Bismillaahirrohmaanirrohiim
Walhamdulillaah,
wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam Walhamdulillaah,
Wa ba'du
….
Disunnahkan Berpakaian dengan Pakaian Penduduk Negerinya
Disusun oleh :
Abul Jauzaa' hafizhahullâh
Abul Jauzaa' hafizhahullâh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَبِسَ
ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ
“Barangsiapa
memakai pakaian syuhrah, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian
semisal pada hari kiamat”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4029,
Ibnu Maajah no. 3606-3607, dan yang lainnya; shahih].
Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata :
قال ابن الأثير
: الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم
فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر
“Ibnul-Atsiir
berkata : ‘Asy-Syuhrah adalah tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa
pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang berbeda sehingga
orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia menjadi sombong
terhadap mereka karena bangga dan takabur” [Nailul-Authaar, 2/111 – via
Syamilah].
Beberapa
ulama menjelaskan bahwa diantara syuhrah yang dilarang dalam hadits
adalah menyelisihi pakaian penduduk negerinya tanpa ‘udzur.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ:
حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ، عَنِ الْحُصَيْنِ، قَالَ: كَانَ زُبَيْدٌ
الْيَامِيُّ يَلْبَسُ بُرْنُسًا، قَالَ: فَسَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ عَابَهُ
عَلَيْهِ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ كَانُوا يَلْبَسُونَهَا، قَالَ:
" أَجَلْ ! وَلَكِنْ قَدْ فَنِيَ مَنْ كَانَ يَلْبَسُهَا، فَإِنْ لَبِسَهَا
أَحَدٌ الْيَوْمَ شَهَرُوهُ، وَأَشَارُوا إِلَيْهِ بِالأَصَابِعِ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
‘Abbaad bin Al-‘Awwaam, dari Al-Hushain, ia berkata : Dulu Zubaid Al-Yaamiy
pernah memakai burnus (sejenis tutup kepala). Lalu aku mendengar Ibraahiim
mencelanya karena perbuatannya yang memakai burnus tersebut. Aku berkata kepada
Ibraahiim : “Sesungguhnya orang-orang dulu pernah memakainya”. Ibraahiim
berkata : “Ya. Akan tetapi orang-orang yang memakainya sudah tidak ada lagi.
Apabila ada seseorang yang memakainya hari ini, maka ia berbuat syuhrah dengannya.
Lalu orang-orang berisyarat dengan jari-jari mereka kepadanya (karena heran)”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 25655; sanadnya shahih].
Ibnu
Baththaal rahimahullah berkata :
فالذى ينبغى
للرجل أن يتزى فى كل زمان بزى أهله ما لم يكن إثمًا لأن مخالفة الناس فى زيهم ضرب
من الشهرة
“Yang
seharusnya dilakukan seseorang adalah ia berpakaian di setiap
masa dengan pakaian orang-orang yang hidup di masa tersebut sepanjang tidak terkandung dosa, karena penyelisihan
terhadap pakaian yang dipakai oleh orang banyak termasuk syuhrah” [Syarh
Shahih Al-Bukhaariy, 17/144 –
via Syamilah].
Al-Mardawiy
rahimahullah berkata :
يكره لبس ما فيه
شهرة, أَو خلاف زي بلده من الناس, على الصحيح من المذهب
“Dimakruhkan
memakai sesuatu yang menimbulkan syuhrah/popularitas
atau menyelisihi
pakaian penduduk negeri setempat berdasarkan pendapat yang shahih dari
madzhab (Hanaabilah)” [Al-Inshaaf, 2/263].
As-Safaariiniy
rahimahullah berkata :
ونص الإمام أحمد رحمه الله على أنه لا يحرم ثوب الشهرة ، فإنه رأى رجلا لابسا بردا مخططا بياضا وسوادا
، فقال : ضع هذا ، والبس لباس أهل بلدك ، وقال : ليس هو بحرام ، ولو كنت بمكة ، أو
المدينة لم أعب عليك . قال الناظم رحمه الله : لأنه لباسهم هناك
“Dan
diriwayatkan dari Al-Imaam Ahmad rahimahullaah bahwasanya beliau tidak mengharamkan
pakaian syuhrah.[1]
Beliau pernah melihat seorang laki-laki yang memakai kain dengan motif garis-garis
putih dan hitam, lalu berkata : “Lepaskanlah kain ini dan pakaialah pakaian
penduduk negerimu”. Beliau kembali berkata : “Memakainya tidaklah haram. Seandainya
engkau berada di Makkah atau di Madiinah, maka tidak mengapa engkau memakainya”.
An-Naadhim (Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdil-Qawiy Al-Mardawiy
Al-Hanbaliy) rahimahullah berkata : “Karena ia merupakan pakaian mereka
di sana” [Ghidzaaul-Albaab, 2/126].
أنه يكره له لبس
غير زي بلده بلا عذر كما هو منصوص الإمام
“Dibenci
baginya memakai pakaian yang bukan model pakaian (penduduk) negerinya tanpa ‘udzur,
sebagaimana dikatakan oleh Al-Imaam (Ahmad)” [idem, 2/182].
Ibnul-‘Utsaimiin
rahimahullah berkata :
أن موافقة
العادات في غير المحرم هي السنة؛ لأن مخالفة العادات تجعل ذلك شهرة، والنبي صلّى
الله عليه وسلّم نهى عن لباس الشهرة
“Bahwasannya
mencocoki kebiasaan yang tidak mengandung keharaman merupakan sunnah, karena
penyelisihan terhadap kebiasaan menjadikannya syuhrah. Dan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam melarang pakaian syuhrah” [Asy-Syarhul-Mumti’,
6/67 – via Syamilah].
Satu
hal penting yang perlu digarisbawahi dalam hal berpakaian dengan pakaian yang
lazim dipakai oleh penduduk negeri adalah tidak mengandung keharaman.[2]
Berkenaan
dengan penjelasan para ulama di atas, maka nampaklah kekeliruan sebagian
saudara kita yang melarang dan membenci berpakaian yang lazim dipakai oleh
penduduk negeri kita, baik dalam shalat ataupun di luar shalat. Kesesuaian
pakaian dengan pakaian penduduk Saudi[3]
atau Pakistan[4]
dipandang sebagai bentuk kesesuaian terhadap Islam dan/atau manhaj salaf.
Bahkan
yang dianjurkan adalah berpakaian dengan pakaian penduduk negeri kita, seperti
misal : kemeja, batik, sarung, songkok, celana panjang, kaos, dan yang lainnya
sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur syari’at. Jika memang mengandung
keharaman, maka kita dapat memodifikasinya agar sesuai dengan syari’at.
Misalnya : celana/pantalon kita buat lebih longgar dan kita potong di atas mata
kaki, motif batik kita pilih yang soft dan tidak bergambar makhluk hidup,
kaos kita pilih yang longgar dan lebih tebal, dan yang lainnya.[5]
Berikut
ada penjelasan menarik dari Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri hafidhahullah
terkait tema[6] :
Semoga
artikel singkat ini ada manfaatnya.
Wallaahu
a’lam.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai,
ciapus, ciomas, bogor – 22051434/02042013 – 20:34].
Silakan
baca artikel terkait :
Foot Note:
[1] Pembahasan hukum pakaian syuhrah
perlu pembahasan tersendiri, karena sebagian ulama berpendapat haram sesuai
dhahir hadits yang dibawakan di awal artikel.
[2] Seperti misal : menampakkan aurat, tipis/transparan,
isbaal, bergambar makhluk hidup, dan yang lainnya. [Juga mengandung unsur tabarruj bagi wanita -tambahan Sa'ad-]
[5] Pun seandainya rekan-rekan ingin tetap
mengenakan pakaian gamis model Saudi atau Pakistan, sangat dipersilakan jika
memang di tempat antum pakaian tersebut tidak dianggap asing. Hanya saja
menjadi aneh ketika ada sebagian rekan yang terlalu ofensif dalam
mengkritik orang yang tidak berpakaian seperti dirinya dan mencapnya sebagai
kelompok Sururiy yang ‘terlalu ingin’ dakwahnya diterima masyarakat.
[6] Sayangnya, penjelasan beliau yang begitu
jelas ini pun mesti disalahpahami sebagian orang yang salah paham, baik dengan sengaja
ataupun tidak disengaja. Mereka katakan bahwa beliau telah mencela sebagian
ikhwan yang memakai gamis panjang dan mengatakan telah tasyabbuh dengan
Amitab Bachan, selebriti Hindustan. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.
Coba
perhatikan baik-baik, dengar pelan-pelan, dan kalau perlu diulang 10 kali
ulangan.
وكم
من عائب قولا صحيحا
و آفته من الفهم السقيم
“Betapa
banyak orang yang mencela perkataan yang benar
dan
sebabnya adalah pemahaman yang salah/buruk”.
*****
Sumber: abul-jauzaa.blogspot.com
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !