Walhamdulillaah,
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Wa ba'du .... . . .
Perjalanan Isra' Mi'raj:
Menerima Wahyu Shalat
(Hikmah dan Pelajaran)
Disusun Oleh:
Nurfitri Hadi hafidhahullah
Menerima Wahyu Shalat
(Hikmah dan Pelajaran)
Disusun Oleh:
Nurfitri Hadi hafidhahullah
Seandainya seorang muslim memahami secara hakiki peristiwa
diterimanya wahyu shalat, pastilah tak ada seorang pun dari mereka yang
meremehkan shalat. Allah mengistimewakan dan meninggikan kedudukan
syariat ini. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menerimanya dengan cara yang berbeda. Langsung berjumpa dengan-Nya tanpa
perantara. Wahyu ini tidak diterima di bumi sebagaimana syariat
lainnya.
Syariat ini pula satu-satunya syariat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta keringanan dalam penunaiannya. Awalnya diwajibkan 50 waktu dalam sehari. Karena anjuran dan kasih sayang Nabi Musa terhadap umat Muhammad, ia menyarankan agar Nabi Muhammad minta pengurangan. Hingga akhirnya Allah Ta’ala menjadikannya hanya 5 waktu saja.
Berikut ini kejadiannya sebagaimana diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam riwayat al-Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
Syariat ini pula satu-satunya syariat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta keringanan dalam penunaiannya. Awalnya diwajibkan 50 waktu dalam sehari. Karena anjuran dan kasih sayang Nabi Musa terhadap umat Muhammad, ia menyarankan agar Nabi Muhammad minta pengurangan. Hingga akhirnya Allah Ta’ala menjadikannya hanya 5 waktu saja.
Berikut ini kejadiannya sebagaimana diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam riwayat al-Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
ثُمَّ فُرِضَتْ عَلَيَّ الصَّلَوَاتُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ،
فَرَجَعْتُ فَمَرَرْتُ عَلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قَالَ:
أُمِرْتُ بِخَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ
تَسْتَطِيعُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي وَاللَّهِ قَدْ
جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ، وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ
المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ
لأُمَّتِكَ. فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى
فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى
مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ
إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِعَشْرِ صَلَوَاتٍ
كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ
بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ
أُمِرْتَ؟ قُلْتُ: أُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ
أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ خَمْسَ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي قَدْ
جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ
المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ
لأُمَّتِكَ. قَالَ: سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ، وَلَكِنِّي
أَرْضَى وَأُسَلِّمُ. قَالَ: فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ:
أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي، وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي
“Kemudian diwajibkan padaku shalat lima puluh kali setiap hari. Aku kembali, dan lewat di hadapan Musa.
Musa bertanya, ‘Apa yang telah diperintahkan padamu?’
Kujawab, ‘Aku diperintahkan shalat lima puluh kali setiap hari’.
Musa berkata, “Sungguh umatmu tak akan sanggup melaksanakan lima puluh kali shalat dalam sehari. Dan aku -demi Allah-, telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelummu, aku telah berusaha keras membenahi Bani Israil dengan sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu’.
Aku pun kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat.
Lalu aku kembali bertemu Musa. Musa bertanya seperti pertanyaan sebelumnya. Lalu aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat.
Aku kembali bertemu Musa. Ia berkata sebagaimana perkataan sebelumnya. Aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat.
Aku kembali bertemu Musa. Musa berkata sebagaimana yang dikatakan sebelunya. Aku pun kembali, dan aku di perintah dengan sepuluh kali shalat setiap hari.
Aku kembali dan Musa kembali berkata seperti sebelumnya. Aku pun kembali, dan akhirnya aku diperintahkan dengan lima kali shalat dalam sehari.
Aku kembali kepada Musa dan dia berkata, ‘Apa yang diperintahkan kepadamu?’
Kujawab, ‘Aku diperintahkan dengan lima kali shalat dalam sehari’.
Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melaksanakan lima kali shalat dalam sehari. Sungguh aku telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelum kamu. Aku juga telah berusaha keras membenahi Bani Isra’il dengan sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu’.
Beliau (Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam) berkata, ‘Aku telah banyak memohon (keringanan) kepada Rabbku hingga aku malu. Tetapi aku telah ridha dan menerimanya’.
Ketika aku telah selesai, terdengar suara orang yang berseru, ‘Sungguh Aku telah memberikan keputusan dan Aku telah mewajibkan. Aku telah ringankan untuk hamba-hamba-Ku’.”
HR. al-Bukhari dalam Kitab Fadhail ash-Shahabah, 3674
.
Dalam riwayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
.
.
هِيَ خَمْسٌ، وَهِيَ خَمْسُونَ، لاَ يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ”. قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: “فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: رَاجِعْ
رَبَّكَ. فَقُلْتُ: اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي
“Lima waktu itu setara dengan lima puluh waktu. Tak akan lagi berubah keputusan-Ku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku kembali bertemu dengan Musa. Ia menyarankan, ‘Kembalilah menemui Rabbmu’. Kujawab, ‘Aku malu pada Rabbku’.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab ash-Shalah 342 dan Muslim dalam Kitab al-Iman 163).
.
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
.
فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَبَيْنَ
مُوسَى عليه السلام حَتَّى قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ
صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، لِكُلِّ صَلاَةٍ عَشْرٌ؛ فَذَلِكَ
خَمْسُونَ صَلاَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ
لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا، وَمَنْ هَمَّ
بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا، فَإِنْ عَمِلَهَا
كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً”. قَالَ: “فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ
إِلَى مُوسَى صلى الله عليه وسلم، فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى
رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ”. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم: “فَقُلْتُ: قَدْ رَجَعْتُ إِلَى رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ.
“Aku masih saja bolak-balik antara Rabbku dan Musa, sampai Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku wajibkan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat itu dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Itulah lima puluh shalat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, dicatat sepuluh kebaikan baginya. Dan barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tapi tak melakukannya, tidak dicatat baginya sesuatu pun. Jika dia mengerjakannya, dicatat sebagai satu kejahatan baginya’.
Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahunya.
Dia masih saja berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan’.
Aku menjawab, ‘Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya’.”
.
Rangkaian peristiwa dalam syariat shalat ini mungkin memunculkan banyak pertanyaan. Di antaranya:
.
Pertama: Mengapa shalat pada awalnya diwajibkan lima puluh waktu kemudian menjadi hanya lima waktu? Tidak langsung dijadikan lima waktu saja sejak awal?
.
.
Pertama: Mengapa shalat pada awalnya diwajibkan lima puluh waktu kemudian menjadi hanya lima waktu? Tidak langsung dijadikan lima waktu saja sejak awal?
.
Kedua: Mengapa Allah ‘Azza wa Jalla memilih shalat bukan ibadah lainnya untuk disyariatkan langsung di sisi-Nya?
.
.
Ketiga: Mengapa Allah memilih Musa ‘alaihissalam
untuk berdialog dan memberikan saran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam permasalahan shalat ini?
.
.
Keempat: Mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam merasa malu ketika jumlah shalat telah dikurangi menjadi lima
waktu, tapi tidak di angka sebelumnya?
Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terlintas di benak pembaca. Tapi pertanyaan tersebut tidak boleh karena ragu dan menolak. Hendaknya pertanyaan ini didasari karena keingin-tahuan akan hikmah dari kejadian tersebut.
Jawaban pertanyaan pertama:
Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menunjukkan kasih sayangnya pada hamba-hamba-Nya. Dengan cara, di awal waktu ia syariatkan shalat sebanyak lima puluh kali dalam sehari semalam. Allah Ta’ala tahu, secara fisik, manusia memiliki kemampuan mengerjakan shalat lima puluh sehari semalam. Kalau dihitung-dihitung, lima puluh waktu itu memakan waktu sepuluh kali lipat dari yang sekarang kita kerjakan.
.
Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terlintas di benak pembaca. Tapi pertanyaan tersebut tidak boleh karena ragu dan menolak. Hendaknya pertanyaan ini didasari karena keingin-tahuan akan hikmah dari kejadian tersebut.
Jawaban pertanyaan pertama:
Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menunjukkan kasih sayangnya pada hamba-hamba-Nya. Dengan cara, di awal waktu ia syariatkan shalat sebanyak lima puluh kali dalam sehari semalam. Allah Ta’ala tahu, secara fisik, manusia memiliki kemampuan mengerjakan shalat lima puluh sehari semalam. Kalau dihitung-dihitung, lima puluh waktu itu memakan waktu sepuluh kali lipat dari yang sekarang kita kerjakan.
.
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
QS. al-Baqarah [2]: 286
.
Kemudian mengisi hari-hari dengan peribadatan shalat sejalan dengan tujuan diciptakannya manusia.
.
Kemudian mengisi hari-hari dengan peribadatan shalat sejalan dengan tujuan diciptakannya manusia.
.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
QS. Adz Dzariyat [51]:56
.
Seandainya hari-hari kita dipenuhi dengan shalat, tentulah kita tak
akan melenceng dari tujuan penciptaan kita. Kita tak sempat melakukan
perbuatan yang tak bermanfaat, apalagi dosa. Kalau sedang tidak shalat,
kita akan sibuk mencari penghidupan dan hal-hal manfaat lainnya. Waktu
kita benar-benar optimal untuk kemanfaatan. Namun, dengan kasih
sayang-Nya, Allah kurangi 90% dari total keseluruhan. Hingga tersisa 10%
saja. Tapi balasannya tetap Dia berikan 100%. Tak dikurangi sedikit pun.
Dengan ini, kita benar-benar sadar bahwa Allah adalah ar-Rahman dan
ar-Rahim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
.
.
Kita juga akan sadar, kita diberi kemampuan fisik mampu mengerjakan
50 kali shalat sehari semalam. Kemudian dikurangi hingga jadi 5 kali.
Apabila kita masih tak mengerjakan yang 5 itu, padahal memiliki
kemampuan mengerjakan 50, tentulah kita seorang yang sangat keterlaluan.
Tentulah kita sangat layak mendapat hukuman. Sehingga wajar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
.
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Antara seseorang dengan kesyirikan atau kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, 82
.
.
Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri pun memberikan sanksi berat bagi mereka yang lalai dalam shalatnya.
.
.
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
QS. Al-Ma’un: 4-5
.
Jadi, pengurangan jumlah shalat merupakan bentuk kasih sayang yang
luar biasa. Bersamaan dengan itu pula, pengurangan ini juga sekaligus
sebagai peringatan yang tegas.
.
.
Jawaban pertanyaan kedua:
Mengapa Allah Ta’ala memilih shalat untuk menjadi ibadah yang diwajibkan di sisi-Nya?
Bagi mereka yang mentadabburi perjalanan isra’ mi’raj, mereka sadar semua kejadiannya dan babak-babak peristiwanya adalah sebuah pengantar untuk berjumpa suatu yang lebih dahsyat lagi, yaitu perjumpaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Rabbnya. Terjadilah dialog yang begitu agung hingga beliau menerima perintah kewajiban shalat untuk diri beliau dan umatnya. Inilah puncak perjalanan isra’ mi’raj.
Allah Ta’ala, dengan kasih sayang-Nya menganugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sesuatu yang dapat menghubungkan mereka dengan Rabb mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (melakukan) mi’raj dengan ruh dan fisik beliau. Dengan keadaan itulah beliau berdialog dengan Allah Ta’ala.
Kemudian Allah menyediakan bagi umat Islam sesuatu yang mampu membuat mereka bermunajat, dekat, tersambung, dan berdialog dengan Rabb mereka, yaitu ibadah shalat. Inilah makna bahasa dari kata shalat (arab: الصلاة). Shalat adalah alat penyambung yang menghubungkan seorang hamba dengan Rabb-nya.
Untuk menguatkan pendapat ini, terdapat sebuah hadits qudsi, dimana Allah menggambarkan bahwa shalat adalah penghung antara Dia dengan hamba-Nya.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
Mengapa Allah Ta’ala memilih shalat untuk menjadi ibadah yang diwajibkan di sisi-Nya?
Bagi mereka yang mentadabburi perjalanan isra’ mi’raj, mereka sadar semua kejadiannya dan babak-babak peristiwanya adalah sebuah pengantar untuk berjumpa suatu yang lebih dahsyat lagi, yaitu perjumpaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Rabbnya. Terjadilah dialog yang begitu agung hingga beliau menerima perintah kewajiban shalat untuk diri beliau dan umatnya. Inilah puncak perjalanan isra’ mi’raj.
Allah Ta’ala, dengan kasih sayang-Nya menganugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sesuatu yang dapat menghubungkan mereka dengan Rabb mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (melakukan) mi’raj dengan ruh dan fisik beliau. Dengan keadaan itulah beliau berdialog dengan Allah Ta’ala.
Kemudian Allah menyediakan bagi umat Islam sesuatu yang mampu membuat mereka bermunajat, dekat, tersambung, dan berdialog dengan Rabb mereka, yaitu ibadah shalat. Inilah makna bahasa dari kata shalat (arab: الصلاة). Shalat adalah alat penyambung yang menghubungkan seorang hamba dengan Rabb-nya.
Untuk menguatkan pendapat ini, terdapat sebuah hadits qudsi, dimana Allah menggambarkan bahwa shalat adalah penghung antara Dia dengan hamba-Nya.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ
خِدَاجٌ”. ثَلاَثًا غَيْرُ تَمَامٍ، فَقِيلَ لأَبِي هُرَيْرَةَ: إِنَّا
نَكُونُ وَرَاءَ الإِمَامِ؟ فَقَالَ: “اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ”. فإنِّي
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: “قَالَ اللهُ
تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ،
وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ للهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي. وَإِذَا قَالَ:
{الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي.
وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}. قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي
-وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي-. فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}. قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي،
وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ}. قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي
وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Barangsiapa yang shalat lalu tidak membaca Ummul Qur’an (yaitu Al Fatihah), maka shalatnya kurang (tidak sah) -beliau mengulanginya tiga kali-, maksudnya tidak sempurna.”
Maka dikatakan pada Abu Hurairah bahwa kami (para tabi'in) shalat di belakang imam.
Abu Hurairah berkata, “Bacalah Al Fatihah untuk diri kalian sendiri karena aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku.
Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.
Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.
Beliau (shallallaahu 'alaihi wa sallam) berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku.
Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyebah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.”
HR. Muslim dalam Kitab ash-Shalah, 395
.
Seseorang yang saat shalat pikirannya hadir, tahu akan perjalanan
isra’ mi’raj dan apa yang terjadi dalam perjalanan tersebut. Jiwanya ia
tenggelamkan dalam munajat dan dialog -dalam artian hadits di atas-
dengan Allah Yang Maha Agung. Tidak diragukan lagi, pastilah shalatnya
akan khusyuk. Efeknya terhadap kehidupan pun akan besar.
.
.
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
QS. Al 'Ankabut [29]:45
.
Jawaban pertanyaan ketiga:
Mengapa Allah memilih Musa sebagai pemberi saran untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang permasalahan shalat?
.
.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan semua nabi. Ada poin kelebihan
di satu nabi yang tak ada pada nabi yang lain. Dan adapula nabi yang
memiliki sejumlah kelebihan dan keutamaan.
Allah Ta’ala berfirman,
.
Allah Ta’ala berfirman,
.
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ
“Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain).”
QS. Al-Isra' [17]: 55
.
Namun, kalau kita mendalami kisah-kisah Nabi Musa ‘alaihissalam di
dalam Al-Qur'an, kita menangkap sebuah kesan bahwa Allah Ta’ala
mengistimewakan beliau dengan banyak hal. Kita pun merasakan bahwa
beliau adalah seorang yang paling dekat dengan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Bahkan bisa jadi nabi yang paling agung setelah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa mengurangi penghormatan kita dengan
rasul-rasul ulul 'azmi lainnya, Ibrahim, Isa, dan Nuh ‘alaihimussalam.
.
Berikut ini beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa Nabi Musa adalah seseorang yang spesial di sisi Allah Ta’ala:
.
.
Berikut ini beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa Nabi Musa adalah seseorang yang spesial di sisi Allah Ta’ala:
.
Pertama: Nabi Musa adalah satu-satunya nabi -selain Nabi Muhammad-
yang diajak berbicara oleh Allah. Hal itu terjadi di bumi. Allah Ta’ala
berfirman,
.
.
وَكَلَّمَ اللهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
QS. An-Nisa' [4]: 164
.
Peristiwa besar ini bukan hanya sekali terjadi pada diri beliau.
Berkali-kali. Bahkan Allah mengangkat menjadi rasul dengan cara langsung
berdialog dengannya tanpa mengutus Jibril ‘alaihissalam. Allah berfirman:
.
يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاَتِي وَبِكَلاَمِي
“Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan)
kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan
untuk berbicara langsung dengan-Ku.”
QS. Al-A’raf [7]: 144
.
Dan banyak ayat-ayat semisal dalam Al-Qur'an.
.
(Kedua:) Nama beliau (disebut) berulang di dalam Al-Qur'an sebanyak 136 kali. Nama Nabi yang paling banyak disebut didalam kitab suci kita. Kemudian baru Nabi Ibrahim, beliau disebut sebanyak 69 kali. Setelah itu Nabi Nuh, sebanyak 43 kali. Dan setelah itu Nabi Isa, sebanyak 36 kali. 25 dengan lafadz Isa, dan 11 kali dengan lafadz al-Masih. Mereka semua -termasuk Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam- adalah rasul-rasul ulul 'azmi (Raghib as-Sirjani dalam Uswatun lil ‘Alamin, Hal: 256).
.
.
(Kedua:) Nama beliau (disebut) berulang di dalam Al-Qur'an sebanyak 136 kali. Nama Nabi yang paling banyak disebut didalam kitab suci kita. Kemudian baru Nabi Ibrahim, beliau disebut sebanyak 69 kali. Setelah itu Nabi Nuh, sebanyak 43 kali. Dan setelah itu Nabi Isa, sebanyak 36 kali. 25 dengan lafadz Isa, dan 11 kali dengan lafadz al-Masih. Mereka semua -termasuk Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam- adalah rasul-rasul ulul 'azmi (Raghib as-Sirjani dalam Uswatun lil ‘Alamin, Hal: 256).
.
![]() |
Muslims perform noon prayers around the holy Kaaba inside the Grand Mosque in Mecca, Saudi Arabia, Sunday, Dec. 16, 2007. (AP Photo/Hasan Sarbakhshian) |
Jawaban pertanyaan keempat:
Pertanyaan berikutnya adalah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam malu untuk meminta pengurangan jumlah shalat ketika telah
menjadi lima waktu. Tapi beliau tidak bersikap demikian di angka
sebelumnya?
.
.
Hal ini bisa jadi disebabkan beberapa hal:
.
.
Pertama: Jumlah shalat sebanyak lima waktu adalah keputusan akhir
dari Allah Ta’ala sendiri. Karena di dalam hadits kisah isra’ dan
mi’raj, Allah Ta’ala berfirman,
.
.
هِيَ خَمْسٌ، وَهِيَ خَمْسُونَ، لاَ يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ
“Shalat yang lima itu senilai dengan lima puluh. Tidak akan lagi berubah ketetapan-Ku.”
.
Jadi, ini adalah ketetapan final dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia tidak menetapkan putusan akhir ini di jumlah sebelumnya.
.
.
Kedua: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa
Allah Ta’ala melipat-gandakan kebaikan dengan sepuluh kali lipat.
Apabila Allah Ta’ala menetapkan lima puluh waktu pada awalnya, dan
akhirnya menetapkan kewajiban tersebut hanya sebanyak lima waktu, Dia
akan memberikan balasan seperti lima puluh waktu tersebut.
.
.
Ketiga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat dalam
mimpi bahwa ditetapkan untuk beliau dan umatnya shalat sebanyak lima
waktu dalam sehari semalam. Sehingga beliau merasa malu kalau memaksakan
perubahan setelah sebelumnya melihat tanda hal itu dalam mimpinya.
.
.
Hadits tentang mimpi beliau tersebut adalah:
.
.
قال أنس بن مالك رضي الله عنه: فَاحْتَبَسَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُرَدِّدُهُ
مُوسَى إِلَى رَبِّهِ حَتَّى صَارَتْ إِلَى خَمْسِ صَلَوَاتٍ، ثُمَّ
احْتَبَسَهُ مُوسَى عِنْدَ الخَمْسِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ وَاللَّهِ
لَقَدْ رَاوَدْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَوْمِي عَلَى أَدْنَى مِنْ هَذَا
فَضَعُفُوا فَتَرَكُوهُ، فَأُمَّتُكَ أَضْعَفُ أَجْسَادًا وَقُلُوبًا
وَأَبْدَانًا وَأَبْصَارًا وَأَسْمَاعًا؛ فَارْجِعْ فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ
رَبُّكَ. كُلَّ ذَلِكَ يَلْتَفِتُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِلَى
جِبْرِيلَ لِيُشِيرَ عَلَيْهِ، وَلاَ يَكْرَهُ ذَلِكَ جِبْرِيلُ،
فَرَفَعَهُ عِنْدَ الخَامِسَةِ، فَقَالَ: يَا رَبِّ إِنَّ أُمَّتِي
ضُعَفَاءُ أَجْسَادُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ وَأَسْمَاعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ
وَأَبْدَانُهُمْ فَخَفِّفْ عَنَّا. فَقَالَ الجَبَّارُ: يَا مُحَمَّدُ.
قَالَ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. قَالَ: إِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ القَوْلُ
لَدَيَّ، كَمَا فَرَضْتُهُ عَلَيْكَ فِي أُمِّ الكِتَابِ. قَالَ: فَكُلُّ
حَسَنَةٍ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، فَهِيَ خَمْسُونَ فِي أُمِّ الكِتَابِ،
وَهِيَ خَمْسٌ عَلَيْكَ. فَرَجَعَ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: كَيْفَ فَعَلْتَ؟
فَقَالَ: خَفَّفَ عَنَّا، أَعْطَانَا بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ
أَمْثَالِهَا. قَالَ مُوسَى: قَدْ وَاللَّهِ رَاوَدْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ
عَلَى أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ فَتَرَكُوهُ، ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ
فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ أَيْضًا. قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:
يَا مُوسَى، قَدْ وَاللَّهِ اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي مِمَّا اخْتَلَفْتُ
إِلَيْهِ. قَالَ: فَاهْبِطْ بِاسْمِ اللهِ. قَالَ: وَاسْتَيْقَظَ وَهُوَ
فِي مَسْجِدِ الحَرَامِ
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:
“Nabi kembali bertemu Musa dan Musa menahannya, Musa terus-menerus membujuknya agar Nabi menegosiasi ulang kepada Rabbnya, sehingga Allah hanya mewajibkan lima kali shalat sehari-semalam.
Musa kemudian menahannya ketika kewajiban shalat tinggal lima, Musa mengatakan, ‘Hai Muhammad, pernah aku membujuk Bani Israil, kaumku, untuk suatu yang lebih rendah daripada ini namun mereka meninggalkannya, padahal umatmu lebih lemah fisiknya, badannya, hatinya, pandangan dan pendengarannya, maka temuilah kembali Rabbmu agar Dia memberi keringanan.’
Dan atas semua instruksi itu, Nabi menoleh kepada Jibril untuk memberi saran, namun Jibril tidak membenci atas itu semua.
Lantas Jibril kembali membawanya naik untuk kali kelima, lalu Nabi berkata, ‘Ya Rabb, umatku adalah orang-orang lemah fisiknya, hatinya, pendengarannya, pandangannya, dan badannya, maka berilah kami keringanan.’
Allah Yang Maha Jabbar menjawab, ‘Hai Muhammad!‘
Nabi menjawab, ‘Aku penuhi panggilan-Mu.’
Allah meneruskan firman-Nya, ‘Sesungguhnya tidak ada lagi pergantian titah-Ku sebagaimana Aku wajibkan atasmu dalam ummul kitab.’
Allah meneruskan titah-Nya, 'setiap satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya, maka lima kali shalat itu tercatat lima puluh kali dalam ummul kitab, sekalipun hanya dilaksanakan lima kali olehmu.’
Maka Nabi kembali menemui Musa dan Musa bertanya, ‘Apa yang telah kamu lakukan? ‘
Nabi menjawab, ‘Allah betul-betul telah memberi kami keringanan, karena setiap kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya.’
Musa berkata, ‘Demi Allah, aku pernah membujuk Bani Israil untuk yang lebih remeh daripada itu namun mereka meninggalkannya, maka kembalilah kau temui Tuhanmu agar Dia memberi keringanan terhadapmu.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Hai Musa, demi Allah, aku telah malu kepada Tuhanku terhadap protes yang kulakukan terhadap-Nya.’
Musa pun berkata, ‘Baik kalau begitu, silahkan engkau turun dengan nama Allah.’
Maka Nabi bangun (tidur) yang ketika itu beliau di Masjidil Haram.”
HR. al-Bukhari dalam Kitab at-Tauhid, 7079
.
Keempat: Dalam salah satu riwayat disebutkan cara Allah memberi
keringanan dari lima puluh waktu dengan menguranginya lima waktu kemudian
menjadi empat puluh lima.
.
.
فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي.
فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقُلْتُ: حَطَّ عَنِّي
خَمْسًا. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ، فَارْجِعْ إِلَى
رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ. قَالَ: فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ
رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَبَيْنَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ حَتَّى
قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ”. مسلم: كتاب الإيمان، باب الإسراء برسول الله صلى الله عليه
وسلم إلى السماوات وفرض الصلوات، (162).
“Aku kembali kepada Rabku seraya berkata, ‘Wahai Rabb, berilah keringanan kepada umatku’.
Lalu Allah mengurangkan lima waktu shalat dariku.
Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, ‘Allah telah mengurangkan lima waktu shalat dariku’.
Nabi Musa berkata, ‘Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi’.
Beliau bersabda: “Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam.”
HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, 162
.
Setelah itu dikurangi kembali lima waktu hingga menjadi empat puluh.
Sampai akhirnya menjadi lima waktu. Kalau tersisa lima waktu, kemudian
minta dikurangi kembali, sama saja hal ini meminta peniadaan ibadah
shalat.
.
.
Kelima: Permasalahan ini terjadi atas ketetapan Allah Ta’ala. Ketika
Nabi Musa ‘alaihissalam memberi saran, Nabi Muhammad menoleh kepada
Jibril dan Jibril pun menyepakatinya. Sedangkan kita tahu para malaikat
tidak pernah bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Artinya, Allah lah yang
menghendaki hal ini terjadi. Hikmahnya telah kita sebutkan
sebelumnya. Allah ingin menunjukkan sebenarnya betapa ringannya ibadah
shalat yang telah Dia wajibkan.
*****
Sumber: kisahmuslim.com
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin