Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
….
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
….
5 Catatan tentang Puasa Senin-Kamis
Disusun oleh :
Ust. Ammi Nur Baits
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Berikut empat permasalahan yang sering ditanyakan di situs Konsultasi Syariah, terkait puasa senin kamis plus satu motivasi untuk merutinkan amal.
Pertama, keutamaan puasa senin kamis
Puasa senin kamis, termasuk puasa sunah yang menjadi kebiasaan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan puasa di hari senin dan kamis. (HR. Turmudzi 745 dan dishahihkan Al-Albani).
Kemudian disebutkan dalam hadis dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa puasa setiap senin dan kamis. Ketika ketika ditanya alasannya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْمَالَ الْعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ
“Sesungguhnya amal para hamba dilaporkan (kepada Allah) setiap senin dan kamis.”(HR. Abu Daud 2436 dan dishahihkan Al-Albani).
Inilah yang menjadi alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkan puasa senin dan kamis. Beliau ingin, ketika amal beliau dilaporkan, beliau dalam kondisi puasa.
Kedua, apakah niat puasa senin kamis harus dimulai sejak sebelum subuh?
Ada dua pendapat ulama terkait niat posisi niat puasa sunah, apakah wajib dilakukan sebelum subuh, ataukah boleh baru dihadirkan di siang hari.
Kita simak keterangan di Ensiklopedi Fiqh,
ذهب جمهور الفقهاء – الحنفية والشافعية والحنابلة – إلى أنه لا يشترط تبييت النية في صوم التطوع، لحديث عائشة رضي الله تعالى عنها قالت: دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم فقال: هل عندكم شيء؟ فقلنا: لا، فقال: فإني إذا صائم . وذهب المالكية إلى أنه يشترط في نية صوم التطوع التبييت كالفرض. لقول النبي صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت الصيام من الليل فلا صيام له. فلا تكفي النية بعد الفجر، لأن النية القصد، وقصد الماضي محال عقلا
Mayoritas ulama – Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambali – berpendapat bahwa tidak disyaratkan niat puasa sunah harus dihadirkan sebelum subuh. Berdasarkan hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari. Lalu beliau bertanya, “Apakah kamu memiliki makanan?” Kami jawab, ‘Tidak.’
Lalu beliau mengatakan, “Jika demikian, saya puasa saja.”
Sementara Malikiyah berpendapat bahwa dalam puasa sunah disyaratkan harus diniatkan sejak sebelum subuh, sebagaimana puasa wajib. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang tidak berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka tidak ada puasa baginya.” Sehingga tidak boleh niat setelah subuh. Karena inti niat adalah keinginan untuk beramal. Sementara menghadirkan keinginan amal yang sudah lewat itu mustahil. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 28/88)
Sebagai contoh kasus, ketika hari senin, si A tidak ada keinginan untuk puasa sehingga dia tidak sahur. Namun sampai jam 7.00, dia belum mengkonsumsi makanan maupun minuman apapun. Ketika melihat istrinya puasa, si A ingin puasa. Bolehkah si A puasa?
Jawab: Jika kita mengambil pendapat jumhur, si A boleh puasa. Karena sejak subuh dia belum mengkonsumsi apapun.
Ketiga, Bolehkah puasa senin saja atau puasa kamis saja
Berdasarkan hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkan puasa hari senin dan kamis.
Lalu apakah ini satu kesatuan ataukah dua ibadah puasa yang berbeda?.
Para ulama menegaskan, puasa di dua hari ini bukan satu kesatuan. Artinya, orang boleh puasa senin saja atau kamis saja. Karena tidak ada perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dua hari itu harus dipasangkan, demikian pula tidak ada larangan dari beliau untuk puasa senin saja atau kamis saja.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
ويستحب صيام الخميس من كل أسبوع في المحرم وغيره، وليس استحباب صيامه مرتبطا بصيام الاثنين قبله , بل يشرع لك أن تصومه وإن لم تصم الاثنين؛ لأن الأعمال تعرض يوم الخميس، وقد روى أبو داود في سننه: أن نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، وَسُئِلَ عَنْ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: إِنَّ أَعْمَالَ الْعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ . اهــ
Dianjurkan untuk berpuasa sunah hari kamis di setiap pekan, baik ketika bulan Muharram maupun di luar Muharram. Dan anjuran puasa hari kamis tidak ada kaitannya dengan puasa senin sebelumnya. Bahkan anda dianjurkan untuk puasa hari kamis, sekalipun anda tidak puasa hari senin. Karena amal manusia dilaporkan di hari kamis. Diriwayatkan Abu Daud dalam Sunan-nya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa puasa setiap senin dan kamis. Ketika beliau ditanya alasannya, beliau bersabda, “Sesungguhnya amal para hamba dilaporkan (kepada Allah) setiap senin dan kamis.”
(Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 192137)
Keterangan lain juga disampaikan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi,
لا بأس يفرد الاثنين أو الخميس، فالمنهي عن إفراده الجمعة لقول النبي صلى الله عليه وسلم: “لا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين
الليالي ولا يومها بصيام من بين الأيام” رواه مسلم
الليالي ولا يومها بصيام من بين الأيام” رواه مسلم
Tidak masalah puasa senin saja atau kamis saja. Karena yang dilarang adalah puasa hari jum'at saja, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kalian khususkan malam jum'at dengan shalat tahajud sementara di malam-malam lain tidak, dan jangan khususkan hari jum'at dengan puasa, sementara di hari-hari lainnya tidak puasa.” HR. Muslim
Selanjutnya beliau kembali menegaskan,
أما الاثنين لا بأس تفرد الاثنين تفرد الخميس تفرد الأربع لا بأس، هذا إنما خص بالجمعة
“Adapun hari senin, tidak masalah senin saja atau kamis saja, puasa empat hari saja tidak masalah. Larangan ini hanya khusus untuk puasa hari jumat saja.”
Keempat, Bolehkah niat puasa senin kamis digabungkan dengan puasa sunah lain
Para ulama membahas masalah ini dalam kajian at-Tasyrik bin Niyat - ‘menggabungkan niat’.
Batasannya, apabila ada amal yang statusnya laisa maqsudan li dzatihi, tidak harus ada wujud khusus, artinya dia hanya berstatus sebagai wasilah/sarana atau bisa digabungkan dengan yang lain, maka niatnya bisa digabungkan dengan amal lain yang sama.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
فجمع أكثر من نية في عمل واحد هو ما يعرف عند أهل العلم بمسألة التشريك، وحكمه أنه إذا كان في الوسائل أو مما يتداخل صح، وحصل المطلوب من العبادتين، كما لو اغتسل الجنب يوم الجمعة للجمعة ولرفع الجنابة فإن جنابته ترتفع ويحصل له ثواب غسل الجمعة
Menggabungkan beberapa niat ibadah dalam satu amal, dikenal para ulama dengan istilah ‘at-Tasyrik’. Hukumnya, jika amal itu terkait wasilah, atau bisa digabungkan, maka dia boleh digabungkan. Dan dia bisa mendapatkan dua ibadah.
Seperti orang yang mandi junub pada hari jum'at, untuk mandi jum'at dan sekaligus untuk menghilangkan hadats besarnya, maka status hadats besar junubnya hilang, dan dia juga mendapatkan pahala mandi jum'at.
Selanjutnya, tim Fatwa Syabakah menyatakan,
فإذا تقرر هذا فاعلم أنه لا حرج في الجمع بين صيام الإثنين والخميس وبين أي صوم آخر، لأن الصوم يوم الإثنين والخميس إنما استحب لكونهما يومين ترفع فيهما الأعمال
Dengan memahami ini, anda bisa menyatakan bahwa tidak masalah menggabungkan antara puasa senin kamis dengan puasa sunah lainnya. Sebab puasa senin kamis dianjurkan karena posisinya di dua hari yang menjadi waktu dilaporkannya amal kepada Allah. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 103240).Kelima, Pahala tetap mengalir, sekalipun tidak puasa
Bagian ini untuk memotivasi kita agar istiqamah dalam menjalankan amal sunah.
Ketika anda memiliki kebiasaan amalan sunah tertentu, baik bentuknya shalat, puasa, atau amal sunah lainnya, dan anda tidak bisa melakukannya karena udzur sakit atau safar, maka anda akan tetap mendapatkan pahala dari rutinitas amal sunah yang anda kerjakan.
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًاAl Hafidz al-‘Aini mengatakan,
هذا فيمن كان يعمل طاعة فمنع منها، وكانت نيته لولا المانع أن يدوم عليها
”Hadits ini bercerita tentang orang yang terbiasa melakukan amal ketaatan kemudian terhalangi (tidak bisa) mengamalkannya karena udzur, sementara niatnya ingin tetap merutinkan amal tersebut seandainya tidak ada penghalang.” ('Umdatul Qori', 14/247)
Dan itulah keistimewaan orang yang beriman. Pahala rutinitas amal baiknya diabadikan oleh Allah.
Al Muhallab mengatakan,
“Hadits ini sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,
”Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh mereka mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus.” (QS. At Tin:6)
maksudnya mereka (orang-orang yang beriman) mendapatkan pahala ketika mereka sudah tua dan lemah sesuai dengan amal yang dulu pernah mereka kerjakan ketika masih sehat, tanpa terputus. Oleh karena itu, setiap sakit yang menimpa -selain yang akut- dan setiap kesulitan yang dialami ketika safar dan sebab lainnya, yang menghalangi seseorang untuk melakukan amal yang menjadi kebiasaannya, maka Allah telah memberikan kemurahannya dengan tetap memberikan pahala kepada orang yang tidak bisa melakukan amal tersebut karena kondisi yang dialaminya.” (Syarh Shahih Al Bukhari oleh Ibnu Batthal, 3/146).
Untuk itu, carilah amal sunah yang ringan, yang memungkinkan untuk anda lakukan secara istiqamah sampai akhir hayat, selama fisik masih mampu menanggungnya. Karena amal yang istiqamah meskipun sedikit, lebih dicintai Allah, dari pada banyak namun hanya dilakukan sekali dua kali.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai para manusia, beramal-lah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah adalah amal yang paling rutin dikerjakan meskipun sedikit.” (HR. Bukhari 5861 )
Allahu a’lam.
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
”Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh mereka mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus.” (QS. At Tin:6)
maksudnya mereka (orang-orang yang beriman) mendapatkan pahala ketika mereka sudah tua dan lemah sesuai dengan amal yang dulu pernah mereka kerjakan ketika masih sehat, tanpa terputus. Oleh karena itu, setiap sakit yang menimpa -selain yang akut- dan setiap kesulitan yang dialami ketika safar dan sebab lainnya, yang menghalangi seseorang untuk melakukan amal yang menjadi kebiasaannya, maka Allah telah memberikan kemurahannya dengan tetap memberikan pahala kepada orang yang tidak bisa melakukan amal tersebut karena kondisi yang dialaminya.” (Syarh Shahih Al Bukhari oleh Ibnu Batthal, 3/146).
Untuk itu, carilah amal sunah yang ringan, yang memungkinkan untuk anda lakukan secara istiqamah sampai akhir hayat, selama fisik masih mampu menanggungnya. Karena amal yang istiqamah meskipun sedikit, lebih dicintai Allah, dari pada banyak namun hanya dilakukan sekali dua kali.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا ، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ
“Wahai para manusia, beramal-lah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah adalah amal yang paling rutin dikerjakan meskipun sedikit.” (HR. Bukhari 5861 )
Allahu a’lam.
*****
Sumber : konsultasisyariah.com
Subhanakalloohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillaahi robbil 'aalamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !