Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

25 April 2009

FILE 107 : Al-Qur'an Diturunkan dalam Tujuh Huruf

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
…… .
Qira’ah Sab’ah
.
Pengertian Qira'ah

Menurut istilah, Qira'ah berarti madzhab dalam membaca Al-Quran dari para imam Qurra' yang masing-masing memiliki perbedaan dalam pengucapan ayat-ayat Al-Quranul Karim, tetapi semuanya bersandar kepada sanad-sanad yang sampai kepada Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam.

.
Jumlah dan Macam-macam Qira'ah.

Qira'ah yang mutawatir adalah Qira'ah Sab'ah (Tujuh) yang termasyhur. Qira'ah yang mutawatir itu disampaikan kepada kita dari para Qurra' yang huffadz. Mereka terkenal dengan hafalan, kekuatan ingatan dan kejujurannya. Mereka menukil qira'at para Shahabat radhiyallahu 'anhum yang mendengarkan langsung ayat-ayat Al-Quran dari Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam.

Imam-imam Qira'ah Sab'ah (Tujuh Qurra') yang termasyhur itu adalah :.
  1. Ibnu Amir (21 – 118 Hijriyah)
  2. Ibnu Katsir (45 – 120 Hijriyah).
  3. 'Ashim (… – 128 Hijriyah)
  4. Abu 'Amr (68 – 154 Hijriyah).
  5. Nafi' (70 – 169 Hijriyah)
  6. Hamzah (80 – 156 Hijriyah).
  7. Al-Kisa'i (119 – 189 Hijriyah)
Adapun qira'ah (bacaan Al-Quran) yang lazim digunakan oleh mayoritas ummat islam (terutama di Indonesia) adalah qira'ah yang diriwayatkan oleh Imam Hafash dari 'Ashim salah seorang dari imam Qira'ah Sab'ah..

Hafash adalah Abu Umar Hafsh bin Sulaiman bin Al-Mughirah Al-Bazzaz. Lahir tahun 90 Hijriyah dan wafat tahun 180 Hijriyah. Beliau adalah seorang yang 'alim dan yang paling tahu tentang qira'at 'Ashim. Beliau belajar Al-Quran dari 'Ashim lima ayat-lima ayat seperti cara belajarnya anak kecil.

'Ashim adalah Abu Bakar 'Ashim bin Abi An-Najudi Al-Kufi bin Bahdalah. Wafat di akhir tahun 128 Hijriyah. Beliau adalah seorang yang fasih bahasanya, ahli dan tekun dalam menulis Al-Quran dan tajwid, serta memiliki suara yang sangat merdu. Beliau belajar qira'at kepada Abu Abdur-Rahman Abdullah bin Habib As-Sulami. Abu Abdur-Rahman belajar Al-Quran kepada para Shahabat radhiyallahu 'anhum yaitu 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud dan Zaid bin Tsabit.

.
Silsilah riwayat Qira'ah Imam Hafash

Rasulullah Shollallohu ‘Alayhi Wa ‘Alaa Aalihi Wa Sallam => Generasi Shahabat : 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud & Zaid bin Tsabit => Generasi Tabi'in : Abu Abdur-Rahman bin Habib As-Sulami => Generasi Tabi'ut Tabi'in : 'Ashim => Hafsh bin Sulaiman.

.
Khatimah/Penutup.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab "Shahih"-nya, bahwa 'Umar bin Khattab Rodliyallohu ‘anhu berkata : Aku mendengar Hisyam bin Hakim sedang membaca surat Al-Furqan. Kuperhatikan bacaannya, dan kudapati ia membaca dengan dialek (atau susunan huruf-huruf) yang tak pernah dibacakan Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam kepadaku. Hampir saja aku melompat ke arahnya yang sedang shalat, tapi aku bisa menahan diri sampai ia mengucapkan salam.

Aku tarik dan kuikat ia dengan selendangnya, dan aku tanya : "Siapa yang mengajarimu surah yang aku dengar tadi?".

Hisyam menjawab : "Rasulullah!"

Aku berkata : "Kamu berdusta! Rasul mengajarkan kepadaku tidak seperti yang kau baca.".

Lalu aku membawanya menghadap Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam dan kukatakan kepada beliau : "Aku telah mendengar orang ini membaca surah Al-Furqan dengan huruf (yakni bacaan) yang belum pernah Anda ajarkan kepadaku."

Rasul menjawab : "Lepaskan dia!"

Kemudian Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam berkata kepadanya : "Bacalah surah itu, hai Hisyam!"
.
Hisyam-pun membaca dengan bacaan yang aku dengar tadi. Lalu Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam bersabda : "Memang demikian ayat itu diturunkan."

Kemudian beliau berkata kepadaku : "Bacalah surah itu hai Umar!".

Akupun membaca (seperti yang diajarkan Rasul), dan Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam kemudian bersabda : "Demikianlah ayat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan dalam tujuh huruf (tujuh cara bacaan), maka bacalah dengan cara yang kau anggap mudah!"
.
Maraji' :
- At-Tibyan fi 'Ulumil Qur'an (terjemahan), Syaikh Muhammad 'Ali Ash-Shabuni.
- Ilmu Qiroatil Qur'an Imam Hafash, M. Abdurrahman HR.
.
Sumber: Artikel dari Abul Mufarrid dalam Milis As-Sunnah
.
Link Terkait:

Tambahan Penting: (update 16 September 2022)

Faidah dari Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat hafidhahullaah, yang disampaikan dalam kajian rutin Shahih Bukhari tanggal 8 Muharram 1444 H (6 Agustus 2022), bahwa Qira'ah Sab'ah berbeda dengan "Al-Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf"

Pada awalnya, Al-Qur'an itu diturunkan dalam tujuh huruf (lughah/bahasa) dengan tujuan untuk memudahkan bangsa Arab di masa itu untuk menerima/memahami Al-Qur'an. Selanjutnya ketika bangsa 'ajam (non-Arab) semakin banyak yang memeluk Islam pada masa 'Utsman bin 'Affan radliyallahu 'anhu, Al-Qur'an disatukan menjadi satu huruf (yaitu huruf/lughah Quraisy) sedangkan enam huruf (lughah) lainnya dihilangkan karena sudah tidak dibutuhkan. 

Sehingga yang tersisa saat ini hanyalah tujuh cara membaca (qira'ah sab'ah), sedangkan huruf-hurufnya sama. Misalnya مُخْلَصِيْن  dalam QS. Yusuf (12): 24, bisa juga dibaca "mukhlisiin".

Selesai.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

16 April 2009

FILE 106 : Mengapa Saya Tidak Suka ESQ Way ?

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

.

Sekitar setengah tahun yang lalu (Oktober 2008), di tempat saya bekerja diselenggarakan pelatihan ESQ gratis untuk semua pegawai. Maksudnya semua biaya pelatihan dibebankan kepada kantor. Kebetulan saya tidak mengikuti acara pelatihan tersebut.

Beberapa hari kemudian, atasan saya di kantor tersebut menegur saya dan menanyakan: Mengapa saya tidak mengikuti pelatihan ESQ tersebut. Pada waktu itu, saya tidak memberikan jawaban kecuali bahwa saya tidak menyukai pelatihan tersebut..

Atasan saya tersebut dengan nada setengah jengkel menanyakan alasan mengapa saya tidak menyukai ESQ, karena menurutnya pelatihan tersebut bagus untuk membentuk pegawai dan sayang kalau dilewatkan.

Yah, pada akhirnya saya menemukan juga artikel yang [mungkin] bisa merepresentasikan alasan, kenapa saya TIDAK MENYUKAI Pelatihan ESQ tersebut (walaupun agak terlambat).

Bagi ikhwan sekalian, mungkin artikel di bawah ini dan link berikut (dalam Bahasa Malaysia, termasuk beritanya) bisa membantu.

*****

.

ESQ DALAM CATATAN

Krisis multi dimensi yang menimpa bangsa tercinta, bangsa Indonesia yang belum kunjung reda, dan bahkan makin melilit kuat menjerat rakyat kecil tanpa ada rasa belas kasih, serta membuat angka kemiskinan anak bangsa makin membesar, adalah akibat ulah tangan para pengelola yang tidak bertanggung-jawab. Keseimbangan yang merupakan ciri khas hukum penciptaan Allah diobrak-abrik oleh para pengelola bangsa yang buta mata hatinya..

Berbagai upaya dilakukan oleh berbagai komponen bangsa, baik secara kolektif, krusial dan rumit.

Di antara sekian upaya yang dilakukan itu adalah apa yang dilakukan oleh Ary Ginanjar Agustian dengan ESQ Model-nya yang fenomenal. ESQ Model ini sudah tidak asing bagi masyarakat kita, bahkan buku monumental Ary yang berjudul "Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual" sudah terjual lebih dari 150.000 eksemplar dan sudah dicetak lebih dari 20 kali!.

Banyak sisi kebaikan yang terdapat di dalam ESQ Model ini, di antaranya adalah:

  1. Menumbuhkan kesadaran akan eksistensi para peserta di muka bumi ini sebagai Khalifah (wakil Allah).
  2. ESQ mampu menggugah nurani para peserta training dan mengenalkan wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka, kebesaran, keagungan, keperkasaan dan kemaha pemurahan-Nya.
  3. ESQ mampu menghidupkan kembali cahaya nurani para peserta training yang selama ini padam.
  4. ESQ mampu mengasah spiritualitas para peserta training yang selama ini merasa hati (spiritualitas)nya kering kerontang.

Namun, di balik berbagai kebaikan yang terdapat pada ESQ Model, terdapat pula sisi negatifnya, bahkan boleh dikata sudah menyangkut permasalahan yang sangat prinsip..

Di antara sisi negatif yang harus segera dihindari itu adalah sebagai berikut:

1. Ary Ginanjar yang mencetuskan model ESQ Training ini tidak mau mengatakan kalau ESQ Model yang diasuhnya adalah lembaga da`wah atau sebagai kegiatan da`wah, padahal training yang diselenggarakan tidak lepas dari ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa alihi wa sallam, bahkan ada kutipan-kutipan perkataan shahabat nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa alihi wa sallam. Kenyataan ini ternyata berlawanan dengan yang tertera di dalam buku saku ESQ Model yang dibagikan kepada peserta secara gratis, sebagai berikut " Tiada hari tanpa da`wah" yang kemudian dikutip pula ayat al-Qur'an 125 dari Surah al-Nahl..

Di sela-sela trainingnya di hadapan para peserta dan pada saat emosi dan spritual para peserta tersentuh Ary mengatakan 'ini bukan sekedar training!'. Ia ucapkan lebih dari sekali.

Namun hal ini tidak masalah, apakah ESQ Model itu disebut lembaga da`wah atau bukan, akan tetapi jujur itu lebih baik ! Atau memang ada sesuatu hal yang terselubung di balik ESQ Model ini. Wallahu a`lam..

2. Setiap suasana emosi dan ektasi, dzikir dan do`a selalu diiringi dengan lantunan musik lembut, dengan maksud agar bisa mencapai pada titik alpha, tutur Ary. Bahkan dentuman suara musik yang selalu mengawali acara training pun sampai membuat jantung terasa sakit, sehingga tidak mungkin acara-acara seperti ini diselenggarakan di masjid-masjid. Ia memang pantas kalau diselenggarakan di hotel-hotel (?) Cara-cara seperti ini merupakan kebiasaan dan sunnah kaum nasrani yang kita dilarang oleh Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa alihi wa sallam mengikutinya.

Dalam kaedah ushul disebutkan: tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara..

3. Bershalawat sambil nyanyi pun dilakukan, bahkan Haddad Alawi yang berfaham Syi'ah yang sangat anti bershalawat kepada para shahabat Nabi menjadi bintang tamu. Dalam shalawatnya Alawi tidak pernah menyebut para shahabat Nabi Rodliyallohu ‘anhum jamii'an.

4. Shalawat sambil menyanyi pun dianggap sebagai pengamalan terhadap perintah bershalawat kepada nabi yang tertera di dalam surah al-Ahzab..

5. Shalawat kepada nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa alihi wa sallam itu artinya memohon kepada Allah, berdo`a kepada- Nya agar rahmat, kedudukan yang mulia di sisi- Nya dianugerahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa alihi wa sallam. Oleh karena shalawat adalah do`a, maka do`a harus dilakukan sebagaimana do`a lainnya, bukan dengan bernyanyi.....! Para sahabat Nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa alihi wa sallam , para tabi`in dan para pemuka imam Madzhab yang empat yang sudah tidak diragukan kecintaan mereka kepada nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa alihi wa sallam tidak pernah bershalawat dengan cara bernyanyi.

6. Nuansa sufistik pun sangat kental dalam training ESQ ini, dzikir Lâ ilâha illalloh bersama sambil geleng-geleng kepala dengan suara nyaring pun dilakukan dan dipimpin oleh Ary sendiri..

7. Tafsir batiniy terhadap rukun iman dan rukun Islam pun sangat kental, terutama dalam menafsirkan surat al-Fatihah dan ritual haji, sebagaimana akan disebutkan di bawah.

8. Ketika peserta sudah berada dalam kondisi tersentuh spiritualitasnya mereka disuruh sujud dan minta ampun dan ada juga yang bertakbir histeris. Sujud apa ini ? Tidak jelas...... Sehabis sujud kadang diselingi dengan teriyakan yel-yel ESQ, Mars ESQ atau senam aerobic atau lainnya..

9. Untuk menambah suasana histeris, petugas menghampiri peserta yang histeris menangis dan memperdengarkannya kepada khalayak melalui pengeras suara! Harus seperti inikah melatih dan mengasah ESQ para peserta ?

10. Tafsir sufi (batiniy, isyaariy) terhadap surah al-Fatihah pun terjadi, seperti ihdinas shirâthal mustaqîm (Ihdinâs dengan H besar), yang harus dibunyikan dari dalam perut diartikan "menunjukkan kesungguhan dalam beraksi" dan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya diartikan secara paksa agar sesuai dengan jiwa managemen perusahaan..

11. Demikian pula tafsir terhadap ritual haji. Bahkan tiga hari pertama dari training terkesan diartikan sebagai prosesi wuquf, yang dalam ESQ training berwujud ZMP, sedangkan hari keempat sebagai prosesi thawaf dan sa`i. Thawaf dan Sa`i diartikan sebagai simbol kerja keras (total action).

Yang lebih nyeleneh lagi adalah pada hari keempat ada simulasi sa`i dan thawaf yang tidak hanya sekedar simulasi, melainkan benar-benar harus dirasakan seperti melontar jumroh, sa`i dan thawaf di Ka`bah yang harus dilakukan dengan ikhlas dan dengan niat yang sebenarnya. Melontar diartikan membuang sifat-sifat buruk yang ada pada diri, dan yang dilempari pun adalah gambar makhluq yang menyeramkan (syetan) yang telah disediakan panitia, berikut batu kerikil imitasinya. Sa`i dan thawaf diartikan sebagai simbol kerja keras (total action). Seusai Sa`i di tempat training, maka peserta harus melakukan thawaf di tempat yang sama dengan mengelilingi Ka`bah buatan. Ini benar-benar ajaran sufi yang menyimpang..

12. Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallami tidak pernah mengajarkan hal-hal seperti itu kepada para shahabatnya. Bahkan, Umar bin Khatthab Rodliyallohu ‘anhu (yang selalu mendapat ilham) pada saat melaksanakan ibadah haji di masa ke-Khalifah-annya tidak pernah mempunyai pehaman seperti itu. Malah saat beliau akan mengecup Hajar Aswad beliau berkata:”Hai Hajar Aswad, aku tahu bahwa kamu tidak bisa memberi menfaat dan tidak pula dapat mendatangkan mudarat. Kalau saja bukan karena aku telah melihat Rasulullah mengecupmu niscaya aku tidak akan mengecupmu.”

13. Sebelum mereka melakukan ibadah haji pun sudah "total action", bahkan mengerahkan semua kemampuan dalam beramal dengan semangat ikhlas dan ihsan sudah mereka sadari sebagai tuntutan tauhid dan ketulusan mengabdi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jauh sebelum mereka mengenal ibadah haji..

14. Dengan empat hari itu terkesan bahwa ajaran Islam sudah lengkap dan sempurna, maka ayat 3 suarah al-Ma'idah pun dibacakan sebagai tanda sempurnanya ajarannya. Dengan demikian ESQ Training mengesankan bahwa Islam ala ESQ itulah cerminan Islam sejati. Kesan ini pun lebih nampak lagi dengan dibuatnya kartu alumni bagi para peserta yang telah mengikuti training selama 4 hari, yang dengan kartu itu peserta dapat mengechas kembali iman mereka, sekalipun beberapa alumni sedang 'ngechas' yang kami wawancarai mengatakan "kami tidak menangis seperti waktu dulu saat training, karena tidak ada yang baru lagi bagi kami".

15. Bagi Ary, sumber utama kebenaran adalah suara hati. Kebenaran 'Suara hati' bagi Ary di atas kebenaran al-Qur'an dan hadits Nabi Shollallohu ‘Alayhi Wa ‘Alaa Aalihi Wa Sallam. Berikut ungkapnya: "Pergunakanlah suara hati anda yang terdalam sebagai sumber kebenaran, ....." Lebih lanjut ia mengatakan: " ...., dan ayat-ayat Al Qur'an sebagai dasar berpijak (legitimasi). Dan yang terpenting adalah legitimasi suara hati anda sendiri, sebagai nara sumber kebenaran sejati" (Lihat: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Hal. LIV)..

Suara hati dalam bahasa kaum sufi sering disebut dengan Dzauq (rasa hati) yang pada prinsipnya sama, yaitu sumber kebenaran sejati. Maka tidak heran kalau dari mulut mereka kita dengar ungkapan "haddatsaii robbii `an nafsii" (Tuhan ku menginformasikan kepada ku melalui jiwaku). Juga ungkapan: "kalian belajar kepada orang yang sudah mati, sedangkan kami belajar langsung kepada Yang Maha Hidup".

16. Keyakinan Ary yang lebih rancu dan sangat berbahaya lagi adalah ungkapannya bahwa Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alayhi Wa ‘Alaa Aalihi Wa Sallam dalam kepribadiannya sebagai Rasul yang sekaligus sebagai pemimpin abadi sangat mengandalkan logika dan suara hati. Berikut ungkapannya: "Itulah tanda bahwa Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alayhi Wa ‘Alaa Aalihi Wa Sallam merupakan nabi penutup, atau yang terakhir, yang begitu mengandalkan logika dan suara hati, ......." (Lihat buku Rahasia Sukses .... ESQ, hal. 100)..

Padahal kita kaum muslimin meyakini bahwa Nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam selalu bersandar kepada wahyu ilahi yang diturunkan melaui Jibril. Wahyu ilahi bukan suara hati!

17. Bisakah Ary membedakan mana suara Tuhan dan mana suara syetan! Saya khawatir akan muncul Mirza Ghulam Ahmad abad 21 dan Lia Aminuddin baru lagi ! Apa lagi Ary mulai dan sering mengutarakan hal- hal ganjil, seperti melihat cahaya yang ia yakini Allah, dan merasa ada hantaman angin di wajahnya sehabis memberikan materi trainingnya, yang ia yakini hembusan angin malaikat ! Subhanallah!!

18. Misteri Graha 165. Adalah graha yang dirancang untuk pusat Training ESQ. Setelah uji kelayakan tanah, ternyata tanah ini serupa kwalitasnya dengan tanah di Mekkah, maka Graha ESQ merupakan satu-satunya bangunan pencakar langit di Ibu kota yang dibangun tidak menggunakan pondasi pancang. Hal ini dianggap sebagai 'karomah' bagi Ary dan ESQ-nya. Sampel tanahnya pun dibuat cindera mata yang dipersembahkan kepada salah seorang tokoh di antar peserta training..

Graha ini pun dalam rencananya dilengkapi dengan satu ruang semedi (pertapaan) khusus bagi para alumni ESQ yang terletak di paling puncak bangunan. Ia bukan mushalla dan bukan juga masjid, sebab mushalla sudah di sediakan di lantai bawah. Hal ini diungkapkan oleh Ary sendiri pada saat mengenalkan program pembangunan Graha 165 guna mendapatkan dukungan dana dari para peserta.

Dalam Islam tidak ada semedi atau pertapaan. Bahkan, apa yang pernah dilakukan Nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam di gua Hira' sebelum diangkat menjadi Nabi, beliau tidak pernah menganjurkannya kepada ummatnya dan tidak pernah pula dilakukan oleh seorang pun di antara shahabatnya. Islam hanya mengajarkan i`tikaf yang hanya bisa dilakukan di masjid-masjid..

19. Ayat-ayat al-Qur'an sering diartikan tidak pada tempat atau maksud yang sesungguhnya, hal ini banyak terdapat di dalam buku monumentalnya. Seperti ayat Q.S 40 Surat al-Mu'minun, ayat 17, "Hari ini setiap orang mendapat balasan menurut usahanya. Hari ini tiada kezaliman. Allah sungguh cepat membuat perhitungan". Ary jadikan ayat ini sebagai legitimasi terhadap hadiah yang diberikan kepada seorang karyawan berinisial "DS" oleh atasannya yang di luar dugaan sebelumnya, karena telah melakukan suatu pekerjaan tanpa mengharapkan sesuatu apapun. (Lihat kisahnya pada halaman 52 dari buku ESQ). Padahal ayat di atas berkenaan dengan pembalasan Allah di hari akhirat kelak, yaitu pada yaumul hisab.

20. ESQ Model yang dicetus oleh Ary nampaknya menganut faham pluralisme agama. Hal itu tampak dari ungkapan salah seorang Prof. UI yang menjadi salah satu petinggi ESQ dalam sambutannya pada acara penutupan training. Bahkan, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat yang menganut faham pluralis pun digandeng dan ditetapkan sebagai salah satu anggota sidangredaksi Majalah Nebula-nya ESQ yang dipimpin oleh Ary. Faham pluralisme agama sudah difatwakan haram oleh majlis Ulama Indonesia tahun lalu, bahkan para ulama-ulama Islam sebelumnya menegaskan bahwa orang yang meyakini agama selain Islam benar adalah murtad..

21. Bagi para peserta yang selama ini belum pernah menangis karena takut kepada Allah, dan belum pernah merenungkan ayat-ayat al-Qur'an dan ayat-ayat kauniyah, ESQ Training adalah segala-galanya. Bahkan akan berkesimpulan "ESQ Training" adalah jalan hidupnya. Dan bagi yang sudah pergi haji bersama group "ESQ Training" pun akan timbul rasa bahwa tidak sempurna bila tidak beribadah haji bersama group "ESQ Training".

Tidak begitu halnya bagi orang yang sudah biasa dekat kepada Allah dan mengenal keagungan, kebesaran dan rahmat-Nya, ESQ Training itu biasa-biasa saja. Bahkan, bagi orang yang pernah tafaqquh fiddin dengan benar yang bersumber kepada al-Qur'an dan Sunnah secara komprehensif dan integral, ESQ Training perlu diluruskan..

22. Pengkultusan terhadap Ary dan ESQ-nya kini mulai kental terasa, dan jika tidak segera diwaspadai dan Ary tidak siap diberi nasihat dan selalu bersikap ZMP yang didengungkannya, maka tidak mustahil kalau "ESQ Training" akan menjadi agama baru bagi bangsa Indonesia. Apa lagi Ary dengan ESQ nya mendapat respon dari pemerintah, bahkan mereka yang ikut dalam training pun bukan sembarang orang, melainkan para petinggi negara!

23. Dalam mengartikan al-Asma'ul Husna dan dalam upaya merefleksikannya di dalam dunia bisnis dan leadership banyak disalahartikan dan dipaksakan agar sesuai dengan keinginan Ary. Seperti nama "al-Aakhir" diartikan Allah bersifat visioner, dan akhlaq yang harus diambil adalah manusia harus memiliki visi..

Al-Jaami' yang berarti Maha Penghimpun, Ary merefleksikannya dalam arti keharusan "kerjasama". Dan masih banyak lagi nama-nama Allah lainnya yang disalahartikan. Di dalam menanamkan asma'ul Husna ini Ary mengutip hadits palsu yang sering dipakai oleh kaum sufi untuk menanamkan ajarannya, yaitu: takhallquu biakhlaaqil-llah (berakhlaqlah dengan akhlaq-akhlaq Allah).

Al-Matin: akhlaq yang harus diambil adalah sikap selalu berdisiplin. Kalau al-Mutakkabbir yang ditiru atau diambil apanya ? Atau diartikan Yang Maha Pembesar, lalu kita berupaya ingin menjadi orang- orang pembesar? Kalau al-Hamiid apa direfleksikan kepada upaya keras agar kita menjadi orang terpuji seperti Dia, sehingga pujian mengarah kepada kita? Lalu kalau Allah adalah al-Khaliq, maka yang ditiru adalah sifat berkreasinya! Sehingga ketika memahami al-Asma'ul Husna terdapat pemahaman yang kontradiksi antara merefleksikan nama-nama Allah tersebut pada diri kita, sehingga kita berbuat (bersikap dan bertindak) seperti Allah (sebagai subjek), dengan merefleksikannya pada diri kita sehingga kita menjadi object. Seperti pada al-Jaami` dan al-Khaliq. Sebaiknya saudara Ary tidak memaksakan ayat, hadits atau pun nama Allah agar bisa sesuai dengan kehendak dirinya. Bacalah buku-buku para ulama berkenaan dengan masalah ini, lalu hayatilah!.

Dalam masalah ini, kadang apa yang ditulis oleh Ary dalam bukunya, berbeda dengan yang ia sampaikan saat training.

24. Rukun iman juga mengalami tafsiran pemaksaan dari Ary, agar ESQ Training nya bisa dikatakan berdasarkan rukun iman (Mental Building). Untuk itu, rukun iman hanya difahami dengan pemahaman- pemahaman yang bisa diarahkan menjadi sebagai prinsip-prinsip leadership, tidak komprehensif. Demikian pula rukun Islam yang diartikan sebagai landasan ketangguhan pribadi. Syahadat rasul terkesan hanya shalawat nya sebagai bukti cinta kepada Rasul, bukan bagaimana menjadikan sunnahnya sebagai pegangan dan pedoman. Yang diambil hanya yang berkaitan dengan ke-leadership-annya saja..

25. Rujukan dan sandaran Ary dalam penulisan bukunya adalah buku-buku yang bermasalah, seperti Sejarah Kehidupan Nabi yang ditulis oleh M. Haikal, juga tulisan Ali Syariati yang menganut faham syi`ah.

26. Hadits-hadits palsu yang biasa menjadi rujukan kaum sufi pun dijadikan sandaran ESQ Model-nya Ary, baik dalam buku yang pertama maupun dalam buku yang kedua..

Sebut saja misalnya hadits palsu: Apabila engkau mengenal siapa diri mu, maka engkau mengenal siapa tuhannya, yang dalam terjemah letterlegnya sebagai berikut: Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia telah mengenal tuhannya.

Hadits palsu ini telah menyeret kepada faham manunggaling kawulo gusti (ittihaad, menyatu dengan Tuhan) dalam kalangan kaum sufi, dan ini pun terjadi dalam faham Ary. Setelah ia mengutip tulisan Ali Syari`ati yang mengandung faham ittihad, Ary kemudian menyempurnakannya dengan apa yang ia sebut "untaian kata mutiara Syamsi Thabriz" yang berbunyi sebagai berikut: "Ka`bah adalah pusat dunia. Semua wajah menghadap ke Ka’bah. Tengoklah. Lihat ! Setiap orang menyembah jiwa masing-masing"..

Faham sesat inilah yang dianut oleh al-Hallaj dan Syeikh Siti Jenar, yang aromanya sangat kental di dalam ESQ Model-nya Ary.

27. Begitu pula atsar-atsar palsu banyak dimuat dalam bukunya, seperti atsar (ucapan shahabat nabi atau tabi`in), seperti atsar yang dinisbatkannya kepada Umar bin Khatthab Rodliyallohu ‘anhu berikut: Hatiku telah melihat Tuhanku karena hijab (tirai) telah terangkat oleh taqwa. Barangsiapa yang telah terangkat hijab (tirai) antara dirinya dengan Allah, maka jadi jelaslah di dalam hatinya akan gambaran kerajaan bumi dan kerajaan langit". (Lihat Buku Saku ESQ)..

Dalam kutipan-kutipan seperti ini Ary sama sekali tidak bersandar kepada rujukan-rujukan primer, melainkan mengekor kepada tokoh-tokoh sufi dan orang-orang yang tidak jelas ke-Islam-annya.

Maklum, Ary bukan seorang pakar dalam ilmu Agama, melainkan seorang pebisnis tulen. Tetapi ia berani berbicara tentang masalah agama, bahkan dalam hal-hal yang sangat prinsip dalam agama. Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua. Amin..

Masih banyak lagi catatan-catan yang seharusnya dituangkan disini untuk dijadikan bahan kajian dan kritikan yang membangun, bukan untuk menyudutkan atau mencemarkan nama baik Ary Ginanjar.

Buku "Rahasia Sukses...... ESC" karya Ary yang diberi pengantar oleh sejumlah tokoh itu banyak memuat kejanggalan dan hadits-hadits palsu, menempatkan ayat-ayat al-Qur'an bukan pada tempatnya, harus dikaji ulang dan dikritisi secara obyektif, sebagai wujud tawaashaw bil haqq..

Sebaiknya, setiap para alumni Training ESQ Model-nya Ary jangan menutup diri untuk belajar Islam lebih jauh, dan jangan mengkultuskan ESQ Model-nya Ary. Anda hendaknya tahu dan menyadari bahwa kelezatan spiritual yang anda rasakan dalam training ESQ itu sama sekali tidak menunjukkan kebenaran ESQ Model, sebab hal seperti bisa anda temukan di semua kelompok faham, bahkan di semua agama dan berbagai aliran kepercayaan!

Nabi Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam dan para shahabatnya telah menghayati sedalam- dalamnya ajaran Islam, sampai pada tingkat ihsan yang paling tinggi, maka bercerminlah kepada mereka, dan cermin itu ada di dalam sunnah Rasulullah Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam.

*****

Sumber : http://www.mail-archive.com/gorontalomaju2020@yahoogroups.com/msg03790.html

Baca Juga :

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

07 April 2009

FILE 105 : Syura' = Demokrasi ATAU Syura' vs Demokrasi

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
……

Syuura VS Demokrasi

Penulis: Ustadz Muhammad Nur Ihsan, M.A.
(Mahasiswa S3 Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia)


.
Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah Ta’ala yang telah menyempurnakan agama Islam dan telah melengkapkan nikmat-Nya atas kita semua. Shalawat beserta salam untuk nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta dan suri tauladan bagi kaum muslimin.

Amma ba’du:

Di tengah kedholiman yang menyelubungi manyoritas tatanan kehidupan masyarakat di seluruh belahan dunia, manusia berlomba-lomba untuk mecari suatu tatanan dan konsep hidup yang bisa mengeluarkan mereka dari kegelapan kedholiman tersebut kepada cahaya keadilan yang merupakan dambaan dan impian setiap insan yang memiliki akal sehat dan fitroh yang lurus, masing-masing mencari dan memilih sistem yang sesuai dengan ideologi yang diyakini dan komunitas yang di hadapi; ada yang memilih kudeta dan demontrasi untuk mencapai keadilan, ada yang memilih kebebasan beragama, barfikir dan berbuat demi keadilan, ada yang membentuk bermacam lembaga yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia (!) dengan akronim (HAM) dan ada pula yang sibuk dengan mendirikan partai-partai politik untuk memperoleh jabatan dan kedudukan demi keadilan.

Semua sistem di atas termasuk ke dalam istilah DEMOKRASI yang di dengung-dengungkan oleh semua partai-partai politik (’Islam’ dan non Islam) dengan persepsi bahwa inilah satu-satunya konsep dan sistem yang bisa mewujudkan keadilan dan kedamaian, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa demokrasi adalah hakekat dari syuura yang di perintahkan dan dijunjung tinggi oleh agama Islam.

Sementara mereka menyadari (atau tidak?) bahwa perbedaan antara syuura dengan demokrasi bagaikan malam dan siang dan jarak antara keduanya bagaikan timur dan barat. Keadilan itu hanya ada dalam syari’at Islam, bukan dalam demokrasi yang diproduksi oleh non Islam dan di adopsi oleh mayoritas kaum muslimin di zaman kontemporer ini.

Beranjak dari fenomena di atas, saya ingin menyampaikan beberapa nasehat kepada saudara-sadaraku seiman sambil mengajak kita semua untuk bisa mencermati apa yang akan dikemukakan, semoga Allah Ta’ala senantiasa membukakan pintu hati kita untuk menerima kebenaran dan memberikan pertolongan untuk bisa mengamalkannya.

Ketahuilah wahai saudaraku seiman –rahimani warahimakumullah jami’an-, bahwa syuura (musyawarah) adalah salah satu prinsip syari’at Islam dan karakter orang-orang yang beriman, sebagaimana yang di jelaskan oleh Al Qur’an dan Sunnah serta yang dipahami dan diamalkan oleh para salafus sholeh. Bahkan di dalam Al Qur’an terdapat satu surat yang di namakan dengan surat Asy-syuura.

Allah Ta’ala berfirman memerintahkan nabi-Nya untuk bermusyawarah dengan para sahabat:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْر

…Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam (seluruh) urusan…” (Qs. Ali Imron: 159)


وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُم

…Dan urusan mereka (orang-orang yang beriman, pent.) diputuskan dengan musyawarat antara mereka…” (Qs. Asy-Syuura: 38)

Di dalam kitab Al I’thisam bil Kitab was Sunnah dalam shohih Imam Bukhari beliau membawakan bab sebagai berikut:

باب قول الله تعالى { وأمرهم شورى بينهم } { وشاورهم في الأمر } وأن المشاورة قبل العزم والتبيُّن لقوله {فإذا عزمت فتوكل على الله} فإذا عزم الرسول صلى الله عليه و سلم لم يكن لبشر التقدم على الله ورسوله. وشاور النبي صلى الله عليه و سلم أصحابه يوم أحد في المقام والخروج، فرأوا له الخروج فلما لبس لأْمَتَه وعزم قالوا: أقم، فلم يمِلْ إليهم بعد العزم، وقال: (لا ينبغي لنبي يلبس لأمته فيضعها حتى يحكم الله). وشاور عليا وأسامة فيما رمى به أهل الإفك عائشة فسمع منهما، حتى نزل القرآن فجلد الرامين، ولم يلتفت إلى تنازعهم ولكن حكم بما أمره الله. وكانت الأئمة بعد النبي صلى الله عليه و سلم يستشيرون الأمناء من أهل العلم في الأمور المباحة ليأخذوا بأسهلها، فإذا وضح الكتاب أو السنة لم يتعدوه إلى غيره اقتداء بالنبي صلى الله عليه و سلم. ورأى أبو بكر قتال من منع الزكاة فقال عمر كيف تقاتل الناس وقد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله فإذا قالوا لا إله إلا الله عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحقها وحسابهم على الله) فقال أبو بكر: والله لأقاتلنَّ من فرق بين ما جمع رسول الله صلى الله عليه و سلم ثم تابعه بعد عمر، فلم يلتفت أبو بكر إلى مشورة إذ كان عنده حكم رسول الله صلى الله عليه و سلم في الذين فرقوا بين الصلاة والزكاة وأرادوا تبديل الدين وأحكامه، وقال النبي صلى الله عليه و سلم : (من بدل دينه فاقتلوه). وكان القراء أصحاب مشورة عمر كهولاً أو شبَّانًا، وكان وقَّافًا عند كتاب الله عز وجل). (فتح الباري (13/339).

Bab: firman Allah Ta’ala (artinya): ‘Dan urusan mereka (orang-orang yang beriman, pent.) diputuskan dengan musyawarat antara mereka.’ dan firman-Nya (artinya) ‘Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam (seluruh) urusan.’ Dan sesungguhnya musyawarat (dilakukan) sebelum membulatkan tekad dan (ada) kejelasan, sebagaimana firman Allah (artinya): ‘Kemudian apabilah kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.’ Apabilah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membulatkan tekad tidak boleh bagi seorangpun untuk mendahului Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bermusyawarah dengan para sahabat di waktu perang Uhud tentang tetap tinggal di dalam Madinah atau keluar (menghadapi musuh, pent.) maka para sahabat berpendapat untuk keluar, tatkala beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memakai baju perangnya dan telah membulatkan tekad, para sahabat berkata: ‘Tetaplah (wahai Rasulullah, pent.)’ akan tetapi beliau tidak menerima (usulan itu) setelah beliau membulatkan tekad seraya berkata: ‘Tidak pantas bagi seorang Nabi apabilah ia telah memakai baju perangnya untuk melepaskannya hingga datang keputusan dari Allah.’ 

Dan beliau telah bermusyawarah dengan Ali dan Usamah tentang tudingan palsu yang dilontarkan oleh orang-orang munafik terhadap ‘Aisyah dan beliau mendengar dari mereka berdua, hingga turun Al Quran, lalu beliau mencambuk mereka (provokator tudingan itu, pent.) dan tidak menghiraukan perselisihan (pendapat) mereka, akan tetapi beliau melaksanakan hukum yang telah diperintahkan oleh Allah.

Dan begitu juga para Imam (pemimpin) sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengajak orang-orang yang terpercaya dari kalangan ulama’ untuk bermusyawarat tentang permasalahan yang diperbolehkan agar mereka bisa mengambil yang termudah. Akan tetapi apabilah telah jelas (dalilnya) dari Al Qur’an dan sunnah mereka tidak akan meninggalkannya demi mencari yang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abu Bakr berpendapat untuk memerangi orang-orang yang tidak mau mambanyar zakat, lalu Umar berkata: ‘Bagaimana kamu memerangi mereka, sedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan (La ilaha illallah), apabila mereka telah mengatakannya maka akan terpelihara (selamat) dariku darah dan harta mereka kecuali dengan haknya, dan urusan mereka hanya diserakan kepada Allah.’ Lalu Abu Bakr berkata: ‘Demi Allah, saya akan perangi orang yang memisahkan antara apa yang telah disatukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Kemudian Umar mengikuti pendapat beliau. Maka Abu Bakr tidak menghiraukan musyawarat (pendapat) apabila ia mengetahui hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang-orang yang memisahkan antara sholat dan zakat dan ingin merobah agama dan hukum-hukumnya, sedang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Barangsiapa yang merobah agamanya maka bunuhlah ia.’

Dan para ulama baik dari kalangan orang tua atau pemuda adalah anggota (majelis) syura Umar, dan beliau orang yang selalu berpegang kepada Al Quran.” (lihat: Fathul Bari 13/339)

Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad –salah seorang ulama hadits di Madinah An-Nabawiyah- hafidhahullah setelah membawakan hadits-hadits dan menukil perkataan ulama salaf tentang syuura dan prakteknya di kalangan para khulafaur rosyidin dan ulama salaf, beliau berkata: “Dari apa yang telah dikemukakan jelaslah beberapa perkara berikut ini:
  1. Sesungguhnya syuura (musyawarah) berlandaskan atas Al Qur’an dan Sunnah serta amalan para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, diantara surat Al Qur’an adalah surat Asy-syura’.
  2. Sesungguhnya musyawarah dilakukan dalam hal yang tidak ada nash (dalil yang nyata) dalam Al Qur’an dan Sunnah. Dan sesuatu yang ada nashnya tidak boleh ditinggalkan, sebagaimana Allah berfirman (artinya): “Tidak boleh bagi laki-laki dan perempuan yang beriman apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu masalah untuk memilih yang lain dari urusan mereka, barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.”
  3. Seorang imam (pemimpin) memilih anggota majelis musyawarah dari tokoh-tokoh masyarakat dan para ulama.
  4. Hasil musyawarah tidak mutlak berlaku dan dijalankan oleh pimpinan.
Inilah (empat) prinsip dasar musyawarat dalam Islam, adapun demokrasi yang diadopsi oleh mayoritas kaum muslimin dari orang-orang non Islam adalah berbeda (menyelisihi) seluruh prinsip di atas. Menurut mereka (orang-orang demokrat, pent.) bahwa majelis perwakilan yang dipilih oleh masyarakat sebagai wakil mereka, berhak membuat undang-undang yang tidak berasaskan agama dan undang-undang yang dibuat oleh majelis tersebut mutlak berlaku’. (Al ‘Adlu fi Syari’ah al Islam, hal: 30-31)


Perbedaan Antara Syuura dan Demokrasi

Adapun perbedaan antara syuura dengan demokrasi yang dianggap oleh para politikus sebagai aplikasi syuura dalam Islam sebagai berikut:

Pertama:

Demokrasi dibangun di atas partai-partai politik dan perpecahan. Sementara Islam datang untuk mengajak kepada persatuan dan mencela serta melarang dari perpecahan dikalangan kaum muslimin, sebab perpecahan adalah salah-satu dari karakter, watak dan warisan orang-orang jahiliyah.

Allah berfirman:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُوا

Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah (Al Qur’an dan Sunnah, pent.) dan jangan bercerai-berai.” (Qs. Ali Imron: 103)

الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌوَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُم

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang penjelasan/kebenaran kepada mereka, dan bagi mereka adalah azab yang besar.” (Qs. Ali imron: 105)

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعاً لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mencerai-beraikan agama mereka sedang mereka bergolong-golongan, kamu (wahai Muhammad pent.) bukanlah dari golongan mereka dalam sesuatu apapun, urusan mereka hanya dikembalikan kepada Allah kemudian Dialah yang akan mengabarkan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan (di dunia).” (Qs. Al An’aam: 159)

وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعاً كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Janganlah kalian menjadi orang-orang Musyrikin yang mencerai-beraikan agama mereka sedang mereka bergolong-golongan, masing-masing golongan (partai, pent.) bangga dengan apa yang ada pada mereka.” (Qs. Ar Ruum: 31, 32)


ْ  وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُل فَتَفَرَّقَ بِكُم عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Sesungguhnya inilah (agama Islam) jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan ini dan jangan kalian ikuti jalan-jalan selainnya niscaya akan mencerai-beraikan kalian dari mengikuti jalan-Nya, yang demikian itu Dia telah wasiatkan/perintahkan kalian dengannya, mudah-mudahan kalian menjadi orang yang bertaqwa.” (Qs. Al An’aam: 153)

وقال النبي صلى الله عليه و سلم : (إن الله يرضى لكم ثلاثا ويكره لكم ثلاثا، فيرضى لكم أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا، وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا ويكره لكم قيل وقال، وكثرة السؤال، وإضاعة المال). (مسلم رقم: 1715).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah meridhoi bagi kalian tiga perkara dan membenci tiga perkara (pula), Dia meridhoi agar kalian mengibadati-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, kalian semua berpegang teguh dengan tali-Nya (Al Qur’an dan Sunnah, pent.) dan tidak bercerai-berai. Dan Dia membenci bagi kalian Qil wa Qal (omong kosong) banyak bertanya (dalam hal-hal yang tidak bermanfaat, pent.) dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Muslim, no. 1715) 

Diantara kontradiksi nyata yang dilihat oleh orang-orang yang pemikirannya belum ternodai oleh partai dan politik yaitu mereka yang sibuk dengan politik dan loyal kepada partai-partai yang mereka anggap berasaskan Islam -sedang Islam berlepas diri partai tersebut-, mereka selalu mengajak untuk menjalin tali persatuan di kalangan kaum muslimin karena mereka bersaudara, sementara disadari atau tidak bahwa partai yang mereka buat merupakan penyebab utama perpecahan umat, karena diyakini atau tidak bahwa setiap orang yang loyal kepada partai tersebut mereka akan bersatu dan bekerja sama dengan setiap anggota partai sekalipun non muslim, sebaliknya jika seorang tidak ikut bergabung dengan partai tersebut dan tidak loyal kepadanya, maka mereka akan bara’ (berlepas diri) dan meninggalkannya sekalipun ia seorang muslim yang sejati dan loyal kepada Sunnah dan Aqidah yang benar.
Jadi praktek prinsip (aqidah) wala’ dan bara’ menurut mereka berlandaskan atas partai dan kepentingan partai, bukan atas aqidah, keimanan dan sunnah. Inilah hakekat dari perpecahan yang dilarang dan dicela oleh Islam.


Kedua:

Hak pembentukkan undang-undang (hukum) dalam demokrasi ditangani oleh golongan tertentu. Sementara dalam Islam at tasyri’ (pembentukan hukum dan undang-undang, pent.) hanya hak Allah dan Rasul-Nya yang bertugas menyampaikan wahyu, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Tidak boleh bagi laki-laki dan perempuan yang beriman apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu masalah untuk memilih yang lain dari urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al Ahzaab: 36)

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah takut orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Rasulullah) akan ditimpa fitnah (kesesatan) atau azab yang pedih.” (Qs. An Nuur: 63)

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

Apakah mereka memiliki sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Qs. Asy-Syuura: 21)

Hal ini tidak kontradiksi bila ada kaum muslimin menentukan dan membuat peraturan untuk mengatur urusan dunia mereka yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah.
Sedangkan dalam demokrasi hak membentuk undang-undang ditangani oleh pihak tertentu yang di pilih oleh masyarakat sebagai perwakilan mereka di parlemen, lalu mereka dengan semena-mena dan sesuka hati membuat undang-undang yang tidak berlandaskan kepada Islam.


Ketiga:

Dalam demokrasi, cara yang digunakan untuk mencapai kedudukan dan kursi kepemimpinan dengan banyaknya suara yang memilih dari semua lapisan masyarakat.

Sedangkan dalam Islam pemilihan khalifah atau pemimpin berdasarkan kesepakatan ahlul halli wal ‘aqdi (para ulama dan tokoh-tokoh masyarakat yang terkemuka) dalam memilihnya dan dengan wasiat khalifah atau pemimpin yang pertama kepada yang sesudahnya, sebagaimana yang dilakukan dalam pemilihan Abu Bakr Ash-Shiddiq dan Umar dan yang lain.

Dalam Islam pemilihan pemimpin bukan hak setiap individu dan seluruh masyarakat tetapi hak para ulama dan pemuka masyarkat, sedangkan selainya mengikuti mereka. Adapun dalam demokrasi hak memilih diserahkan kepada semua lapisan masyarakat yang heterogen, yang berakal sehat akan memilih yang sejenisnya, yang gila akan memilih yang gila, yang pemabuk akan memilih pemabuk, begitu seterusnya.


Keempat: 

Dalam demokrasi terdapat kerakusan dan ambisi yang kuat untuk menjabat sebagai pemimpin dan berusaha sekuat tenaga dengan segala cara untuk memperoleh kursi kepemimpinan, baik dengan cara sogok menyogok, janji-janji yang palsu dan iming-iming yang menggiurkan.

Sementara dalam Islam motifasi pertama untuk menjabat sebagai pemimpin adalah memperjuangkan Islam dan menegakkan syari’at Islam. Oleh karena itu Islam melarang dari mencari kepemimpinan dan meminta jabatan karena di khawatirkan jikalau amanah dan tanggung jawab tersebut tidak bisa dipikul dan dilaksanakan.

Dari Abdurrahman Bin Samurah radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Wahai Addurrahman! jangan kamu meminta jabatan, jika kamu diberi jabatan karena memintanya kamu akan diserahkan kepada jabatan tersebut (tidak akan mendapatkan pertolongan dari Allah, pent.) dan jika kamu diberi jabatan bukan karena meminta, kamu akan ditolong (oleh Allah dalam menjalani kepemimpinan tersebut, pent.).’” (HR. Bukhari no. 6622 dan Muslim no. 1652)

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Saya dengan dua orang anak pamanku masuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah seorang dari mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam angkat kami sebagai amir (pimpinan) atas sebagian apa yang telah Allah menjadikan kamu sebagai pimpinannya!’ Dan yang kedua mengatakan ucapan yang sama, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Demi Allah sesungguhnya kami tidak akan mengangkat seseorang yang meminta jabatan ini sebagai pimpinan dan yang berambisi untuk itu.’” (HR, Bukhari no.7149 dan Muslim no. 1733)

Adapun dalam demokrasi yang dibangun di atas partai politik yang berlomba-lomba demi jabatan dan kursi kepemimpinan, mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan suara dan dukungan yang terbanyak, disertai dengan janji-janji dan iming-iming yang menggiurkan untuk sampai kepada kursi kepemimpinan tersebut, beruntunglah orang yang berhasil dan merugilah orang yang gagal.


Kelima:

Demokrasi dibangun atas kebebasan mutlak dalam berpendapat sekalipun kebatilan dan kekufuran. Sedangkan dalam Islam kebebasan itu dibatasi dengan norma-norma agama dan aturan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Allah berfirman:

يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ

Wahai Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani, pent.) janganlah kalian melampaui batas dalam beragama dan jangan kalian mengatakan kepada Allah kecuali kebenaran.” (Qs. An Nisaa: 171)

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Demikianlah, Kami menjadikan kalian (orang-orang yang beriman, pent.) sebagai umat yang wasath (adil) agar menjadi saksi terhadap manusia dan rasul menjadi sebagai saksi atas kalian.” (Qs. Al Baqarah: 143)

Adapun dalam demokrasi adanya kebebasan mutlak yang tidak dibatasi oleh akhlak (moral) dan agama, bahkan setiap individu memiliki kebebasan untuk beragama, berkata, berpendapat sekalipun kebatilan dan kekufuran serta melakukan apa saja yang diinginkan sekalipun berenang dalam lautan maksiat dan dosa secara terang-terangan, sehingga hati mayoritas para politikus dan demokrat telah dikotori oleh dua penyakit yang kronis yaitu penyakit syahawat dan penyakit syubuhat.


Keenam:

Dalam demokrasi terdapat persamaan mutlak antara laki-laki dan perempuan tanpa memperhatikan perbedaan fithrah, fisik, akhlak dan agama.

Sedangkan syari’at Islam yang sempurna menyamakan laki-laki dan perempuan dalam sebagian hukum dan membedakan diantara mereka dalam sebagian yang lainnya, seperti dalam kepemimpinan, warisan, memerdekan (budak), saksi, diyah (denda), aqiqah, dan mewajibkan sholat jum’at dan jama’ah atas laki-laki serta membolehkan bagi perempuan memakai kain sutra dan emas dll.


Ketujuh:

Dalam demokrasi terdapat kebebasan yang tidak ada batasnya bagi perempuan untuk melakukan apa saja yang diinginkan.

Sedangkan dalam Islam kebebasan bagi laki-laki dan perempuan dibatasi dengan syari’at, mereka dibolehkan menyakini suatu aqidah dan berkata serta melakukan perbuatan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah yang diamalkan dan dipahami oleh generasi terbaik umat ini yaitu para salafus sholeh.

Aktifitas perempuan dalam Islam berdasarkan apa yang telah dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh keluar dari syari’at yang telah diturunkan oleh Allah.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Tidak boleh bagi laki-laki dan perempuan yang beriman apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu masalah untuk memilih yang lain dari urusan mereka, barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al Ahzaab: 36)

Islam telah mengangkat martabat perempuan dan memelihara kehormatan diri dan hak-hak asasi mereka dengan memerintahkan mereka untuk melaksanakan hal-hal yang akan mewujudkan dan menjamin kebahagian dunia dan akherat.

Islam memerintahkan mereka untuk berhijab dari laki-laki yang bukan mahramnya dan untuk menjauhkan diri dari campur baur antara lawan jenis, tidak boleh bepergian dan berduaan dengan laki-laki tanpa muhrim, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al Qur’an dan Sunnah.

Kesemuanya itu merupakan pemuliaan Islam terhadap perempuan dan untuk menjaga kehormatan diri mereka serta mencegah muculnya bermacam fitnah dan kejahatan yang menghancurkan moral, akhlak dan agama.

Terlebih lagi larangan tentang campur baur antara perempuan dengan laki-laki, karena hal ini merupakan sumber segala fitnah, kejahatan, azab dan cobaan dari Allah, oleh karena itu Islam tidak sekedar mengharamkan campur baur saja tetapi melarang dan menutupi segala celah-celah yang akan membawa kepada hal itu, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila selesai sholat jama’ah beliau duduk sejenak di tempatnya sehingga perempuan yang ikut sholat berjama’ah bersama beliau keluar terlebih dahulu dari laki-laki untuk menghindari terjadinya campur baur antara lawan jenis, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam Shohih-nya’ no. 870 dan Imam Nasa’i dalam Sunan-nya no. 1333.

Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan: diantara tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin adalah melarang campur baur antara laki-laki dan perempuan, beliau berkata:

(ومن ذلك: أن ولي الأمر يجب عليه أن يمنع اختلاط الرجال بالنساء في الأسواق والفج ومجامع الرجال). (الطرق الحكمية ص 280، ط/ دار الكتب العلمية).

Diantaranya: bahwa seorang pemimpin wajib atasnya untuk melarang campur baur antara laki-laki dengan perempuan di pasar, jalan-jalan dan tempat perkumpulan laki-laki.”

Selanjutnya beliau menambahkan:

(ولا ريب أن تمكين النساء من اختلاطهن بالرجال أصل كل بلية وشر، وهو من أعظم أسباب نزول العقوبات العامة، كما أنه من أسباب فساد أمور العامة والخاصة، واختلاط الرجال بالنساء سبب لكثرة الفواحش والزنا، وهو من أسباب الموت العام والطواعين المتصلةفمن أعظم أسباب الموت العام كثرة الزنا بسبب تمكين النساء من اختلاطهن بالرجال والمشي بينهم متبرجات متجملات، ولو علم أولياء الأمر ما في ذلك من فساد الدنيا والرعية قبل الدين لكانوا أشد شيء منعا لذلك. قال عبد الله بن مسعود رضي الله عنه : (إذا ظهر الزنا في قرية أذن الله بهلاكها). (الطرق الحكمية ص 281).

Tidak diragukan lagi bahwa memberi kesempatan kepada perempuan untuk bercampur baur dengan laki-laki adalah sumber segala petaka dan kejahatan, hal ini adalah penyebab utama turunnya azab yang merata begitu juga merupakan penyebab rusaknya urusan (kehidupan) masyarkat umum dan kalangan tertentu. Percampurbauran antara laki-laki dan perempuan adalah penyebab banyaknya terjadi kemaksiatan dan perzinaan dan ini adalah penyebab kematian yang merata dan tha’un (wabah/penyakit menular, pent.) yang berkepanjangan.

Diantara penyebab kematian yang merata banyaknya perzinaan disebabkan oleh memberi kesempatan (membiarkan) perempuan untuk bercampur baur dengan laki-laki dan berjalan dihapapan mereka dengan bersolek dan berhias. Jika para pemimpin dan orang tua mengetahui bahwa hal itu merupakan kejahatan yang merusak dunia (negara) dan masyarakat -sebelum merusak agama- tentu mereka akan melarangnya dengan keras.

Ibnu Mas’ud berkata: ‘Apabila muncul perzinaan pada suatu daerah maka Allah telah mengizinkan kehancurannya.’

Berbeda dengan demokrasi yang diperjuangkan oleh partai-partai politik yang memberikan kebebasan mutlak kepada perempuan untuk berbuat sekehendak hatinya, ia akan pergi kemana saja dan berjalan dengan siapa saja yang diinginkan tanpa mahram, dia akan bercampur baur dengan laki-laki yang disukai dan akan berbuat dan beraktifitas sesuka hatinya tanpa ada yang mengontrol dan mengkritik sekalipun akan menimbulkan fitnah dan kerusakan. Dan jika ada orang yang berusaha membatasi kebebasan tersebut dan melarangnya dari tindakan-tindakan yang tidak bermoral yang merugikan akhlak dan agama itu, maka akan bermunculan bermacam teror dari antek-antek/budak-budak demokrasi dengan alasan kebebasan dan hak-hak asasi manusia yang mereka dengungkan. Wallahul musta’an.

Ketuju poin diatas adalah perebedaan yang esensial antara syuura dan demokrasi, kami ringkas dari kitab Syekh Al Allamah Al Muhaddits Abdul Muhsin Al Abbad –hafidhahullah- yang berjudul Al Adlu fi Syari’atil Islam wa Laisa fi Ad Dimoqrathiyah Al Maz’umah dari hal: 36-51 dengan sedikit tambahan.

Dari apa yang beliau utarakan jelaslah bagi kita, bahwa apa yang didengungkan oleh sebagian kaum muslimin, para politikus dan demokrat bahwa demokrasi adalah hakekat syuura dalam Islam merupakan kesalahan dan kebatilan yang bertentangan dengan prisip Islam dan syuura itu sendiri. Dan keadilan yang mereka dambakan serta pelaksanaan syari’at Islam yang diinginkan di bawah naungan payung demokrasi hanya sekedar mimpi dan khayalan saja. Sejarah sebagai bukti yang otentik telah mencatat bahwa tidak pernah ada dalam sejarah Islam bahwa daulah Islamiyah dan pelaksanaan syari’at Islam diwujudkan dengan cara demokrasi dan partai politik.

Keadilan itu hanya ada dalam syari’at Islam, dan daulah Islamiyah atau pelaksaan syari’at Islam hanya akan bisa tewujud apabilah kaum muslimin telah kembali kepada agama mereka secarah kaffah, memahami keadilan yang paling utama yaitu aqidah yang benar dan mentauhidkan Allah dalam seluruh Ibadah yang mereka lakukan serta berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mempraktekkannya dalam segala aspek kehidupan, dimulai dari diri pribadi, keluarga, masyarkat dan semua jajaran pemerintahan.

Imam Ibnu Qoyyim –rahimahullah- berkata:

(أخبر سبحانه أن القصد بالخلق والأمر أن يعرف بأسمائه وصفاته، ويعبد وحده لا يشرك به، وأن يقوم الناس بالقسط، وهو العدل الذي قامت به السموات والأرض، كما قال تعالى: {لقد أرسلنا رسلنا بالبينات وأنزلنا معهم الكتاب والميزان ليقوم الناس بالقسط} [الحديد: 25] فأخبر سبحانه أنه أرسل رسله وأنزل كتبه ليقوم الناس بالقسط، وهو العدل، ومن أعظم القسط التوحيد بل هو رأس العدل وقوامه وأن الشرك ظلم كما قال تعالى: {إن الشرك لظلم عظيم} فالشرك أظلم الظلم والتوحيد أعدل العدل…). (الجواب الكافي ص 190-191 ط/دار الكتاب العربي).

Allah Subhanahu telah mengabarkan bahwa tujuan penciptaan dan (diturunkanya) syariat adalah untuk mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, untuk mengibadati dan tidak mempersekutukan-Nya serta agar manusia menegakkan (melaksanakan) Al Qisth yaitu keadilan yang merupakan (landasan) berdirinya langit dan bumi, sebagaimana firman Allah (artinya): ‘Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan kepada mereka Al Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.’ Maka Allah mengabarkan bahwa Dia telah mengutus para rasul dan menurukan kitab-kitab agar manusia melakukan Al Qisth yaitu keadilan. Dan neraca (keadilan) yang paling utama adalah tauhid yang merupakan kepala dan tiang (landasan) keadilan tersebut. Dan sesungguhnya syirik adalah kedholiman sebagaimana firman Allah (artinya): ‘Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kedholiman yang besar.’ Maka kesyirikan adalah kedholiman yang paling besar dan tauhid adalah keadilan yang paling adil (utama)…”

Apabila kaum muslimin telah memahami keadilan yang paling utama ini yaitu aqidah yang benar dan mengaplikasikannya dalam ibadah mereka serta mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakinlah bahwa penerapan syari’at Islam atau berdirinya daulah Islamiyah yang merupakan dambaan dan impian setiap muslim akan terwujud di permukaan bumi ini sebagai bukti kebenaran janji Allah Ta’ala sebagaimana yang telah terwujud di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah berfirman (artinya):  

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap)kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. An Nuur: 55)

Akan tetapi bila permasalahan tauhid dan aqidah diabaikan dan keadilan yang utama ini tidak ditegakkan, sehingga kesyirikan menjamur dan merajalela serta tidak ada usaha untuk memberantasnya, dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditinggalkan dan tidak ada usaha untuk menyebarkan, mengajarkan dan memperjuangkannya, bahkan bid’ah dilakukan, diabadikan dan tidak diingkari, maka keadilan hanya tinggal sebuah impian dan penerapan syari’at Islam hanya tinggal sekedar khayalan, serta usaha untuk mendirikan daulah Islamiyah hanya sekedar slogan yang didengung-dengunkan, bahkan kedholiman, kejahatan dan krisis yang berkepanjangan akan tetap menyelubungi bumi nusantara yang tercinta ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

(وبالجملة: فالشرك والدعوة إلى غير الله وإقامة معبود غيره، أو مطاع متبع غير الرسول صلى الله عليه و سلم هو أعظم الفساد في الأرض، ولا صلاح لها ولأهلها إلا أن يكون الله وحده هو المعبود والدعوة له هو لا لغيره، والطاعة والإتباع لرسول الله صلى الله عليه و سلم ، وغيره إنما تجب طاعته إذا أمر بطاعة الرسول فإن أمر بمعصيته فلا سمع ولا طاعة، فإن الله أصلح الأرض برسوله ودينه، وبالأمر بالتوحيد، ونهى عن فسادها بالشرك به ومخالفة رسوله صلى الله عليه و سلم. ومن تدبر أحوال العالم وجد كل صلاح في الأرض فسببه توحيد الله وعبادته وطاعة رسوله صلى الله عليه و سلم ، وكل شر في العالم وفتنة وبلاء وقحط وتسليط عدو وغير ذلك، فسببه مخالفة الرسول والدعوة إلى غير الله، ومن تدبر هذا حق التدبر وجد هذا الأمر كذلك في خاصة نفسه وفي غيره عمومًا وخصوصًا، ولا حول ولا قوة إلا بالله).

Kesimpulannya: kesyirikan, menyeru kepada selain Allah dan menjadikan sembahan selain-Nya atau menta’ati dan mengikuti selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kerusakan yang paling besar di permukaan bumi. Tidak akan baik (aman sentusa dan stabil, pent.) bumi dan penduduknya kecuali bila Allah satu-satunya yang diibadati dan beribadah hanya kepada-Nya bukan kepada selain-Nya dan keta’atan serta mengikuti hanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun selain beliau hanya wajib dita’ati apabila ia menyuruh untuk ta’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , jika ia menyuruh kepada maksiat maka tidak wajib didengar dan dita’ati. Sesungguhnya Allah telah memperbaiki bumi ini dengan (mengutus) rasul-Nya dan memerintahkan kepada tauhid dan melarang dari merusaknya dengan (melakukan) kesyirikan dan meyelisihi rasul-Nya. Dan barangsiapa yang memperhatikan keadaan dunia niscaya ia akan dapatkan bahwa seluruh kebaikkan di permukaan bumi ini penyebabnya adalah mentauhidkan Allah dan mengibadati-Nya serta menta’ati rasul-Nya dan seluruh kerusakan (kejahatan), fitnah, cobaan (azab), kemarau, dikuasai musuh dan selainya yang terjadi di dunia ini, penyebabnya adalah menyelisihi (tidak menta’ati) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beribadah kepada selain Allah (kesyirikan, pent.). Dan barangsiapa memperhatikan hal ini dengan cermat maka ia juga akan dapatkan permasalahan ini pada dirinya sendiri dan orang lain secara umum dan khusus, tiada daya dan upaya kecuali dengan (pertolongan) Allah.”

Saudaraku seiman yang dirahmati Allah!!

Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita tentang hakekat syuura dan demokrasi serta perbedaan antara keduanya, demikian pula kedudukkan tauhid dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mewujudkan keadilan, kedamaian, penerapan syari’at Islamiyah dan mendirikan daulah Islamiyah. Jadi bukanlah dengan berlomba-lomba mendirikan partai politik yang dilandasi atas kerakusan terhadap dunia dan jabatan dan didirikan di atas kebohongan dan kebebasan mutlak yang tiada batasannya.

Demikian yang bisa kami sampaikan dalam makalah yang sederhana ini, semoga bermanfat bagi penulis dan para pembaca.

Terakhir kami berdo’a semoga kita semua selalu dibimbing oleh Allah Ta’ala untuk mengenal kebenaran dan diberi taufiq untuk mengamalkannya serta istiqomah di atasnya sampai ajal menjemput kita. Amiiin.

*****

Sumber: muslim.or.id
.
Sebagai tambahan ‘ilmu, bisa juga membaca artikel berikut ini dan ini

da.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin