Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

15 Februari 2017

FILE 352 : Status Benda Terkena Najis yang Sudah Kering

Bismillaahirrohmaanirrohiim            
Walhamdulillaah, 
wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi  wa 'alaa aalihi  wa shahbihi  wa sallam      
Wa ba'du
.....
.
Bekas Najis yang Sudah Kering     
Dijawab oleh:         
Ust. Ammi Nur Baits, حفظه الله تعالى

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz.

Apakah najis cair bisa hilang/terangkat disebabkan sinar matahari maupun angin, seperti kencing bayi yang sedikit di pakaian kita?

Terima kasih atas pencerahannya. 

Dari: Abdillah 


Jawaban: 
Wa’alaikumussalam

Kaidah pokok yang berlaku dalam masalah ini adalah

الحكم يدور مع علته وجوداً وعدماً

Hukum itu bergantung pada ada dan tidaknya ‘illah.

‘illah adalah segala sesuatu yang menyebabkan adanya hukum tertentu. Misalnya, wanita haid dilarang shalat. Adanya hukum ‘dilarang shalat’ karena adanya ‘illah berupa datang bulan. Ketika si wanita telah selesai haid, maka dia kembali wajib shalat, karena ‘illah-nya sudah tidak ada.

Semacam juga berlaku untuk benda suci yang terkena najis. Baju atau kain suci yang terkena najis, statusnya menjadi najis, sehingga tidak boleh digunakan untuk shalat. Adanya hukum kain itu statusnya najis dan tidak boleh digunakan untuk shalat, karena adanya ‘illah berupa benda najis yang melekat di kain itu. Sehingga ketika benda najis itu telah hilang, maka kain itu kembali menjadi suci, karena ‘illah-nya sudah tidak ada.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
.
إذا زالت عين النجاسة بأي مزيل كان، فإن المكان يطهر، لأن النجاسة عينٌ خبيثة، فإذا زالت زال ذلك الوصف وعاد الشيء إلى طهارته، لأن الحكم يدور مع علته وجوداً وعدماً

Apabila barang najis (yang menempel di benda suci) telah hilang dengan apapun caranya, maka benda itu kembali suci. Karena barang najis adalah barang kotor, sehingga ketika barang kotor ini sudah hilang maka sifat kotor pada benda (yang ketempelan najis) tersebut hilang, dan benda itu kembali suci. Karena setiap hukum bergantung kepada ada dan tidaknya ‘illah. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, jilid 11, Bab. Izalah An-Najasah).


Menghilangkan Najis tidak Butuh Amal Tertentu

Perbuatan yang dilakukan manusia, secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi 2:
  1. Melakukan perintah (fi’lul ma’mur)
  2. Menjauhi larangan (ijtinabul mahdzur)
Hilangnya najis, termasuk jenis yang kedua, yaitu menjauhi larangan. Artinya, untuk menghilangkan najis, kita tidak diharuskan melakukan amal tertentu. Selama najis yang menempel di benda suci itu telah hilang, bagaimanapun caranya, maka status benda itu kembali suci. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
.
كَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِى الْمَسْجِدِ فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –  فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ

Dulu anjing-anjing sering kencing dan keluar-masuk masjid pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun mereka (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya) tidak mengguyur kencing anjing tersebut.” (HR. Bukhari 174, Abu Daud 382, dan lainnya).

Pada hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabat menganggap suci semua tanah masjid, padahal bisa jadi ada anjing yang kencing di sana. Namun, mengingat najis itu sudah hilang karena menguap, mereka menghukumi tanah itu tidak najis.

Dalam Aunul Ma’bud (Syarah Sunan Abu Daud) dinyatakan,
.
وَالْحَدِيثُ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ إِذَا أَصَابَتْهَا نَجَاسَةٌ فَجَفَّتْ بِالشَّمْسِ أَوِ الْهَوَاءِ فَذَهَبَ أَثَرُهَا تَطْهُرُ إِذْ عَدَمُ الرَّشِّ يَدُلُّ عَلَى جَفَافِ الْأَرْضِ وَطَهَارَتِهَا

Hadis ini menunjukkan dalil bahwa tanah yang terkena najis, kemudian kering karena terik matahari atau ditiup angin, sehingga bekas najisnya sudah hilang maka tanah itu menjadi suci. Karena tidak diguyur air (pada hadis Ibnu Umar di atas), menunjukkan bahwa tanah itu telah kering, dan kembali suci.

Selanjutnya penulis mengatakan,
.
فَرُوِيَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ أَنَّهُ قَالَ جُفُوفُ الْأَرْضِ طُهُورُهَا

Diriwayatkan dari Abu Qilabah bahwa keringnya tanah, merupakan cara mensucikannya (Aunul Ma’bud, Syarh Abu Daud, 2:31)

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
.
وإزالة النجاسة ليست من باب المأمور به حتى يقال: لابد من فعله، بل هو من باب اجتناب المحظور

“Menghilangkan najis bukanlah termasuk suatu amalan yang diperintahkan, sehingga dikatakan: "harus melakukan amal tertentu untuk menghilangkan najis". Namun, terkait najis, termasuk bentuk menjauhi larangan.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, jilid 11, Bab. Izalah An-Najasah).

Oleh karena itu, jika kencing bayi yang menempel di pakaian anda sudah kering, sehingga dipastikan dengan yakin tidak ada lagi bekas air kencing yang menempel di baju tersebut maka pakaian anda kembali suci. 

Allahu a’lam
.
***** 
Sumber: konsultasisyariah.com 

Baca Juga:
 
Subhanakallohumma wa bihamdihi,  
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika  
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin

11 Februari 2017

FILE 351 : FAIDAH: Berapakah Jarak yang Tidak Boleh Kita Lalui di Depan Orang yang Sedang Sholat?

Bismillaahirrohmaanirrohiim            
Walhamdulillaah, 
wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi  wa 'alaa aalihi  wa shahbihi  wa sallam      
Wa ba'du
.....
.
Berapakah Jarak yang Tidak Boleh Kita Lalui  
di Depan Orang yang Sedang Sholat?     
Diterjemahkan oleh:       
Ust. Musyaffa' Ad Dariny, حفظه الله تعالى
 
“Jarak yang tidak boleh dilalui di depan orang yang sedang shalat, apabila orang yang shalat itu memiliki sutroh (pembatas di depannya), maka diharamkan bagi siapapun untuk berjalan di antara orang yang shalat itu dengan sutroh-nya.

 

Apabila dia tidak ada sutroh-nya, tapi ada alas tempat shalatnya, seperti sajadah yang dia pakai untuk shalat di atasnya, maka sajadah tersebut harus dihormati. Dan tidak boleh bagi siapapun untuk melewati alas tempat shalatnya itu.

Apabila tidak ada alas tempat shalatnya, maka jarak yang diharamkan adalah antara kaki dan tempat sujudnya. Maka tidak ada yang boleh berjalan antara dia dan tempat sujudnya itu”.

[Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rohimahullooh- dalam Majmu’ Fatawa 13/241] 

***** 
Sumber: bbg-alilmu.com 

Artikel Terkait: 
Subhanakallohumma wa bihamdihi,  
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika  
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin