Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

28 Mei 2011

FILE 222 : Pengajian Keliling, Bid'ah-kah ?

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
….

Tanya Jawab
Pengajian Keliling dari Rumah ke Rumah = Bid’ah?

Dijawab Oleh:
Ust. Abu Ammar Abdul Azhim al-Ghoyami
(Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Keluarga Muslim al-Mawaddah)


Pertanyaan:
Assalamualaikum Ustadz,

Apakah mengadakan ta’lim keliling secara rutin dari rumah ke rumah termasuk bid’ah, Ustadz? Mohon penjelasannya ustadz.
Jazakallahu khoiron katsira


Jawaban:
Wa’alaikumussalam, Akhi fillah.

Akhi, masalah seperti ini sudah beberapa kali diajukan ke ana dari beberapa jama’ah pengajian, di beberapa tempat dan daerah yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa hal ini terjadi tidak hanya di satu tepat saja.

Ana katakan, memang benar bahwa suatu ibadah akan menjadi bid’ah di antara sebabnya ialah apabila ibadah tersebut dilakukan dengan mengkhususkan waktu tertentu, tempat tertentu, juga tata cara tertentu yang semuanya tidak dikhususkan oleh syari’at. Namun itu semuanya kaitannya dengan ibadahnya bukan dengan lainnya.

Pada masalah yang disebutkan dalam pertanyaan, apa sesungguhnya hakikat dari ibadah yang ada?

Apakah yang dikategorikan ibadah ialah berkeliling dari rumah ke rumah?

Atau menempati rumah berganti rumah?

Atau menuntut ilmu dari mendengarkan uraian al-Qur’an dan sunnah?

Yang mana dari ketiganya yang merupakan ibadah? Jawabannya ialah yang terakhir, yaitu menuntut ilmu syariat dari al-Qur’an dan sunnah itulah yang merupakan ibadah. Adapun berkeliling dari rumah ke rumah, maupun menempati satu rumah dan rumah lainnya bukan ibadah, namun ia hanya sekedar wasilah, sarana penunjang dalam usaha agar bisa disampaikan dan bisa menuntut ilmu syariat.

Dari sini, apabila seseorang menjadikan berkeliling dari rumah ke rumah adalah ibadah maka ia telah berbuat bid’ah. Begitu juga apabila seseorang menjadikan berdiamnya ia di suatu rumah berganti di rumah lainnya adalah ibadah, maka ia pun telah berbuat bid’ah. Sebab ia telah menetapkan sesuatu yang bukan ibadah dimasukkan ke dalam kategori ibadah.

Dan apabila seseorang menuntut ilmu syariat, ia tetap melakukannya meski harus dengan berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lainnya, sebab ia memahami bahwa menuntut ilmu syariat adalah wajib sebagaimana memang diperintahkan berdasarkan nash ayat al-Qur’an maupun hadits, berarti ialah ibadah, maka ia telah beribadah dan tidak berbuat bid’ah.

Kecuali, apabila di rumah-rumah tersebut diajarkan ilmu-ilmu yang menyimpang dari al-Qur’an dan sunnah, maka ia menjadi majlis menuntut ilmu yang bid’ah. Atau dilakukannya keliling dari rumah ke rumah karena hendak menjauhkan kaum muslimin dari masjid-masjid, seperti yang saat ini telah banyak terjadi, di mana kaum muslimin menjauhi masjid-masjid dan lebih mengutamakan tempat-tempat lainnya, padahal masjid merupakan tempat yang paling utama di permukaan bumi, dan merupakan tempat khusus untuk beribadah, maka ia menjadi bid’ah. Atau apabila dilakukannya pengajian berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya karena ada maksud yang rusak, seperti yang sekarang banyak terjadi berupa menggalang massa untuk melakukan aksi-aksi di bawah tanah, atau untuk menggalang massa pendukung untuk kepentingan partai atau untuk dukungan politik pribadi dan semisalnya maka ia menjadi majlis bid’ah.

Inilah yang bisa ana sampaikan, semoga bermanfaat.  

Waiyyakum khoerol jaza’.

*****

Sumber: salafiyunpad.wordpress.com

Baca Juga:
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

21 Mei 2011

FILE 221 : Jangan Merasa Benar Sendiri

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
….

Jangan Merasa Benar Sendiri

Disusun Oleh:
Ust. Abu Yahya Badrussalam



Banyak orang ketika anda tegur kesalahan yang ia lakukan berkilah dengan mengatakan : "sudahlah, jangan merasa benar sendiri !". Sehingga menjadi pertanyaan pada benak banyak orang, apakah perkataan tersebut berasal dari wahyu ataukah hanya sebatas kilah yang tak beralaskan pada dalil ?

Tentunya hal ini harus kita cermati secara seksama dengan hati yang dingin apakah ada ayat atau hadits atau pendapat para ulama yang mengatakan dengan perkataan tersebut.

Cobalah kita buka surat An-Nisaa [4]: 59

"Artinya : Jika kamu berbeda pendapat tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rosul (assunnah) jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.."

Ayat ini dengan tegas mengatakan bahwa setiap perselisihan wajib dikembalikan kepada Allah dan RosulNya, Allah tidak mengatakan :

"Jika kamu berselisih janganlah kamu merasa benar sendiri, atau kembalikan pada pendapat masing-masing".

Akan tetapi Allah menyuruh untuk mengembalikannya kepada Al Qur'an dan Sunnah, ini menunjukkan bahwa yang benar hanyalah yang berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah.

Para sahabat senantiasa menyalahkan orang-orang yang mereka pandang salah dan tidak pernah di antara mereka yang mengatakan, " Jangan merasa benar sendiri !"

Seperti dalam suatu kisah yang diriwayatkan oleh Al-Lalikai dalam kitab Syarah I'tiqod Ahlissunnah dengan sanad yang shohih dan Ad Darimi dalam Sunan-nya bahwa Ibnu Mas'ud mendatangi suatu kaum yang berdzikir berjama'ah dengan memakai kerikil dan berkata:

"Celaka kamu Umat Muhammad betapa cepatnya kebinasaan kalian ! Apakah kamu merasa di atas millah Muhammad ataukah kamu hendak membuka pintu kesesatan ?"

Kemudian mereka berkata : "Sesungguhnya kami menginginkan kebaikan" .

Beliau berkata : "Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi ia tidak mendapatkannya (karena caranya salah, pen)".

Dalam kisah tersebut tidak dikatakan : Jangan kamu merasa benar sendiri.

Demikian pula para Tabi'in. Disebutkan dalam kisah yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya, Abdurrozaq, Ad Darimi dan Ibnu Nashr bahwa Sa'id bin Musayyib melihat seorang laki-laki sholat setelah terbit fajar lebih dari dua roka'at lalu Sa'id melarangnya, kemudian orang itu berkata :

"Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan mengadzab saya gara-gara sholat ?

Beliau (Sa'id bin Al Musayyib) menjawab "Tidak, tapi Allah akan mengadzabmu karena menyalahi sunnah".

Tidak pula dikatakan padanya : Jangan merasa benar sendiri.

Demikian pula Tabi'ut Tabi'in dan para ulama setelahnya. Senantiasa mereka membantah pendapat yang mereka pandang lemah atau salah tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan "Jangan merasa benar sendiri".

Disebutkan dalam kisah yang shohih bahwa Imam Asy Syafi'i mendebat Imam Ahmad dalam masalah hukum orang yang meninggalkan sholat, dimana Imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang meninggalkan sholat kafir murtad dari agama Islam sedangkan Imam Asy Syafi'i tidak mengkafirkannya, tapi Imam Asy Syafi'i tidak pernah mengatakan : "Jangan merasa benar sendiri"

Tapi yang dikatakan oleh Imam Asy Syafi'i adalah : "Tidaklah aku berdialog dengan seorangpun kecuali aku berkata : Ya Allah alirkanlah kebenaran pada lisan dan hatinya, jika kebenaran itu bersamaku,ia mau mengikutiku dan jika kebenaran itu ada padanya, aku akan mengikutinya".

Mereka juga menulis kitab-kitab bantahan terhadap bid'ah dan kesesatan, Imam Ahmad menulis kitab Ar Rodd alal Jahmiyyah (bantahan terhadap Jahmiyyah), Abu Dawud punya kitab Ar Rodd 'alal Qodariyyah (bantahan terhadap Al Qodariyyah), Ad Darimi menulis kitab Roddu Utsman Ad Darimi 'ala Bisyir Al Marisi Adl Dlooll (bantahan Utsman Ad Darimi terhadap Bisyir Al Marisi yang sesat) dan banyak lagi kitab-kitab bantahan lainnya.

Tidak ada satupun diantara mereka yang berkata : "Jangan merasa benar sendiri".

Coba anda renungkan perkataan Abu Isma'il Abdullah bin Muhammad Al Anshori "Pedang dihadapkan kepadaku sebanyak lima kali bukan untuk menyuruhku agar keluar dari keyakinanku, akan tetapi dikatakan kepadaku : "Diamlah dari orang yang menyelisihimu !!" Aku tetap menjawab "Aku tidak akan pernah diam .."

Merasa benar adalah fitrah manusia, buktinya jika engkau bertanya kepada orang yang mengatakan "Jangan merasa benar sendiri" : "Apakah anda merasa benar dengan perkataan tersebut ?" tentu ia akan berkata : "Ya". Dia sendiri merasa benar sendiri dengan pendapat tersebut lalu ia melarang orang lain merasa benar sendiri, jelas ini kontradiktif yang fatal.

Meluruskan Pemahaman

Sebagian orang ada yang berdalil dengan sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Janganlah kamu sholat kecuali di Bani Quroidzoh". Kemudian di tengah jalan masuk waktu 'Ashar, maka sebagian mereka berkata "Kita sholat disana". Sebagian lagi berkata : "Kita sholat di jalan, beliau tidak bermaksud demikian". Lalu disebutkan hal itu kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tapi beliau tidak mencela seorangpun dari mereka.

Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (7/409-410) berkata, "Berdalil dengan kisah ini untuk mengatakan bahwa setiap mujtahid itu benar adalah pendalilan yang tidak jelas. Hadist ini hanya menunjukkan bahwa beliau tidak mencela orang yang memberikan kesungguhan untuk berijtihad".

Hal ini menunjukkan kepada dua perkara:

Pertama : Pendapat yang mengatakan bahwa setiap mujtahid itu benar adalah pendapat yang bathil, karena Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dalam hadist ijtihad (yaitu hadits: "Apabila Hakim berijtihad kemudian benar maka ia mendapat dua pahala dan apabila salah maka ia mendapatkan satu pahala"). Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam hanya menyebutkan benar atau salah tidak mengatakan bahwa dua-duanya benar.

Kedua : Bahwa perkara ini khusus para mujtahid, adapun bila telah nyata bahwa mujtahid itu salah dalam ijtihadnya maka haram kita mengikuti kesalahannya tersebut.

Sebagian lagi ada yang berhujjah dengan hadits : "Perselisihan umatku adalah rahmat".

Padahal hadist ini dinyatakan oleh para ahli hadits sebagai hadits yang tidak ada asal usulnya. lihat Silsilah Dlo'ifah (I/76-85). Ibnu Hazm berkata : "Ini adalah perkataan yang sangat rusak, sebab jika perselisihan itu rahmat berarti persatuannya adalah adzab. Jelas ini tidak akan di katakan oleh seorang muslim pun, karena tidak ada kecuali berselisih atau bersatu." (Al Ihkamul fi Ushulil Fiqih 4/64).

Bahkan secara akal pun pernyataan bahwa ikhtilaf (perselisihan) adalah rahmat adalah bathil. Ssebab kita semua tahu bahwa tujuan musyawarah adalah untuk mencari mufakat. Bila perselisihan itu rahmat, maka seharusnya musyawarah tujuannya adalah supaya berselisih karena ia adalah rahmat. Dan ini jelas batil bagi orang yang berakal.

Sebagian lagi ada yang berkata :"Sudahlah selama itu masih di perselisihkan oleh para ulama tidak perlu kita merasa benar sendiri". Sehingga perselisihan ulama dijadikan hujjah untuk membolehkan pendapatnya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh kita untuk mencari pendapat yang lebih dekat kepada Al Qur'an dan As sunnah.

Pendapat ini telah disanggah oleh para ulama di antaranya adalah Imam Ibnu Abdil Barr, beliau berkata "Perselisihan ulama bukan hujjah menurut seluruh para ulama yang kami ketahui" (Jami'ul Bayan 2/229)

Al Khaththabi berkata : "Ikhtilaf ulama bukan hujjah tapi menjelaskan sunnah adalah hujjah dari zaman dahulu sampai sekarang". (A'lamul Hadits 3/2092).

Ibnu Taimiyah berkata, "Tidak boleh seorang pun berhujjah dengan pendapat seseorang dalam perkara yang masih diperselisihkan, karena hujjah itu hanyalah nash, ijma' dan dalil yang diambil dari keduanya, bukan diambil dari pendapat ulama. Karena pendapat ulama dijadikan hujjah bila sesuai dengan dalil syari'at dan tidak boleh dijadikan hujjah untuk menolak dalil syari'at". (Majmu' Fatawa 26/202-203).

Demikian pula para ulama ushul fiqih telah membahas suatu bab ilmu ushul fiqih yang bernama Bab Tarjih yaitu tata cara memilih pendapat yang paling kuat. Bila sebatas perselisihan ulama dapat dijadikan alasan tentulah pembahasan masalah tarjih tidak akan ada manfaatnya.

Bahkan berhujjah dengan perselisihan para ulama pada zaman sekarang digunakan oleh aliran sesat yang bernama JIL (Jaringan Islam Liberal) dimana mereka selalu membawakan pendapat ulama yang sesuai dengan seleranya. Hal ini menunjukkan bahwa berhujjah dengan perselisihan ulama adalah membuka pintu bagi orang-orang sesat untuk berkilah dan membenarkan pendapatnya.

Sungguh benar perkataan seorang ulama salaf : "Barang siapa yang mencari-cari rukhsoh para ulama ia akan menjadi zindiq".

Jadi merasa benar dengan pendapatnya yang jelas dalilnya, lebih-lebih bila didukung oleh ijma' ulama, adalah sebuah keharusan. Sedangkan merasa benar dengan kesesatan adalah kesalahan fatal. Adapun dalam perkara ijtihadi yang tidak ada dalilnya yang gamblang maka kita ikuti yang paling kuat dalilnya tanpa menyesatkan yang lainnya.

Wallahu alam.

Rujukan:
  • Zajrul Matahawin
  • Ilmu Ushul Bida',
  • Majmu Fatawa dll. 

*****

Sumber: muslim.multiply.com

Link Terkait:
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

14 Mei 2011

FILE 220 : Yang Muda, Yang Bertaqwa

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
….

Jagalah Masa Mudamu

Disusun Oleh:
Abu Zakaria Sutrisno


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya 
 
Sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya para pemuda  yang telah mengisi lembaran hidupnya dengan prestasi gemilang,  sehingga mulia di hadapan Allah dan juga mulia di hadapan manusia. Mereka diantaranya seperti Ibrahim, Yusuf, Musa ‘alaihimus salam serta ashaabul kahfi sebagaimana kisah mereka telah disebut dalam al Qur’an. 

Allah berfirman tentang ashaabul kahfi,


إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَداً

"(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS. Al- Kahfi [18]: 10)

Begitu juga di permulaan lembaran sejarah Islam, yang tak kosong dari catatan kehidupan pemuda-pemuda pilihan, sebut saja Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu (duta Rasulullah pertama di Madinah), Abu Ubaidah bin Al Jarrah radhiyallahu ‘anhu (orang kepercayaan umat ini) dan yang lainnya.



Sebelum Engkau Menyesal

Banyak hadist dari Rasulullah yang menunjukan betapa pentingnya masa muda. Di antaranya adalah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya),


"Gunakanlah lima perkara sebelum terjadi lima perkara: Masa mudamu sebelum tiba masa tuamu, masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu, masa lapangmu sebelum tiba masa sibukmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu dan masa hidupmu sebelum tiba masa ajalmu 1"

Masa muda adalah masa yang penuh dengan berbagai warna bagi setiap anak manusia. Masa transisi dimana seorang pemuda berusaha  mencari jati dirinya. Dan juga merupakan masa keemasan bagi setiap orang untuk mengukir prestasi dalam lembaran hidupnya. Namun disayangkan, tak sedikit juga yang telah menghancurkan hidupnya dengan menyia-nyiakan masa tersebut, kehilangan jati dirinya di masa muda dan berujung  penyesalan di masa tua.

Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair,


ألا ليت الشباب يعود يوماً *** فأخبره بما فعل المشيب

Sekali-kali tidak, andaikata masa muda itu berulang barang satu hari saja
Akan aku beritahukan penyesalan orang-orang (tua) yang telah beruban 2


 
Jangan hanya berangan

Masa muda, perahu untuk menuju kesuksesan di hari tua. Jangan engkau sia-siakan! Dan jangan pula hanya engkau isi dengan angan-angan kosong! Berangan untuk selalu hidup bahagia tanpa perjuangan, sebagaimana perkataan sebagian orang “kecil manja-manja, muda foya-foya , tua kaya-raya, mati masuk surga”!??

Setiap kesuksesan memiliki jalan untuk mencapainya. Jika engkau ingin cerdas maka rajinlah belajar, jika engkau ingin kaya maka rajinlah berkerja, jika engkau ingin masuk surga maka tempuhlah jalannya. Sangat aneh jika seseorang ingin sukses tetapi tidak mengempuh jalannya atau malah menempuh jalan sebaliknya. Alangkah indahnya untaian sya’ir imam asy Syafii rahimahullah dalam diwannya,

تَبْغي النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ طَرِيقَتَهَا ** إنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ
Engkau menghendaki kesuksesan namun engkau tidak menempuh jalannya.. 
Sesungguhnya perahu tidak berjalan di atas padang pasir 3
 

Jagalah masa mudamu

Jagalah masa mudamu, karena engkau akan ditanya tentangnya. Engkau akan ditanya tentang setiap hal yang telah engkau kerjakan di masa muda, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,

لا تزول قدم العبد فى يوم القيامة حتى تسئل عن اربع عن عمره فيم افناه وعن شبابه فيم ابلاه وعن ماله من اين اكتسبه وفيم انفقه وعن علمه ماذا عمل به
   
"Takkan bergeser kedua kaki manusia pada hari kiamat sampai selesai ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskan; tentang masa mudanya, untuk apa dipergunakan; tentang hartanya, dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang sudah diperbuat dengannya. 4"


Jagalah masa mudamu dengan berhias ibadah kepada-Nya

Saudaraku, jangan tertipu dengan banyaknya pemuda yang tenggelam dalam syahwat dunia di zaman kita ini. Hiasilah dirimu dengan ibadah kepada Tuhanmu. Apakah engkau tidak ingin menjadi salah satu orang yang mendapat naungan dari Allah di hari kiamat kelak? Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّه

"Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah Ta’ala pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah ...5"

 
Isilah masa mudamu dengan mencari ilmu
 
Selain amal shalih, sebaik-baik bekal yang harus dipersiapkan seorang pemuda adalah ilmu. Karena ilmulah yang akan menerangi kehidupan seseorang. Ilmu akan mengantarkan seseorang kepada pemahaman yang benar terhadap agamanya . Dimana kepahaman terhadap agama merupakan salah satu tanda kebaikan pada seseorang, sebagaimana Rasulullah bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْن
 
“Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, Maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.”6
 
Hendaknya kita isi masa muda kita dengan mencari ilmu. Jangan sampai kita sibuk dengan hal lain yang melalaikan dari ilmu. Jangan sampai juga kita putus asa karena merasa berat menuntut ilmu, semua butuh perjuangan. Tidak heran jika al Imam asy Syafi’i rahimahullah sampai mengatakan,

مَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً          تَجَرَّعَ ذُلُّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
وَ مَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ         فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ
 
Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar
Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya
Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda
Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat 7

 

Jagalah waktumu karena ia tidak akan berulang
 
Waktu, salah satu ni’mat yang dianggap sepele dan sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia khususnya para pemuda. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

“Ada dua ni’mat yang dilalaikan oleh manusia, manusia tertipu dengan nikmat tersebut: yaitu nikmat sehat dan waktu kosong.” 8

Jangan sampai kita hanya menghabiskan waktu kita hanya untuk hal-hal yang sia-sia seperti menonton bola, kongkow-kongkow, dan perbuatan sia-sia lainnya. Isilah waktu-waktu yang kita miliki untuk belajar, untuk menghafalkan Al-Qur’an dan hadist, untuk berdakwah dan hal-hal lainnya yang bermanfaat.


Semoga bermanfaat, Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah serta keluarga dan sahabatnya.

Selesai ditulis di Riyadh, 5 Rabi’ul Awwal 1432 H (8 Februari 2011)
Abu Zakariya Sutrisno

 
Maraji’:
[1].  HR. Al-Hakim, Baihaqi, Ibnu Abiddunya, Ibnul-Mubarrak
[2].  Sya’ir ini disebutkan dalam kitab Tuhfatus Saniyah bi Syarhil Muqadimah aj Jurumiyah (cet. Makt.Hira’ hal 83)
[3].  Lihat dalam diwan imam asy Syafi’i bagian kumpulan qosidah yang diakhiri huruf syin (س).
Adapun lafadz dalam diwan abu Athahiyah :
ترجو النجاة و لم تسلك مسالكها *** إن السفينة لا تجري على اليبس
[4].  HR. At-Tirmidzi no.2417, dan beliau berkata: “hadits hasan shahih”, dan diriwayatkan dari shahabat Abu Barzah Nadhlah bin ‘Ubaid Al-Aslami, dan dikeluarkan Al-Khathib dalam kitab Iqtidha’ Al-Ilmi wal Amal. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi 2417, beliau juga berkata dalam Ash-Shahih Al-Jami’ hadits no. 7300: “shahih”, dan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah hadits no. 946
[5].  HR. Bukhari: no. 1432 dan Muslim no. 1031
[6].  Diriwatkan oleh sahabat Muawiyah, Muttafaqun ‘alaihi. Bukhari no.71 dan Shahih Muslim no.1037 
[7].  Diwan al Imam asy Syafi’i
[8].  HR. al-Hakim yang telah dishahihkan Syaikh al-Albani dalam kitab Al-Jami’

*****

Sumber: ukhuwahislamiah.com

Baca Juga:
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

07 Mei 2011

FILE 219 : Panggilan "Ummi" untuk Istri

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
….

Suami Memanggil Istri dengan Panggilan "Ummi"

Disusun Oleh:
Ust. Ad Dariny

Bismillaah… walhamdulillah… was sholaatu was salaamu alaa rosuulillaah… wa alaa aalihii wa shohbihii wa maw waalaah…
 
Berikut ini adalah fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin tentang masalah di atas, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi penulis  dan pembacanya:


السؤال: هل يجوز للرجل أن يقول لزوجته يا أختي بقصد المحبة فقط , أو يا أمي بقصد المحبة فقط

فأجاب: نعم , يجوز له أن يقول لها يا أختي, أو يا أمي, وما أشبه ذلك من الكلمات التي توجب المودة والمحبة, وإن كان بعض أهل العلم كره أن يخاطب الرجل زوجته بمثل هذه العبارات, ولكن لا وجه للكراهة, وذلك لأن الأعمال بالنيات, وهذا الرجل لم ينو بهذه الكلمات أنها أخته بالتحريم والمحرمية, وإنما أراد أن يتودد إليها ويتحبب إليها, وكل شيء يكون سبباً للمودة بين الزوجين, سواء كان من الزوج أو الزوجة فإنه أمر مطلوب

Pertanyaan: Bolehkan suami memanggil isterinya “Ya Ukhti” (wahai saudariku) atau “Ya Ummi” (wahai ibuku) karena dorongan kecintaan saja?

Beliau menjawab: Ya, dibolehkan bagi suami untuk memanggil isterinya dengan panggilan “Ya Ukhti”, atau “Ya Ummi“, atau panggilan-panggilan lain yang dapat mendatangkan rasa sayang dan cinta.

Walaupun sebagian ulama me-makruh-kan bila seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan-panggilan yg seperti ini, namun hukum makruh ini tidaklah tepat, karena setiap amalan itu tergantung niatnya, dan orang ini tidaklah meniatkan dengan panggilan-panggilan itu, bahwa istrinya adalah saudarinya yg diharamkan atau mahrom-nya. Tidak lain ia hanya bermaksud menampakkan rasa sayang dan cintanya, dan setiap sesuatu yang menjadikan/mendatangkan rasa sayang antara dua mempelai, baik dilakukan oleh suami atau istri, maka hal itu adalah sesuatu yg dianjurkan.

(Sumber: Fatawa Nurun Alad Darb hal: 19)

Dalam kitabnya Syarhul Mumti’, beliau juga mengatakan:

فإذا قال: يا أمي تعالي، أصلحي الغداء فليس بظهار، لكن ذكر الفقهاء -رحمهم الله- أنه يكره للرجل أن ينادي زوجته باسم محارمه، فلا يقول: يا أختي، يا أمي، يا بنتي، وما أشبه ذلك، وقولهم ليس بصواب؛ لأن المعنى معلوم أنه أراد الكرامة، فهذا ليس فيه شيء، بل هذا من العبارات التي توجب المودة والمحبة والألفة.

Jika seorang suami mengatakan kepada isterinya: “ya Ummi! Kemarilah, siapkan makan siang”, ini bukanlah “zhihar“.

Namun para ahli fikih -rohimahumulloh- menyebutkan bahwa: di-makruh-kan bagi seorang suami memanggil isterinya dg sebutan mahrom-mahromnya, sehingga tidak boleh baginya memanggil istrinya: “ya Ukhti”, “ya ummi“, “ya binti”, dan yang semisalnya. Perkataan mereka ini tidaklah benar, karena makna dari panggilan itu sudah maklum, bahwa si suami bermaksud memuliakan istrinya, maka ini tidaklah mengapa, bahkan panggilan-panggilan seperti ini dapat mendatangkan rasa sayang, cinta, dan keakraban.

(Sumber: Syarhul Mumti’ 13/236)

Sekian, wa subhanakalloohumma wa bihamdika, asyhadu allaa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaiik…

*****

.
Artikel Terkait :
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin