Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
…..
Hukum Kain Tabir Hijab Masjid
.Dijawab oleh:
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah
Bismillahirrahmanirrahim. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya berkaitan dengan masalah tabir di dalam masjid. Berikut terjemah pertanyaannya beserta jawaban dari beliau :
Pertanyaan :
Di tempat kami ada sebuah masjid yang di
dalamnya ada bagian khusus untuk perempuan yang terpisah dengan dinding
dari tempat laki-laki. Di bagian khusus tersebut ada pengeras suara
untuk mendengarkan suara imam dan pengajar. Ada seseorang yang ingin
merobohkan dinding tersebut agar jama’ah perempuan tidak berada di
samping jama’ah laki-laki. Dalam hal ini dia berdalil dengan hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
تصف الرجال ثم الصبيان ثم النساء
“Para lelaki bershaf, kemudian anak-anak, kemudian para perempuan.” (1)
Karena hal itu, timbullah perselisihan yang sengit. Maka, apa bimbingan anda? Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.(2)
Jawaban :
Semua hal itu tidak mengapa. Dahulu para
perempuan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di
belakang jama’ah laki-laki tanpa dipisah dengan dinding atau apapun.
Namun para perempuan tersebut berhijab. Sebagaimana di dalam hadits
shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها، وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang
paling depan, dan sejelek-jeleknya adalah yang paling belakang.
Sedangkan sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling belakang, dan
sejelek-jeleknya adalah yang paling depan.” (3)
Hijab kain |
Hal tersebut karena shaf perempuan yang
paling depan kadang dekat dengan shaf laki-laki. Jika mereka shalat di
bagian belakang masjid setelah shaf laki-laki, dan mereka berhijab, maka
tidak mengapa, dan tidak butuh dinding atau yang lainnya. Namun jika
dibuat dinding atau penutup lain sehingga para perempuan bisa leluasa,
membuka penutup wajah mereka dan beristirahat, maka hal tersebut tidak
masalah. Mereka bisa mendengar suara imam dari pengeras suara atau tanpa
pengeras suara jika mereka memang bisa mendengar suara imam tanpa alat
itu. Hal tersebut tidak mengapa, perkara ini luas walhamdulillah.
Jika
dibuat jendela yang dengannya imam dan ma’mum laki-laki bisa terlihat,
dan suara imam terdengar, hal tersebut juga tidak masalah. Semua perkara
dalam hal ini ada keleluasaan, tidak sepantasnya bersikap keras dalam
masalah ini. Ada dinding, jendela, atau penutup yang lain, atau tanpa
adanya semua itu semuanya bagus dan boleh.
Walhamdulillah.
——————————-
1) Dikeluarkan oleh Ath Thabarani dalam
Al Mu’jam Al Kabir Mu’jam Al Harits Abu Malik Al Asy’ari, Syahr bin
Husyab dari Abu Malik Al Asy’ari jilid 3 hal. 291, nomor 3436.
2) Pertanyaan ke-34 dari kaset nomor 256.
3) Dikeluarkan oleh Muslim dalam
Kitabush Shalat, bab Taswiyah Ash Shufuf wa Iqamatuha wa Fadhl Al Awwal
fal Awwal minha, wal Izdiham ‘ala Ash Shaf Al Awwal wal Musabaqah
Ilaiha, wa Taqdim Ulil Fadhl wa Taqribihim minal Imam, nomor 440.
(Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb Li Ibni Baz Bi’Inayah Asy Syuwai’ir 12/267-269)
--oo00oo--
Pertanyaan :
Orang-orang berpendapat bahwa zaman
sekarang tidak seperti zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jadi
harus ada tabir dan penghalang di masjid sehingga para lelaki tidak bisa
melihat para perempuan.(1)
Jawaban :
Hijab kayu |
Jika para perempuan tersebut karena
kebiasaan mereka di sebagian negeri tidak berhijab, harus ada dinding
atau tabir itu. Adapun jika mereka perhatian terhadap masalah hijab dan
menutup tubuh mereka dengan baik sebagaimana di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dahulu, maka tidak butuh tabir di masjid. Mereka
shalat di belakang jama’ah laki-laki. Sebaik-baik shaf mereka adalah
yang paling belakang, dan sejelek-jeleknya adalah yang paling depan.
Tetapi jika mereka memiliki kebiasaan bermudah-mudahan dan membuka
wajah, maka adanya tabir yang menutupi mereka di dalam masjid adalah
perkara yang wajib, sehingga mereka tidak menimbulkan fitnah bagi yang
lain dan juga tidak ditimpa fitnah.
————————-
1) Pertanyaan ke-35 dari kaset nomor 256.
(Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb Li Ibni Baz Bi’Inayah Asy Syuwai’ir 12/269-270)
Dari fatwa Syaikh bin Baz rahimahullah
di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa jika kebiasaan para
perempuan di suatu daerah adalah tidak perhatian dengan hijab, maka
adanya tabir pemisah di masjid adalah wajib. Jika masjid tempat kita
shalat tidak ada tabirnya atau tabirnya dipotong sehingga antara jama’ah
lelaki dan perempuan bisa saling melihat, maka hendaknya kita memberi
nasihat kepada ta’mir masjid tersebut dengan cara yang baik. Jika mereka
menerima, walhamdulillah. Jika tidak, maka kewajiban kita untuk amar
ma’ruf nahi mungkar dalam hal itu telah gugur.
Adapun tentang hukum shalat di masjid
yang seperti itu, maka hukumnya sah karena tidak termasuk syarat sahnya
shalat adanya tabir pemisah antara shaf laki-laki dan perempuan.
Wabillahit taufiq, wa shallallahu wa sallam ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
*****
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi antum yang ingin memberikan komentar, harap tidak menyertakan gambar/foto makhluk hidup. Bila tetap menyertakan, posting komentar tidak akan saya tampilkan. Syukron !