Bismillaahirrohmaanirrohiim
Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du
.... .
Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du
.... .
Sikap Mudarah dan Mudahanah Terhadap Kemaksiatan
Disusun oleh:
Yulian Purnama hafidhahullaah
.
Bersikap lembut kepada suatu maksiat dan penyimpangan terkadang
adalah sikap yang bijak. Namun juga sikap demikian adalah sikap yang
keliru dalam syari’at. Kedua sikap ini disebut dengan mudarah dan mudahanah.
Simak tulisan ringkas ini untuk mengetahui bagaimana sikap lembut yang
dibolehkan dan yang terlarang terhadap pelaku maksiat dan penyimpangan,
serta apa perbedaan di antara keduanya.
.
Definisi Mudahanah
.
Mudahanah
secara bahasa asalah mashdar dari داهنَ – يداهن yang artinya:
menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan hakikatnya. Secara istilah,
mudahanah artinya menampakkan keridhaan kepada kemaksiatan tanpa ada
pengingkaran, demi kepentingan duniawi. Al Munawi menjelaskan:
.
المداهنة أن ترى منكراً تقدر على دفعه فلا تدفعه، حفظا لجانب مرتكبه، أو لقلة مبالاة بالدين
.
“Al
mudahanah adalah anda melihat kemungkaran yang mampu anda ingkari namun
tidak anda ingkari, karena untuk melindungi pelakunya atau karena
kurangnya pembelaan pada agama” (At Tauqif ‘ala Muhimmatit Ta’arif, hal.
394).
.
Al Qurthubi mengatakan:
.
والمداهنة: ترك الدين لصلاح الدنيا
.
“Mudahanah adalah meninggalkan agama demi kepentingan dunia” (Fathul Bari libni Hajar, 10/454).
.
Contohnya:
- Lelaki mencukur jenggotnya demi bisa diterima bekerja padahal ia tahu terlarang mencukur jenggot
- Wanita melepas jilbab agar bisa diterima oleh teman-teman kuliahnya padahal ia tahu wanita wajib berjilbab
- Menyediakan hidangan minuman keras kepada tamu yang memang gemar minum-minuman keras
- Seorang RT menyelenggarakan acara dangdutan padahal ia tahu hal tersebut terlarang
- Melakukan kesyirikan agar dikatakan sebagai orang yang memiliki kearifan lokal
- Ikut acara yang termasuk kebid’ahan agar dianggap sebagai orang yang berbaur dan suka bersosialisasi
Dan semisalnya.
.
Hukum Mudahanah
.
Mudahanah terlarang dalam Islam. Allah sebutkan dalam Al Qur’an:
.
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
.
“Maka mereka (kaum Musyrikin) menginginkan supaya kamu bersikap lunak (mudahanah) lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)”
QS. Al Qalam: 9
.
Dalam
ayat ini Allah Ta’ala mengatakan bahwa kaum Musyrikin ber-mudahanah
kepada kaum Mu’minin agar kaum Mu’minin bermudahanah kepada mereka,
yaitu mengorbankan akidah mereka demi agar bisa bersatu dan rukun dengan
kaum Musyrikin. Dijelaskan dalam Tafsir Al Qurthubi:
.
قال
ابن عباس وعطية والضحاك والسدي : ودوا لو تكفر فيتمادون على كفرهم . وعن
ابن عباس أيضا : ودوا لو ترخص لهم فيرخصون لك . وقال الفراء والكلبي : لو
تلين فيلينون لك
.
“Ibnu Abbas, Athiyyah, Adh Dhahhak dan As
Suddi menjelaskan makna ayat ini: mereka menginginkan kalian kafir
sehingga mereka bisa terus berada dalam kekufuran mereka. Tafsir Ibnu
Abbas yang lainnya: mereka menginginkan kalian memberi kelonggaran
kepada mereka (dalam akidah) sehingga mereka nanti akan memberi
kelonggaran kepada kaum Muslmiin. Al Farra’ dan Al Kalbi mengatakan:
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak (mudahanah) lalu
mereka bersikap lunak (pula kepadamu)”.
.
Maka mudahanah terlarang
dalam Islam karena sikap mudahanah berarti melanggar sebagian ajaran
agama demi mendapatkan maslahat duniawi. Allah Ta’ala berfirman:
.
وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا
.
“Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah”
QS. Al Baqarah: 41
.
Maksud ayat ini adalah, jangan melakukan pelanggaran terhadap agama demi mendapatkan keuntungan dunia. Ibnu Katsir menjelaskan:
.
لا تعتاضوا عن الإيمان بآياتي وتصديق رسولي بالدنيا وشهواتها فإنها قليلة
.
“Maksudnya,
jangan menukar keimanan terhadap ayat-ayatku dan keimanan kepada
Rasul-Ku dengan dunia dan syahwatnya, karena dunia itu hal yang kecil
(remeh)” (Tafsir Ibnu Katsir).
.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
.
مَنِ
الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ
النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ
اللَّهُ إِلَى النَّاسِ
.
“Barangsiapa mencari ridha Allah
ketika orang-orang tidak suka, maka akan Allah cukupkan ia dari beban
manusia. Barangsiapa yang mencari ridha manusia, dengan kemurkaan Allah.
Akan Allah buat ia terbebani oleh manusia”
.
Dalam riwayat lain:
.
من
التمس رِضا اللهِ بسخَطِ الناسِ ؛ رضِيَ اللهُ عنه ، وأرْضى عنه الناسَ ،
ومن التَمس رضا الناسِ بسخَطِ اللهِ ، سخِط اللهُ عليه ، وأسخَط عليه
الناسَ
.
“Barangsiapa yang mencari ridha Allah walaupun
orang-orang murka, maka Allah akan ridha padanya dan Allah akan buat
manusia ridha kepadanya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia walaupun
Allah murka, maka Allah murka kepadanya dan Allah akan buat orang-orang
murka kepadanya juga” (HR. Tirmidzi no.2414, Ibnu Hibban no.276,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
.
Termasuk
mudahanah, ketika seseorang menampakkan keridhaan kepada pelaku
kemungkaran tanpa ada pengingkaran sama sekali. Padahal Nabi
Shallallahu’alahi Wasallam bersabda:
.
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده . فإن لم يستطع فبلسانه . فإن لم يستطع فبقلبه .وذلك أضعف الإيمان
.
“Barang
siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika
tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka
ubahlah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim, no. 49)
.
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:
.
والمداهنةَ
محرَّمة ، والفرق أن المداهنة من الدهان وهو الذي يظهر على الشيء ويستر
باطنه ، وفسرها العلماء بأنها : معاشرة الفاسق وإظهار الرضا بما هو فيه من
غير إنكار عليه
.
“Mudahanah hukumnya haram. Perbedaan antara
mudahanah dan mudarah adalah bahwa mudahanah itu dari ad duhhan, artinya
menampakkan sesuatu namun menutupi hakekatnya. Para ulama memaknai
mudahanah dengan mengatakan bahwa mudahanah adalah bergaul dengan orang
fasiq dan menampakkan keridhaan terhadap maksiat yang ia lakukan tanpa
ada pengingkaran” (Fathul Bari, 13/703).
Mudarah
Mudarah
secara bahasa adalah mashdar dari دارى – يُداري /daaraa – yudaarii/
yang artinya: bersikap lembut. Secara istilah, mudarah artinya bersikap
lembut kepada orang lain dan mengalah darinya agar ia tidak menjauhkan
diri sehingga bisa memberi nasehat dan memperbaikinya.
.
Ibnu Manzhur
menyebutkan
.
مُدَارَاةُ الناسِ أَي مُلايَنَتُهُم وحُسنُ صُحْبَتِهِم واحْتِمالُهُم لئَلاَّ يَنْفِروا عَنْكَ
.
“Mudarah
terhadap orang lain artinya bersikap lembut kepadanya dan
mempergaulinya dengan baik, mengalah darinya, agar ia tidak menjauhkan
diri” (Lisaanul ‘Arab).
.
Ibnu Bathal mengatakan:
.
المدَاراة: خفض الجناح للناس، ولين الكلام وترك الإغلاظ لهم في القول
.
“Al
Mudarah adalah merendahkan diri di depan orang lain, melembutkan
perkataan dan tidak kasar kepadanya dalam berkata” (Syarah Shahih Al
Bukhari, 9/305)
.
Al Munawi mengatakan:
.
المدَاراة: الملاينة والملاطفة
.
“Al mudarah artinya bersikap lemah lembut” (At Tauqif ‘ala Muhimmatit Ta’arif, 301)
.
Contoh mudarah:
- Berkata-kata yang lembut kepada pelaku maksiat agar ia bisa menerima nasehat
- Bergaul bersama pelaku maksiat dalam perkara yang dibolehkan, dengan harapan bisa mendakwahkannya
- Tidak langsung mengingkari kemungkaran seseorang, hingga saat yang tepat untuk mengingkarinya
- Menjaga diri dari keburukan orang fajir dan fasiq
- Berlaku lembut dan santun ketika mendakwahkan masyarakat yang awam dan pemimpin
- Bergaul dengan penuh bakti terhadap orang tua yang fasiq
Dan contoh-contoh yang lain.
Hukum Mudarah
Mudarah dibolehkan
atau bahkan terkadang dianjurkan dalam syariat berdasarkan dalil-dalil
yang banyak dari Al Qur’an dan As Sunnah. Di antaranya:
Dalil Al Qur’an
Pertama
.
Ketika
Nabi Syu’aib mendapati kaumnya suka mencurangi timbangan, maka beliau
tidak ingkari dengan keras, melainkan dengan kata-kata yang lembut agar
mereka mau menerima nasehat.
.
Allah sebutkan dalam Al Qur’an:
.
وَيَا
قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلَا تَبْخَسُوا
النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
بَقِيَّتُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ وَمَا أَنَا
عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ
.
“Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku,
cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari
Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan
aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu””
QS. Hud: 86
.
Perkataan “Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman” ini adalah mudarah.
.
Kedua
.
Seorang
lelaki Mukmin dari penduduk Mesir ketika mendapati kaumnya mengingkari
dakwah Nabi Musa, ia mengatakan perkataan yang lemah lembut, sebagaimana
yang diceritakan dalam ayat:
.
وَقَالَ الَّذِي آمَنَ يَا قَوْمِ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ مِثْلَ يَوْمِ الْأَحْزَابِ
.
“Dan
orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir
kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang
bersekutu”
QS. Ghafir: 30
.
Ketiga
.
Nabi Ibrahim
‘alaihissalam ketika mendapati ayahnya bersikeras menjadi penyembah
berhala, beliau tetap berbicara dengan ayahnya dengan penuh sopan
santun, tidak disikapi dengan keras. Bahkan beliau gunakan panggilan “yaa abati” yang merupakan panggilan yang sangat santun kepada ayahnya.
.
إذْ
قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا
يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنكَ شَيْئاً يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءنِي مِنَ
الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطاً سَوِيّاً
.
“Ingatlah
ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu
menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat
menolong kamu sedikitpun?”. Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang
kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka
ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus”
QS. Maryam: 42-43
.
Keempat
.
Allah Ta’ala perintahkan
Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam untuk berkata-kata yang lemah
lembut kepada Fir’aun. Padahal Fir’aun sangat kufur hingga mengaku
tuhan.
.
Allah Ta’ala berfirman:
.
اذْهَبَا
إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
فَقُولا لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا
لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
قَالا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَن
يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَن يَطْغَى
قَالَ لا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا
أَسْمَعُ وَأَرَى
فَأْتِيَاهُ فَقُولا إِنَّا رَسُولا رَبِّكَ فَأَرْسِلْ
مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلا تُعَذِّبْهُمْ قَدْ جِئْنَاكَ بِآيَةٍ
مِّن رَّبِّكَ وَالسَّلامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى
.
“Pergilah
kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas;
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.
Berkatalah mereka berdua:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami
atau akan bertambah melampaui batas”.
Allah berfirman: “Janganlah kamu
berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan
melihat”.
Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan
katakanlah: “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka
lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka.
Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas
kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada
orang yang mengikuti petunjuk”
QS. Thaha: 42-47
.
Kelima
.
Allah
Ta’ala perintahkan seseorang yang orang tuanya kafir dan mengajak pada
kekufuran untuk tetap berbuat baik kepada orang tuanya tersebut. Namun
tidak boleh mengikuti kekufuran orang tuanya.
.
Allah ta’ala berfirman:
.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
.
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”
QS. Luqman:
15
Dalil As Sunnah
Pertama
.
Dari Ummul Mu’minin Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
.
أنَّهُ
اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ
فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو
الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ
فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ
مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ
( متفق عليه )
.
“Ada
seorang lelaki yang ingin bertemu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Maka Nabi bersabda (kepada Aisyah): “biarkan ia masuk, namun
sesungguhnya ia adalah seburuk-buruk anak teman kita atau seburuk-buruk
teman”.
Namun ketika lelaki tersebut masuk, Nabi ternyata berkata-kata
dengan perkataan yang lembut kepadanya.
Maka Aisyah bertanya: “Wahai
Rasulullah, engkau tadi mengatakan yang engkau katakan, namun mengapa
engkau melembutkan perkataan kepadanya?”.
Nabi Shallallahu 'alaihi Wa sallam bersabda: “Wahai Aisyah,
manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah adalah yang dijauhi
orang-orang atau diwaspadai oleh orang-orang karena khawatir akan
keburukan sikapnya”” (HR. Bukhari no. 6131, Muslim no.2591)
.
Dalam
hadits ini Nabi Shallallahu’alahi Wasallam bersikap baik dan
melembutkan perkataan kepada orang yang buruk. Ini adalah bentuk mudarah.
.
Kedua
.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
.
.
استوصوا
بالنساء خيرًا؛ فإنهنَّ خلقن من ضِلع، وإنَّ أعوج شيء في الضلع أعلاه، فإن
ذهبت تقيمه كسرته، وإن تركته لم يزل أعوج، فاستوصوا بالنساء خيرًا
.
“Berilah nasehat yang baik kepada para wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang yang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka jika kalian luruskan dengan keras, ia akan patah. Namun jika dibiarkan ia akan terus bengkok. Maka berilah nasehat yang baik kepada para wanita” (HR. Bukhari no.5186, Muslim no. 1468).
.
“Berilah nasehat yang baik kepada para wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang yang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka jika kalian luruskan dengan keras, ia akan patah. Namun jika dibiarkan ia akan terus bengkok. Maka berilah nasehat yang baik kepada para wanita” (HR. Bukhari no.5186, Muslim no. 1468).
.
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan
berbuat baik dalam menyikapi kesalahan wanita, tidak disikapi dengan
keras namun juga tidak dibiarkan kesalahannya. Ini adalah bentuk mudarah.
.
.
Ketiga
.
.
Dari Abu Bisyr Ja’far bin Abi Iyyas, ia berkata, aku mendengar ‘Abbad bin Syurahbil (seorang lelaki dari Bani Ghubar) berkata:
.
.
أَصَابَنَا
عَامُ مَخْمَصَةٍ، فَأَتَيْتُ الْمَدِينَةَ، فَأَتَيْتُ حَائِطًا مِنْ
حِيطَانِهَا، فَأَخَذْتُ سُنْبُلًا فَفَرَكْتُهُ وَأَكَلْتُهُ،
وَجَعَلْتُهُ فِي كِسَائِي، فَجَاءَ صَاحِبُ الْحَائِطِ، فَضَرَبَنِي
وَأَخَذَ ثَوْبِي، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ لِلرَّجُلِ «مَا أَطْعَمْتَهُ إِذْ كَانَ
جَائِعًا، أَوْ سَاغِبًا، وَلَا عَلَّمْتَهُ إِذْ كَانَ جَاهِلًا» ،
فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَدَّ إِلَيْهِ
ثَوْبَهُ، وَأَمَرَ لَهُ بِوَسْقٍ مِنْ طَعَامٍ، أَوْ نِصْفِ وَسْقٍ
.
Dari Abu Bisyr Ja’far bin Abi Iyyas, ia berkata, aku mendengar ‘Abbad bin Syurahbil (seorang lelaki dari Bani Ghubar) berkata:
.
.
“Aku
mengalami masa paceklik. Maka aku pun datang ke kota Madinah. Ketika
itu aku sampai di salah satu kebun yang ada di Madinah. Kuraup kurmanya
dan kumakan, dan sebagian kusimpan di bajuku. Lalu pemilik kebun datang.
Ia memukulku dan mengambil bajuku.
.
Aku pun datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku ceritakan kejadian tersebut.
.
Maka Rasulullah pun berkata kepada pemilik kebun: ‘Mengapa engkau tidak beri makan orang ini jika memang ia kelaparan? Mengapa engkau tidak ajari ia jika memang ia tidak paham?‘
.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan pemilik kebun mengembalikan pakaiannya dan memberikannya setengah atau satu wasaq kurma” (HR. Abu Daud [1/408-409], An Nasaa-i [2/209], di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1/815).
.
.
Aku pun datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku ceritakan kejadian tersebut.
.
Maka Rasulullah pun berkata kepada pemilik kebun: ‘Mengapa engkau tidak beri makan orang ini jika memang ia kelaparan? Mengapa engkau tidak ajari ia jika memang ia tidak paham?‘
.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan pemilik kebun mengembalikan pakaiannya dan memberikannya setengah atau satu wasaq kurma” (HR. Abu Daud [1/408-409], An Nasaa-i [2/209], di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1/815).
.
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam justru memperlakukan dengan baik orang yang melakukan pencurian karena jahil dan kelaparan. Ini adalah bentuk mudarah.
.
.
Keempat
.
.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkata:
.
.
كنا
في غزاة – قال سفيان مرة : في جيش – فكسع رجل من المهاجرين رجلا من
الأنصار ، فقال الأنصاري : يا للأنصار ، وقال المهاجري : يا للمهاجرين ،
فسمع ذاك رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : (ما بال دعوى جاهلية ) .
قالوا : يا رسول الله ، كسع رجل من المهاجرين رجلا من الأنصار ، فقال :
(دعوها فإنها منتنة) فَسَمِعَ بذلكَ عبدُ اللَّهِ بنُ أُبَيٍّ، فَقالَ:
فَعَلُوهَا، أما واللَّهِ لَئِنْ رَجَعْنَا إلى المَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ
الأعَزُّ منها الأذَلَّ، فَبَلَغَ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ
فَقَامَ عُمَرُ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ: دَعْنِي أضْرِبْ عُنُقَ هذا
المُنَافِقِ، فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: دَعْهُ، لا
يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أصْحَابَهُ
.
“Suatu
ketika di Gaza, (sebuah pasukan) ada seorang dari suku Muhajirin
mendorong seorang lelaki dari suku Anshar. Orang Anshar tadi pun
berteriak: ‘Wahai orang Anshar (ayo berpihak padaku).’ Orang muhajirin
tersebut pun berteriak: ‘Wahai orang muhajirin (ayo berpihak padaku)’.
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendengar kejadian tersebut, beliau bersabda: ‘Pada diri kalian masih terdapat seruan-seruan Jahiliyyah.’
.
Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin telah mendorong seorang dari suku Anshar.’
.
Beliau bersabda: ‘Tinggalkan sikap yang demikian karena yang demikian adalah perbuatan busuk’.
.
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendengar kejadian tersebut, beliau bersabda: ‘Pada diri kalian masih terdapat seruan-seruan Jahiliyyah.’
.
Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin telah mendorong seorang dari suku Anshar.’
.
Beliau bersabda: ‘Tinggalkan sikap yang demikian karena yang demikian adalah perbuatan busuk’.
.
Abdullah bin Ubay (tokoh munafiqin) pun mendengar
peristiwa ini. Ia berkata: “sungguh orang-orang Anshar sengaja
melakukannya. Demi Allah, jika kita telah kembali ke Madinah,
benar-benar orang yang kuat (Anshar) akan mengusir orang-orang yang
lemah dari padanya (Muhajirin)”.
.
Perkataan Abdullam bin Ubay ini sampai kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka Umar pun berkata: “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal leher orang munafik ini!”.
.
Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Biarkan dia, jangan sampai orang-orang mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh kaumnya sendiri”” (HR. Al Bukhari no.4905, Muslim no. 2584).
.
.
Perkataan Abdullam bin Ubay ini sampai kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka Umar pun berkata: “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal leher orang munafik ini!”.
.
Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Biarkan dia, jangan sampai orang-orang mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh kaumnya sendiri”” (HR. Al Bukhari no.4905, Muslim no. 2584).
.
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membiarkan
Abdullah bin Ubay, tokoh munafiqin, yang telah melakukan provokasi di
tengah kaum Muslimin dan tidak berbuat keras kepadanya. Dalam rangka
menjaga maslahat agama, yaitu agar tidak tercipta stigma negatif bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membunuhi sesama Muslim. Ini adalah bentuk mudarah.
Perkataan Salaf Tentang Mudarah
Abud Darda’ radhiallahu’anhu berkata:
.
.
إنا لنكشر في وجوه أقوام ونضحك إليهم، وإنَّ قلوبنا لتلعنهم
.
“Sungguh kami pernah tersenyum dan tertawa bersama suatu kaum, padahal hati kami melaknat mereka” (Hilyatul Auliya, 1/222).
.
.
Maksudnya
beliau berlaku baik dan penuh senyuman kepada orang-orang yang buruk
sampai-sampai beliau melaknatnya dalam hati.
.
Umar bin Khathab radhiallahu’anhu juga berkata:
.
.
Umar bin Khathab radhiallahu’anhu juga berkata:
.
خالطوا الناس بالأخلاق، وزايلوهم بالأعمال
.
“Pergaulilah orang-orang dengan akhlak yang baik, namun selisihilah mereka dalam amalan” (Mudarasatun Naas libni Abid Dunya, 37).
.
.
Semisalnya dengan ini, Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu juga berkata:
.
.
خالط الناس وزايلهم، ودينك لا تُكْلِمنَّه
.
“Pergaulilah orang-orang namun selisihilah mereka. Agamamu jangan dikompromikan” (Al Uzlah lil Khathabi, 99).
.
.
Maksudnya
terhadap orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam beragama,
hendaknya tetap bergaul dengan mereka dengan akhlak yang baik, namun
jangan ikuti penyimpangan mereka dalam beragama.
.
.
Al Hasan Al Bashri mengatakan:
.
.
كانوا يقولون : المدَاراة نصف العقل، وأنا أقول هي العقل كلُّه
.
“Para
salaf mengatakan: mudarah adalah setengah akal. Adapun aku, aku katakan
bahwa mudarah itu berarti menggunakan seluruh akal” (Al Adab Asy
Syar’iyyah, 3/468)
Perbedaan Mudarah Dan Mudahanah
Jika
diperhatikan, antara mudarah dan mudahanah ada sisi kesamaan, yaitu
sama-sama bersikap baik dan lembut kepada orang-orang yang buruk dan
mengalah kepada mereka. Namun mudarah dibolehkan sedangkan mudahanah
terlarang.
.
Maka bagaimana membedakan keduanya?
.
.
Maka bagaimana membedakan keduanya?
.
Al Qurthubi rahimahullah mengatakan:
.
.
أنَّ المدَاراة: بذل الدنيا لصلاح الدنيا، أو الدين، أو هما معًا، وهي مباحة وربما استحبت. والمداهنة: ترك الدين لصلاح الدنيا
.
“Mudarah
adalah mengorbankan dunia demi kemaslahatan dunia atau kemaslahatan
agama atau keduanya sekaligus. Hukumnya mubah dan terkadang bahkan
dianjurkan. Sedangkan mudahanah adalah meninggalkan agama demi
kepentingan dunia” (Fathul Bari libni Hajar, 10/454).
.
.
Abu Bakar Ath Thurthusi rahimahullah mengatakan:
.
.
وقال أبو بكر الطرطوشي: (المدَاراة: أن تداري الناس على وجه يسلم لك دينك)
.
“Mudarah adalah engkau berbuat baik kepada orang lain dalam rangka menyelamatkan agamamu” (Sirajul Muluk, 11/36).
.
.
Ibnu Bathal rahimahullah menjelaskan:
.
.
المدَاراة
مندوب إليها، والمداهنة محرمة، والفرق أنَّ المداهنة من الدهان وهو الذي
يظهر على الشيء ويستر باطنه، وفسَّرها العلماء بأنها معاشرة الفاسق، وإظهار
الرضا بما هو فيه من غير إنكار عليه، والمدَاراة هي الرفق بالجاهل في
التعليم، وبالفاسق في النهي عن فعله، وترك الإغلاظ عليه حيث لا يظهر ما هو
فيه، والإنكار عليه بلطف القول والفعل، ولا سيما إذا احتيج إلى تألفه ونحو
ذلك
.
“Mudarah disunnahkan, sedangkan mudahanah diharamkan.
Perbedaannya, mudahanah berasal dari duhhan, artinya menampakkan sesuatu
yang tidak sesuai dengan hakikatnya. Sebagian ulama menafsirkan
mudahanah artinya bergaul dengan orang fasik dan menampakkan keridhaan
kepada dia tanpa melakukan pengingkaran. Sedangkan mudarah adalah
berbuat lemah lembut kepada orang jahil dalam rangka mengajarkannya.
Atau berlaku lembut kepada orang fasiq dalam mengingkari perbuatannya,
dan tidak berlaku keras kepadanya karena ia tidak menampakkan
kesalahannya, serta mengingkarinya dengan kata-kata dan perbuatan yang
lembut. Lebih lagi jika orang tersebut butuh untuk didekati (karena baru
masuk Islam) atau semisalnya” (Fathul Bari Ibnu Hajar, 10/528).
.
.
.
.
Maka
perbedaannya, mudarah dilakukan tanpa mengorbankan agama, tanpa
melakukan perkara yang diharamkan agama serta dilakukan demi
kemaslahatan agama.
.
Sedangkan mudahanah dilakukan dengan mengorbankan agama dengan melakukan yang dilarang agama, demi kemaslahatan dunia.
.
Sedangkan mudahanah dilakukan dengan mengorbankan agama dengan melakukan yang dilarang agama, demi kemaslahatan dunia.
*****
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !