Bismillaahirrohmaanirrohiim
Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Hukum Kirim Al-Fatihah untuk Nabi
Dijawab Oleh:
Ust. Ammi Nur Baits hafidhahullah
Dijawab Oleh:
Ust. Ammi Nur Baits hafidhahullah
Pertanyaan:
Bolehkah menghadiahkan al-Fatihah untuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam?
Sering saya lihat pas ada acara-acara di tempat saya.
Matur suwun
Sering saya lihat pas ada acara-acara di tempat saya.
Matur suwun
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Di antara prinsip yang perlu dipahami, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendapatkan pahala atas semua amal yang dilakukan umatnya. Karena
beliau-lah yang pertama kali mengajarkan amal itu kepada umat manusia.
Kemudian turun-temurun diajarkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya, hingga sampai ke kita.
Dan manusia akan diberi pahala dari amal yang dia lakukan dan amal orang lain yang mengikutinya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang
nyata.”
QS. Yasin [36]: 12
Ayat ini menjelaskan bahwa yang dicatat oleh Allah tidak hanya amal kita, tapi juga dampak dan pengaruh dari amal kita.
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
"Siapa yang mengajak kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala
seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun."
HR. Muslim 6980 dan Abu Daud 4611
Dalam hadis lain, dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ
بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ
يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ
"Siapa yang mengajarkan amalan baik dalam Islam, lalu diikuti oleh
orang generasi setelahnya, maka dicatat untuknya pahala seperti orang
yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun."
HR. Muslim 6975
Semua ini menunjukkan bahwa setiap ibadah yang kita lakukan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
turut mendapatkan pahalanya. Baik kita hadiahkan ke beliau maupun tidak
kita hadiahkan.
Hanya saja, ada yang perlu dipertimbangkan,
[1] Jika pahala itu tidak kita hadiahkan, maka pahala itu tetap menjadi milik kita, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mendapatkannya.[2] Jika pahala itu kita hadiahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka pahala itu tidak bisa kita miliki (karena sudah dihadiahkan -Sa'ad).
Karena itulah, para sahabat tidak melakukan hal ini, menghadiahkan pahala amal untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imaduddin Ibnul Athar –muridnya an-Nawawi– pernah ditanya,
هل تجوز قراءة القرآن وإهداء الثواب إليه صلى الله عليه وسلم وهل فيه أثر؟
Bolehkah membaca al-Quran dan menghadiahkan pahalanya untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Adakah dalil praktek sahabat dalam masalah ini?
Jawaban yang beliau sampaikan,
أما قراءة القرآن العزيز فمن أفضل القربات ، وأما إهداؤه
للنبي صلى الله عليه وسلم فلم ينقل فيه أثر ممن يعتد به ، بل ينبغي أن يمنع
منه ، لما فيه من التهجم عليه فيما لم يأذن فيه ، مع أن ثواب التلاوة حاصل
له بأصل شرعه صلى الله عليه وسلم ، وجميع أعمال أمته في ميزانه
Membaca al-Quran, termasuk amal soleh yang sangat utama. Akan tetapi, menghadiahkannya untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tidak pernah ada nukilan yang bisa dipertanggung jawabkan. Bahkan
sebaliknya, selayaknya amalan ini dicegah karena termasuk membebani diri
yang tidak disyariatkan. Sementara pahala bacaan al-Quran juga beliau
dapatkan, disebabkan beliau yang pertama kali mensyariatkannya. Dan
semua amal umatnya juga sama. (Mawahib al-Jalil, 3/520).
Kemudian juga dinyatakan oleh as-Sakhawi –murid Ibnu Hajar
al-Asqalani–, beliau ditanya tentang orang yang membaca al-Quran, lalu
dia hadiahkan pahalanya untuk menambah kemuliaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jawaban beliau,
هذا مخترع من متأخري القراء لا أعلم لهم سلفا فيه
Ini perbuatan bid’ah, yang dibuat-buat oleh para pembaca al-Quran
generasi belakangan ini. Saya tidak mengetahui adanya ulama pendahulu
untuk mereka dalam masalah ini. (Mawahib al-Jalil, 3/520)
Syaikhul Islam memiliki satu catatan dalam masalah ini, berjudul: Ihda’us Tsawab ila an-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyimpulkan,
لم يكن من عمل السلف أنهم يصلُّون ويصومون ويقرؤون القرآن
ويهدون للنبي صلى الله عليه وسلم ، كذلك لم يكونوا يتصدقون عنه ، ويعتقون
عنه ؛ لأن كل ما يفعله المسلمون فله مثل أجر فعلهم من غير أن ينقص من
أجورهم شيئاً
Tidak pernah ada amalan para sahabat, bahwa mereka shalat, puasa, atau membaca al-Quran, kemudian mereka hadiahkan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga tidak bersedekah atau membebaskan budak atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena semua yang dilakukan kaum muslimin, beliau mendapatkan pahala
seperti pahala amal mereka, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. (Ihda’ ats-Tsawab ila an-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm. 125).
Meskipun ada juga ulama yang membolehkan. Mereka berdalil dengan praktek Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau pernah umrah atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun riwayat ini tidak jelas, dan dinilai lemah para ulama.
Diantara yang membolehkan adalah al-Buhuti – ulama hambali – beliau mengatakan,
كل قربة فعلها المسلم وجعل ثوابها أو بعضها كالنصف والثلث
أو الربع لمسلم حي أو ميت جاز ذلك ونفعه ذلك، لحصول الثواب له، حتى لرسول
الله صلى الله عليه وسلم
Semua ibadah yang dilakukan muslim, dan dia hadiahkan semua pahalanya
atau sebagiannya, seperti setengah, sepertiga, atau seperempat kepada
muslim yang lain, baik masih hidup atau sudah mati, hukumnya boleh dan
bisa bermanfaat bagi penerima. Sampaipun untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Kasyaf al-Qina’, 2/147).
Hanya saja pendapat ini tidak tepat, karena tidak didukung dalil atau
praktek para sahabat di masa silam. Sementara mereka sangat mencintai
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun mereka tidak menghadiahkan amalnya untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian, Allahu a’lam.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !