Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

15 Juli 2009

FILE 122 : Obrolan Siang tentang Zakat Profesi

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

........

.

13:16

D : Assalamualaykum...

mau tanya lagi...

13:17.

gi sibuk ga’?

S : Wa'alaykumussalaam warohmatullohi wa barokaatuh.

ga ...

D : hmmm....

maaf tetap bahas soal yang kemaren masalah zakat..

13:18.

S : yup..

D : zakat selain zakat fitrah tu syarat kelaurinnya apa?.

keluarin...

maksudnya...

S : zakat itu yang aku tahu ada 2

zakat fitrah dan zakat maal.

13:19

kalo zakat fitroh insyaAlloh sudah tahu ya.

D : yups..

S : klo zakat maal itu banyak jenis dan rinciannya.

D : zakat mal..

hmm.

jelaskan mengenai zakat mal apa saja?

13:20.

S : Antara lain aja ya ...

D : jenisnya apa n syaratnya?.

S : wah panjang

Misal ada zakat hewan ternak.

meliputi unta, sapi/kerbau, dan kambing/domba

masing2 ada nishabnya sendiri.

13:21

D : oke...

syarat umum zakat mal aja?

S : yang pokok sampai nishab dan sampai haulnya (1 thn).

lalu ada zakat tanaman dan buah2an

13:22.

D : n berarti zakat ternak , pertanian merupakan bagian dari zakat mal ya..

S : yup.

zakat emas dan perak

kemudian zakat pertambangan

13:23.

zakat barang temuan

ada juga zakat tijaroh (perdagangan), tapi masih ada khilaf di antara para 'ulama' soal wajib tidaknya.

D : yups..

13:24.

alhamdulillah aq dah ngerti bab itu..

yang penting dari zakat maal..

harus memenuhi nishab n haul..

S : yup.

juga jenis barang yang dizakati tidak boleh sembarangan

13:25.

misal zakat tebu

itu ga ada.

13:26

D : hmm.

13:27.

berarti zakat mal itu merupakan intinya sedangan zakat ternak,emas dll merupakan anak intinya..

betul g?.

13:29

gimana????.

S : apanya ...

13:30.

D : zakat ternak,emas dll merupakan bagian dari zakat mal...betul g?

13:31.

S : ya

D : gini soalnya kemaren pas itu pulang kan....

aq bahas ma fulan bab zakat profesi...

13:32.

dy udah ikut zakat profesi...

n ada seniorq di kos...

yang umurnya sudah lumayan tuk jadi bapak..

bilang mengenai zakat profesi....

S : he-eh

13:33.

D : katanya..

zakat profesi dimunculkan oleh kesepakatan para ulama...

yang sebelumnya berpikir mengenai zakat pertanian...

13:34.

katanya seorang petani yang mengalami masa panen dikenakan zakat pertanian...

S : iya...

D : terus para ulama mengqiyaskan dengan jaman sekarang...

13:35.

n membandingkan dengan harta petani,..

menurutnya masak petani yang penghasilannya aja g cukup...n hasil panennya yang mungkin aja sedikit,...

tetap dikenakan zakat,..

13:36.

masak kita yang PNS,dokter yang gajinya lumayan gede

tidak dikenakan zakat..*)

nah atas dasar itu sebagian ulama membolehkan adanya zakat profesi n ada sebagian yang tidak...

13:37

terus anggapan atau pertimbangan menurutmu ulama yang membolehkan zakat profesi gimana?.

13:38

apakah termasuk bid’ah...

???

S : sebelumnya kita tinjau dulu masalah zakat pertanian tadi.

khusus zakat pertanian, tidak disyaratkan adanya haul (1 tahun), tapi harus dibayarkan setiap kali panen

13:39.

D : trus..

13:40.

lho kok ga dilanjut..

S : dalilnya di QS. An-An'am ayat 141.

13:41

D : yups...

S : "...dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya."

kemudian di samping itu masih ada nishab lho.

jadi kalo hasil panennya kurang dari nishab ya gak kena kewajiban zakat

13:42.

naahh, nishab zakat pertanian ini ga ada penjelasannya dalam Al-Qur'an, tapi dalam hadits

D : hadist apa bos?.

S : Jadi tidaklah benar kalo ".. menurutnya masak petani yang penghasilannya aja g cukup...n hasil panennya yang mungkin aja sedikit,.. tetap dikenakan zakat,.."

13:43.

kalo panennya sedikit (tidak sampai nishab), ya nggak kena zakat lah

jangan lupa yang kena kewajiban ini petani/pemilik ladangnya, bukan buruhnya.

haditsnya aku lupa periwayatnya

tapi batasannya 5 wasaq (sekitar 700 kg).

13:44

D : alhamdulillah udah ngerti sekarang....

soalnya kemaren aq kayak dipojokan ma senior q itu..

n fulan mengiyakan n allan juga,....

13:45

S : ya iyalah, dia khan membela ideologi/pemahamannya.

sedang allan sama fulan keliatannya belum begitu paham masalah zakat dalam Islam

D : hhmmm...

13:46

terus masalah kesepakatan ulama tentang pemberlakuan zakat profesi yang disandingkan dengan petani apa bid’ah?.

13:47

S : bisa jatuh ke dalam bid'ah jika menyandarkannya kepada agama.

D : sip..

sependapat...

13:48

S : kalo 'ulama' yang menyatakan ttg zakat profesi itu, hakikat pembayarannya seperti yang aku jelasin kemarin.

D : tolong ulangi?

aq lupa?.

S : yaitu kalo ada sisa gajinya yang ditabung tiap bulan lalu sampai nishabnya, maka setelah setahun harus dikeluarkan zakatnya

13:49.

hal itu karena mereka mengqiyaskan uang dengan emas dan perak

kalo zaman dulu khan alat pembayaran itu emas (dinar) dan perak (dirham).

13:50

kalo zaman sekarang, uang merupakan alat pembayaran pengganti emas dan perak (yang dijadikan jaminan oleh bank yang menyebarkan uang seperti BI).

makanya jatuhnya dia seperti zakat emas dan perak (yakni harta kekayaan yang disimpan)

di sinilah maka Islam sangat menganjurkan agar uang itu diputar.

13:51

agar tidak habis termakan zakat.

diputar maksudnya dijadikan modal usaha dll, tidak disimpan saja

13:52.

D : sip..

kemaren aq juga dipojokkan...

katanya zakat profesi itu tidak ada nishabnya..

S : gpp, aku juga pernah merasakan seperti itu kok.

D : jadi dipotong 2,5%

13:53.

perbulan untuk tiap penghasilan..

hmm....

S : tahu nggak, besaran 2,5% itu dari mana ?

D : ga tahu?.

13:54

S : kalo dari penjelasanku tadi, karena uang tabungan itu diqiyaskan dengan emas dan perak, maka besaran zakatnya juga sesuai emas dan perak.

yaitu 2,5%

Kalo sesuai pernyataannya tadi "...zakat profesi itu tidak ada nishabnya...".

13:55

Terus netapin 2,5% dasarnya apa, coba ?.

kenapa ga 5% atau 10% (spt zakat pertanian yang diqiyaskannya tadi)

D : yups...

sependapat..

13:56.

sayangnya 2 temanq mengiyakan...

S : kalo mengqiyaskan hukum, maka hukum2 yang berkaitan dengan hal yang diqiyaskan tersebut jadi sama.

mungkin karena mereka belum paham

13:57.

yang sabar aja

D : alhamdulillah...

kemaren abis senior yang dianggap oleh allan n fulan lebih banyak ilmunya..

pergi...

aq bilang ke fulan..

bahwa sesuatu hukum itu ada dasarnya...

13:58

terus apabila kita mengkaitkan sesuatu...

menurut ato sesuai akal..

itu adalah bid’ah...

karena kita udah punya pegangan Al Qur’an,hadits, ijma’,qiyas..

13:59.

S : agak melenceng

karena qiyas itu juga pakai akal lho.

D : eh iya...

tapi akal yang menjurus kan...

kalo ini enggak...

masak dy bilang petani aja dikenakan zakat....

14:00

masak kita yang penghasilannya gede g dikenakan zakat....

khususnya zakat profesi..

S : cuma qiyas itu dipakai umumnya kalo ada hal2 baru/modern.

14:01

sekarang coba lihat, pada zaman Rosul ada nggak pembagian2 profesi itu.

sudah ada khan

ada yang jadi tabib (dokter), tukang besi, nelayan, dll.

14:02

terus di zaman Khulafaur Rasyidin sudah ada gubernur, pegawai pemerintahan juga.

pernahkah ada riwayat mereka dikenakan zakat terhadap "PENGHASILAN" mereka ?

14:03.

D : yups...

14:04.

makanya itu yang aq sesali kenapa kok dibandingkan dengan petani mengenai zakat profesi

.

.......

.

*) Menarik untuk membandingkan ungkapan ini dengan apa yang ditulis oleh Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah, Kitab Zakat. Dalam buku Panduan Zakat Menurut Al-Qur’an dan as-Sunnah (Terjemahan Fiqh Sunnah, Kitab Zakat) penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Bogor cet. I (Ramadhan 1426/Oktober 2005) hal. 62 dinyatakan

‘….Al-Atsram meriwayatkan bahwa pegawai ‘Umar menulis surat kepada ‘Umar untuk meminta kejelasan tentang kebun yang di dalamnya terdapat buah persik dan delima yang hasilnya jauh berkali – kali lipat lebih banyak dibandingkan buah anggur (yang dikenakan zakat pertanian –ed). Lalu ‘Umar pun menjawab,”Tidak ada kewajiban sepersepuluh (zakat) padanya. Semua itu hanya termasuk pohon besar yang berduri.”’ Selesai.

Bagaimana kiranya bila kelak qiyas seperti ini melebar sehingga mewajibkan pada perhiasan mutiara, intan, berlian (dan logam mulia lainnya) lantaran membandingkannya dengan emas dan perak ?

Sementara dari buku yang sama hal. 47 dinyatakan bahwa

‘…Para ‘ulama’ SEPAKAT tentang tidak adanya kewajiban zakat atas intan, mutiara, permata, dan batu mulia lainnya, kecuali jika dimaksudkan untuk perniagaan, maka dikenakan zakat atasnya (yaitu zakat barang perniagaan –ed).’ Selesai

Link Terkait:

.

Silahkan Disimak Juga :

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

12 Juli 2009

FILE 121 : At-Tatswieb dalam Adzan

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

…… .

Al Tatswieb dalam Adzan

Oleh:

Ustadz Kholid Syamhudi

.

Permasalahan Al tatswieb bukanlah masalah asing bagi kaum muslimin, karena setiap adzan shubuh mereka mendengarkannya. Namun banyak tata cara dan hukum yang dirasa belum banyak yang mengetahuinya. Oleh karena itu, perlu sekali dijabarkan permasalahan ini agar kita dapat mengamalkannya sesuai dengan syariat Islam.

.

Pengertian Al Tatswieb

Al Tatswieb dalam bahasa Arab berasal dari kata (ثاب ) yang berarti kembali dan ada yang menyatakan dari kata (ثوب) jika memberi isyarat dengan pakaiannya setelah selesai memberitahu orang lain.[1] Sehingga kata Al tatswieb menurut etimologi bahasa Arab bermakna mengulangi pengumuman setelah pengumuman dan digunakan untuk menyebut ucapan muadzin Al Sholatu Khoirun Minan Naum (الصلاة خير من النوم) pada adzan sholat shubuh setelah ucapan hayya ‘Ala Al falaah dua kali..

Namun dalam penggunaannya kata Al Tatswieb ini digunakan untuk tiga perkara:

  1. ucapan muadzin dalam sholat shubuh Al Sholatu Koirum minan Naum (الصلاة خير من النوم), inilah yang difahami banyak orang. Demikianlah disampaikan imam Al Khothaabi: Orang umum tidak mengenal Al Tatswieb kecuali ucapan Muadzin : الصلاة خير من النوم
  2. iqamat, berdasarkan hadits Rasululloh Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam yang berbunyi:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى

Sesungguhnya Rasululloh Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda: Jika dikumandangkan adzan untuk sholat, maka Syeitan lari dan ia memiliki suara kentut sampai ia tidak mendengar adzan. Jika selesai adzan maka ia datang kembali sampai jika diiqamatkan untuk sholat maka ia akan lari lagi sehingga selesai Al tatswieb (iqamat), maka ia datang kembali sehingga membisikkan (mengganggu) antara seseorang dengan hatinya, syeitan menyatakan: Ingatlah ini dan itu, untuk sesuatu yang belum pernah ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang itu berada dalam keadaan tidak tahu jumlah rakaat sholatnya.[2]

Al Haafidz Ibnu Hajar menyatakan: Mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Al Tatswieb dalam hadits ini adalah Iqamat, inilah yang ditegaskan oleh Abu ‘Awanah dalam Shohihnya, Al Khothabi dan Al Baihaqi. Imam Al Qurthubi menyatakan: kalimat (ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ) bermakna jika diiqamatkan dan asalnya ia mengulang sesuatu yang menyerupai adzan dan setiap orang yang mengulang-ulang suaranya dinamakan (dalam bahasa Arab) Mutsawwib ( مُثَوِّبٌ )b [3]

3. ucapan muadzin antara adzan dan iqamat :

” حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ .

Ini merupakan istilah khusus dalam madzhab Abu Hanifah dan amalan ini adalah amalan yang tidak ada dasarnya. Bahkan Ibnu Umar menganggapnya satu kebid’ahan, sebagaimana diriwayatkan Al Tirmidzi dalam Sunannya..

Imam Al Tirmidzi menyatakan: Para ulama berselisih pendapat tentang tafsir Al Tatswieb, sebagian mereka menyatakan Al Tatswieb adalah ucapan dalam adzan subuh (الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ), inilah pendapat Ibnu Al Mubarak dan imam Ahmad. Sedang imam Ishaaq menyatakan tentang Al Tatswieb yang lain, beliau menyatakan: Al tatswieb yang dilarang adalah yang diada-adakan orang setelah masa nabi Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam, yaitu jika muadzin telah selesai beradzan maka ia diam sebentar menunggu orang-orang dengan membacakan antara dan iqamat:

حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ .

Imam Al Tirmidzi berkata: Apa yang disampaikan imam Ishaaq tersebut adalah Al tatswieb yang dilarang para ulama dan diada-adakan orang setelah masa Nabi Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam sedangkan tafsir Ibnu Al Mubarak dan Ahmad bahwa Al Tatswieb adalah ucapan muadzin dalam sholat subuh الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ adalah pendapat yang benar dan dinamakan juga Al Tatswieb. Inilah yang dirojihkan (dikuatkan) para ulama. [4]

Namun yang akan diutarakan dalam pembahasan kita kali ini adalah makna yang pertama yaitu ucapan Muadzin Al Sholatu Khoirun Minan Naum (الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ) pada adzan sholat shubuh setelah ucapan hayya ‘Ala Al falaah dua kali

.

Hukum dan Pensyariatannya

Al Tatswieb disyariatkan dengan dasar hadits Abul Mahdzurah yang berbunyi:.

فَإِنْ كَانَ صَلَاةُ الصُّبْحِ قُلْتَ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

"Jika sholat subuh aku mengucapkan الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

(HR Abu Daud no. 501, An Nasa’I (2/7-8) dan Ahmad 3/408 dan dishohihkan Al Albani dalam Takhrij Al Misykah no. 645).

dengan dasar hadits ini mayoritas ulama menghukumi Al Tatswieb sebagai sunnah untuk adzan subuh. [5]

Penulis kitab Shohih Fiqh Al Sunnah menyatakan: Al Tatswieb dalam adzan Fajar telah diriwayatkan dari hadits Bilal, Sa’ad Al Qartz, Abu Hurairoh, Ibnu Umar, Na’im Al Nahaam, A’isyah, Abu Al Mahdzurah, namun dalam sanad-sanadnya ada kelemahan dan yang terbaik dari semuanya adalah tiga riwayat terakhir dan ia dengan keseluruhannya telah menunjukkan pensyariatan Al Tatswieb dalam adzan fajar.[6]

.

Al Tatswieb di luar adzan subuh

Dipaparkan diatas pensyariatan dan hukum Al Tatswieb dalam adzan subuh, namun di sana ada sebagian ulama madzhab hanafiyah dan syafi’iyah yang membolehkan Al Tatswieb di waktu isya’, mereka berdalih karena waktu isya adalah waktu lalai dan tidur seperti shubuh dan sebagian ulama madzhab syafi’iyah bahkan memperbolehkannya dalam semua waktu sholat. Ini adalah satu kebid’ahan yang menyelisihi sunnah. Ibnu Umar telah mengingkarinya sebagaimana dalam riwayat Mujahid, beliau berkata:.

كُنْتُ مَعَ ابْنِ عُمَرَ فَثَوَّبَ رَجُلٌ فِي الظُّهْرِ أَوْ الْعَصْرِ قَالَ اخْرُجْ بِنَا فَإِنَّ هَذِهِ بِدْعَةٌ

.

Aku dahulu bersama Ibnu Umar, lalu ada seorang bertatswieb pada sholat dzuhur atau Ashar, maka beliau berkata: Mari kita keluar, karena ini adalah kebid’ahan. (HR Abu Daud dan dihasankan Syeikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 236) [7]

Demikian juga Al Tirmidzi membawakan riwayat dari imam Mujahid, ia berkata :

.

دَخَلْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ مَسْجِدًا وَقَدْ أُذِّنَ فِيهِ وَنَحْنُ نُرِيدُ أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِ فَثَوَّبَ الْمُؤَذِّنُ فَخَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مِنْ الْمَسْجِدِ وَقَالَ اخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِ هَذَا الْمُبْتَدِعِ وَلَمْ يُصَلِّ فِيهِ

Aku bersama Abdulah bin Umar masuk satu masjid yang telah dikumandangkan adzan padanya dan kami ingin sholat disana, lalu muadzin melakukan At tatswieb. Kemudian Ibnu Umar keluar dari masjid dan berkata: marilah kita keluar dari mubtadi’ ini dan tidak sholat di masjid tersebut.

Imam Al Tirmidzi mengomentari riwayat ini: Abdullah bin Umar melarang Al Tatswieb yang diada-adakan orang setelah nabi Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam.[8]

.

Waktu diucapkan Al Tatswieb

.

Adapun waktu diucapkannya, ada dua pendapat ulama tentang masalah ini, apakah diucapkan pada adzan awal sebelum waktu subuh ataukan adzan kedua yang dilakukan pada waktu subuh?

a. Pendapat pertama menyatakan bahwa Al Tatswieb dilakukan pada adzan pertama yang ada sebelum adzan masuk waktu subuh dengan dasar hadits ibnu Umar yang berbunyi:.

كَانَ ابْنُ عُمَرَ فِيْ الأَذَانِ الأَوَلِ بَعْدَ الْفَلاَحِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ مَرَّتَيْنِ

Ibnu Umar dahulu berkata pada adzan awal setelah Al Falaah : الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ dua kali.[9]

Dan lafadz hadits Abu Al Mahdzurah yang berbunyi:

وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ

dan jika kamu beradzan diawal dari subuh, maka katakanlah الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ k [10]

Dalam lafadz lainnya:.

فِي الْأُولَى مِنْ الصُّبْحِ

Pada yang pertama dari subuh.[11]

Inilah pendapat yang dirojihkan Al Albani. Beliau menyatakan : « Al Tatswieb disyariatkan hanya di adzan awal subuh yang dikumandangkan sebelum masuk waktu sekitar seperempat jam, dengan dasar hadits Ibnu Umar yang berbunyi :.

كَانَ فِيْ الأَذَانِ الأَوَلِ بَعْدَ الْفَلاَحِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ مَرَّتَيْنِ

dahulu berkata pada adzan awal setelah Al Falaah : الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ dua kali.

Diriwayatkan Al Baihaqi (1/423) dan demikian juga Al Thohawi dalam Syarhu Al Ma’ani (1/82) dan sanadnya hasan, sebagaimana disampaikan Al Haafidz.

Sedangkan hadits Abu Al Mahdzurah mutlak mencakup dua adzan, namun adzan yang kedua bukan yang dimaksudkan, karena ada yang mengikatnya dalam riwayat lainnya dengan lafadz :.

وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ

dan jika kamu beradzan di awal dari subuh, maka katakanlah الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ.

Diriwayatkan oleh Abu Daud, Al Nasaa’i, At Thohawi dan lainnya dan ia sudah ada dalam kitab Shohih Abu Daud no. 510-516. sehingga haditsnya ini mendukung hadits Ibnu Umar. Oleh karena itu Al Shon’ani berkata dalam kitab Subul Al Salaam (1/167-168) setelah menyampaikan lafadz Al Nasaa’i: Dalam hadits ini ada taqyiid (pengikat) terhadap riwayat yang mutlak. Ibnu Ruslaan berkta: Ibnu Khuzaimah menshohihkan riwayat ini. Ia berkata: Pensyariatan Al Tatswieb hanyalah di adzan pertama fajar, karena untuk membangunkan orang yang tidur, sedangkan adzan kedua, maka untuk pemberitahuan masuk waktu dan mengajak sholat.

Saya berkata (Al Albani): berdasarkan hal ini, maka kata الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ tidak termasuk lafadz adzan yang disyariatkan untuk mengajak orang sholat dan memberitahu masuknya waktu sholat, akan tetapi ia termasuk lafadz yang disyariatkan untuk membangunkan orang tidur»[12]. Kemudian Syeikh Al Albani juga berkata: imam At Thohawi berkata setelah menyampaikan hadits Abu Al Mahdzurah dan Ibnu Umar diatas yang tegas menunjukkan bahwa Al Tatswieb ada pada adzan pertama: Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad Rahimahumuullah.[13]

b. Adapun Pendapat kedua menyatakan Al Tatswieb dilakukan pada adzan subuh yaitu adzan kedua, berdalil dengan hadits-hadits yang tidak memberikan batasan pada adzan awal dan membawa hadits-hadits yang ada penentuan diadzan pertama kepada makna adzan pertama untuk menentukan masuknya waktu subuh, karena Rasulullah menyatakan:.

بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ

Antara dua adzan ada sholat sunnah..

Inilah yang dirojihkan Komite Tetap untuk penelitian Islam dan Fatwa negara Saudi Arabia (Lajnah Daimah Lil Buhuts Islamiyah wa Al Ifta) [14] dan Syeikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin.

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata: sebagian orang dizaman sekarang telah salah dalam memahami bahwa yang diinginkan dengan adzan yang ada pelafadzan dua kalimat ini adalah adzan sebelum fajar. Syubhat mereka dalam hal ini adalah adanya sebagian lafadz hadits yang berbunyi:.

وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ

. dan jika kamu beradzan diawal dari subuh, maka katakanlah الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ. .

Mereka menganggap bahwa Al Tatswieb hanyalah ada pada adzan yang dikumandangkan di akhir malam dan menyatakan bahwa Al Tatswieb dalam adzan pada waktu masuk subuh adalah kebid’ahan. Maka kami menjawab bahwa Rasululloh Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam menyatakan:

وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ لصَلاَةِ الصُّبْح

Beliau menyatakan: لصَلاَةِ الصُّبْح dan sudah dimaklumi bahwa adzan yang ada di akhir malam bukan untuk sholat subuh, namun ia sebagaimana dikatakan Nabi Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam :.

لِيُوقِظَ النَائِمَ وَ يَرْجِعَ القَائِم

Untuk membangunkan orang yang tidur dan mengembalikan orang yang bangun (untuk istirahat mempersiapkan diri).
Sedangkan sholat subuh tidak diadzankan kecuali setelah terbit fajar subuh, kalau diadzankan sebelum terbit fajar subuh maka adzannya tidak sah dengan dasar sabda Rasululloh

Jika sholat sudah datang maka hendaklah salah seorang kalian beradzan untuk kalian
Sudah jelas bahwa sholat tidak datang kecuali setelah masuk waktu.

Tinggal permasalahan pada lafadz hadits:

وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ

Maka kami jawab: hal ini tidak masalah, karena adzan dalam bahasa Arab bermakna pemberitahuan, demikian juga iqamah adalah pemberitahuan. Oleh karena itu Nabi Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam berkata:

بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ

Antara dua adzan ada sholat sunnah
dan yang dimaksud dengan dua adzan ini adalah adzan dan iqamat dan dalam shohih Al Bukhori ada pernyataan: “Dan Utsman menambah adzan ketiga dalam sholat jum’at”. padahal sudah jelas sekali bahwa jum’at hanya ada dua adzan dan satu iqamah dan ia menamakannya adzan ketiga. Dengan demikian hilangkan permasalahannya, sehingga Al Tatswieb dilakukan pada adzan sholat subuh.[15]

.

Bagaimana pendapat yang rojih:

Penulis kitab Shohih Fiqhu Al Sunnah menyatakan:

Hadits-hadits yang telah disampaikan terdahulu, diantaranya ada yang menyebutkan Al Tatswieb tanpa penentuan waktunya apakah diadzan pertama atau kedua dan diantaranya ada yang menjelaskan bahwa ia di adzan pertama. Namun tidak ada satupun hadits yang menegaskan bahwa ia dilakukan di adzan kedua..

Hal ini menunjukkan pensyariatan Al Tatswieb ada di adzan pertama, karena untuk membangunkan orang yang bangun- sebagaimana terdahulu-. Sedangkan adzan kedua untuk memberitahu masuknya waktu dan mengajak sholat.

Juga sudah dimaklumi bahwa Nabi Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam memiliki dua muadzin untuk sholat fajar, salah satunya Bilal -dan Al Tatswieb juga ada riwayat darinya- dan kedua Ibnu Umi Maktum. Bilal-lah yang beradzan adzan awal dan tidak ada satu riwayat yang menyatakan Ibnu Umi Maktum melakukan Al Tatswieb.[16]

.

Bagaimana menjawab Al Tatswieb

Bila seorang mendengar Al Tatswieb maka disyariatkan membalas dengan mengucapkan kalimat:.

الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ

berdasarkan keumuman hadits Abu Sa’id Al Khudri yang berbunyi:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

Sesungguhnya Rasululloh Shollalohu 'alayhi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda:"Jika kalian mendengar adzan maka jawablah seperti yang disampaikan Muadzin". (Muttafaqun Alaihi)..

Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.[17]

.

Foot Note :

[1] Fahul Bari, Ibnu Hajar, Al Maktabah Al Salafiyah, tanpa cetakan dan tahun, 2/85

[2] HR Al Bukhori, kitab Al Adzan, bab Fadhlu Al Ta’dzien. lihat Fathul Bari op.cit 2/84-85

[3] Fathul Bari op.cit 2/85

[4] Sunan Al Tirmidzi , Tahqiq Ahmad Syakir 1/380-381

[5] lihat Al Majmu’ 3/92 dan Al Mughni 1/407

[6] Shohih Fiqh Al Sunnah, Abu Maalik Kamaal bin Al Sayyid Saalim, tanpa cetakan dan tahun, Al Maktabah Al Taufiqiyyah, Mesir. 1/283

[7] lihat Irwa’ Al Gholil, Syeikh Al Albani, Al Maktab Al Islami 1/254

[8] Sunan Al Tirmidzi , Tahqiq Ahmad Syakir 1/381

[9] hadits mauquf diriwayatkan Al Baihaqi dan dihasankan Al Albani dalam Tamamul Minnah 1/146.

[10] HR Ahmad 3/408-409, Abu Daud Bab Kaifa Al Adzan no. 501, Al Nasaa’i Bab Al Adzan Fi Al Safar 2/7, Abdurrazaaq dalam Al Mushonnaf no.1821, Ibnu Abi Syaibah 1/204, Ibnu Huzaimah no. 385, Ibnu Hibban dalam shohihnya no. 1673, Al Daraquthni 1/234 dan Al Baihaqi 1/422 diringkas dari takhrij pentahqiq kitab Al Syarhu Al Mumti’, lihat 2/56.

[11] Lihat Shohih Al Fiqhu Al Sunnah op.cit 1/ 283

[12] semua dinukil dari Tamamul Minnah 146-147.

[13] Ibid 148.

[14] lihat Fatawa Lajnah Al Daimah 1/59-61 soal no. 1396 dan 2678.

[15] Syarhu Al Mumti’ 2/ 56-57

[16] Shohih Fiqhu Al Sunnah 1/284.

[17] Lihat Al Syarhu Al Mumti’ 2/84 dan Shohih Fiqhu Al Sunnah 1/286.

*****

Sumber: ustadzkholid.wordpress.com

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin