“Dan Allah menjadikanku banyak keberkahan di manapun aku berada.”
(QS. Maryam [19]: 31)
Beliau 'alaihis salaam disebut orang yang berkah, karena beliau membawa wahyu yang merupakan kebaikan untuk semua hamba.
Menjadi
manusia berkah juga merupakan cita-cita orang tua kita semua. Hampir
setiap bayi yang diaqiqahi, orang tua selalu menggantungkan harapan,
“Semoga menjadi anak yang bermanfaat, bagi orang tua, masyarakat, nusa
bangsa, dan agama.”
Mereka berharap, agar kita menjadi manusia penebar manfaat. Manfaat tidak hanya untuk orang tua, tapi untuk lingkungannya.
Ada
seorang penulis yang mendoakan para pembaca karyanya agar menjadi
manusia yang berkah di mana-mana. Beliau adalah Syaikh Muhammad bin
Sulaiman at-Tamimi. Dalam kitabnya, Qawaidul Arba’ beliau mengatakan,
أسأل الله الكريم ربّ العرش العظيم أن يتولاّك في الدنيا والآخرة، وأن يجعلك مبارَكًا أينما كنت
Aku
memohon kepada Allah yang mulia, Rab pemilik Arsy yang agung, agar Dia
membimbing anda di dunia dan akhirat. Dan agar Dia menjadikan anda orang
yang penuh berkah dimanapun anda berada. (al-Qawaid al-Arba’).
Potensi dan Keberkahan
Kita
tidak diminta untuk memberikan semua bentuk kebaikan kepada orang lain.
Karena itu mustahil bisa kita lakukan, mengingat kita tidak memiliki
semua potensi yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Karena itulah, Islam
mengarahkan kepada kita untuk memberikan manfaat bagi orang lain,
sesuai potensi yang kita miliki.
Dan bagian dari keadilan Allah, Dia membagi amal bagi para hamba-Nya, sesuai potensinya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَه
Beramal-lah, karena setiap jiwa itu dimudahkan sesuai tujuan penciptaannya.
(HR. Bukhari 4949 & Muslim 6903)
Semua
manusia diarahkan untuk beramal sesuai dengan ujung hidupnya. Orang
yang mendapat kebahagiaan di ujung hidupnya, akan dimudahkan untuk
melakukan amal yang mengantarkannya kepada kebahagiaan. Dan sebaliknya.
Imam
Malik pernah mendapatkan sepucuk surat dari kawannya, Abdullah
al-Umari, orang yang sangat rajin beribadah. Dalam surat itu, kawannya
mengajak Imam Malik agar jangan berlebihan duduk mengajar hadis di
Madinah, tapi hendaknya menyendiri dalam rangka banyak beribadah.
Kemudian Imam Malik memberikan jawaban dengan pernyataan yang cukup menekan,
إن
الله عز و جل قسم الأعمال كما قسم الأرزاق فرب رجل فتح له في الصلاة ولم
يفتح له في الصوم وآخر فتح له في الصدقة ولم يفتح له في الصوم وآخر فتح له
في الجهاد ولم يفتح له في الصلاة ونشر العلم وتعليمه من أفضل أعمال البر
Sesungguhnya
Allah –Ta’ala- telah membagi amal untuk para hamba-Nya, sebagaimana
Allah membagi rizki. Ada banyak orang yang dimudahkan untuk melakukan
amal shalat, namun dia tidak dimudahkan untuk puasa. Ada juga yang
dimudahkan dalam bersedekah, namun tidak dimudahkan untuk amal puasa.
Ada yang dimudahkan untuk jihad, namun tidak dimudahkan untuk shalat.
Dan menyebarkan ilmu serta mengajarkannya, termasuk amal kebaikan yang
paling afdhal.
Lalu beliau melanjutkan,
وقد
رضيت بما فتح الله لي من ذلك وما أظن ما أنا فيه بدون ما أنت فيه وأرجو أن
يكون كلنا على خير ويجب على كل واحد منا أن يرضى بما قسم الله له والسلام
Dan
saya telah ridha dengan kemudahan amal yang diberikan oleh Allah
kepadaku. Dan aku tidak menganggap bahwa amal yang saat ini saya tekuni,
lebih rendah tingkatannya dibandingkan amal yang sedang kamu jalani
(berjihad). Dan saya berharap, masing-masing kita berada dalam kebaikan.
Dan wajib bagi kita untuk ridha dengan pembagian amal yang telah
ditetapkan oleh Allah. was salam … (at-Tamhid, Syarh Muwatha’, 7/185)
Kita
tidak diminta agar semuanya menjadi dai. Atau menjadi orang kaya yang
dermawan. Atau menjadi pejabat yang bisa memberi banyak kemudahan bagi
lingkungan. Namun masing-masing diminta untuk menjalankan tugas dan
kewajibannya sebagai hamba Allah dan berusaha memberikan manfaat sesuai
potensi yang dimiliki.
Mereka yang memiliki jabatan, bisa memberikan manfaat bagi umat islam dengan jabatannya…
Mereka yang diberi kelebihan harta, bisa memberikan manfaat dengan kelebihan hartanya….
Sebagaimana mereka yang diberi pemahaman ilmu, bisa memberikan manfaat dengan ilmunya…
Hanya untuk Pribadi
Sayangnya, banyak orang yang berkorban hanya untuk mengembangkan potensi yang manfaatnya tidak berlaku bagi orang lain.
Berkorban
untuk merawat kecantikan, berkorban untuk semakin tampan dan menawan.
Berjuang untuk menjadi hamba Allah yang sixpack. Padahal itu semua
manfaatnya hanya untuk pribadinya, tidak berlaku untuk orang lain.
Paling-paling yang mendapat manfaatnya hanya pasangan hidupnya, suaminya
atau istrinya. Itupun bisa menjadi tidak berarti, jika tidak diiringi
akhlak yang baik.
Lelaki siapapun tidak akan bahagia jika harus
berdampingan dengan istri yang suka melawan dan tidak bisa menjaga
lisannya. Meskipun dia cantik mandraguna. Sebagaimana wanita manapun
tidak akan bisa tenang hidupnya jika suaminya sombong, kasar, atau suka
main tangan. Meskipun dia tampan KW enam.
Ada juga yang
memperjuangkan hobi. Dia bisa menghabiskan ratusan juta hanya untuk
hobi… padahal manfaatnya hanya untuk kepuasan dia semata.
Hiasi dengan Ilmu Agama
Ternyata
semangat memberi manfaat itu keluar, ketika manusia paham agama. Islam
menghargai semua kelebihan manusia, namun kelebihan itu baru ternilai,
ketika pemiliknya paham syariat dan ilmu agama. Karena hanya dengan
modal pemahaman aturan agama, manusia bisa mengendalikan segala
kelebihannya dengan benar, sehingga manfaatnya lebih luas. Standar
inilah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
النَّاسُ مَعَادِنُ، خِيَارُهُمْ فِي الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإِسْلاَمِ، إِذَا فَقُهُوا
Manusia
adalah barang tambang. Manusia terbaik di zaman jahiliyah dia juga yang
terbaik setelah masuk Islam, apabila dia paham agama.
(HR. Bukhari 3383 dan Muslim 2526)
Barang
tambang beraneka ragam tingkatannya. Di sana ada emas, ada perak,
nikel, besi, bahkan kerikil dan pasir. Masing-masing memiliki nilai yang
jauh berbeda sesuai kelebihannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memisalkan manusia sebagaimana layaknya barang tambang. Masing-masing
memiliki nilai yang berbeda sesuai tingkat kelebihannya. Namun semua itu
baru memiliki arti, ketika dia paham agama.
Mengapa Tidak Belajar Agama?
Saya
tidak tahu, mana ungkapan yang lebih tepat, ngaji sambil bekerja
ataukah bekerja sambil ngaji.? Bagi kita yang tidak berkepentingan
dengan masalah bahasa, bolak-balik semacam ini bukan masalah penting.
Apapun itu, kita berharap bisa seperti yang disebutkan dalam hadis Abu
Hurairah di atas.
Anda yang saat ini sedang bekerja, memiliki
setahap keunggulan lebih maju dibandingkan mereka yang pengangguran.
Anda memiliki penghasilan, berpeluang untuk bisa sukses. Meskipun
tingkatannya berbeda. Anda tentu berharap semua keunggulan yang anda
miliki lebih berarti.
Sejak bangun pagi hingga tidur lagi, dari
senin hingga ahad, anda akan memiliki sejuta kegiatan. Namun anda tidak
boleh membiarkan diri anda larut dengan kesibukan mencari dunia. Dengan
adanya banyak kesibukan, menuntut anda untuk cerdas dalam menentukan
prioritas.
Nasehat pertama, hati-hati dalam memilih komunitas.
Sebagian besar manusia rusak karena salah memilih komunitas. Sebaliknya
banyak orang menjadi soleh, juga karena komunitas.
Selanjutnya,
manfaatkan bagian usia anda untuk belajar ilmu agama, untuk memahami Islam, belajar al-Quran, hadis, sekaligus memahami maknanya dengan
benar. Jika anda bisa mengatur waktu dengan tepat, kajian Islam sama
sekali tidak akan mengganggu aktivitas dan kesibukan anda.
Di saat
itulah, anda bisa berharap untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi
keluarga dan masyarakat. Ingatlah pesan dalam sebuah hadis,
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Manusia yang paling dicintai Allah, adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(at-Thabrani dalam as-Shaghir, 862 – Majma’ Zawaid 13708)
Selamat menjadi manusia berkah…
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !